Dupa di Tiongkok secara tradisional digunakan dalam berbagai kegiatan kebudayaan Tionghoa termasuk upacara keagamaan, penghormatan leluhur, pengobatan tradisional, dan dalam kehidupan sehari-hari. Dikenal dengan nama xiang (Hanzi: ; Pinyin: xiāng; Wade–Giles: hsiang; harfiah: 'wangi'), dupa digunakan oleh budaya Tionghoa mulai dari zaman Neolitikum dan semakin terkenal mulai dari Dinasti Xia, Shang, dan Zhou.[1]

Sebuah pedupaan gunungan perunggu berhias dari Han Barat

Sebuah studi menunjukkan bahwa selama Dinasti Han (206 SM—220 M)[2] ada peningkatan perdagangan dan pembelian bahan dupa luar negeri yang lebih harum ketika bahan dupa lokal dianggap "dupa orang miskin".[3]

Hal ini mencapai puncaknya pada masa Dinasti Song dengan para bangsawannya menikmati dupa sebagai sebuah hobi budaya yang populer, sampai-sampai membangun kamar khusus untuk penggunaan upacara dupa.[1]

Selain berarti "dupa", kata Tionghoa xiang () juga berarti "wangi; harum; aroma; parfum; rempah-rempah". Sinolog dan sejarawan Edward H. Schafer mengatakan bahwa di Tiongkok abad pertengahan:

Pedupaan Tionghoa sunting

 
Sebuah pedupaan gunungan keramik dari Han Timur

Kata-kata yang berarti "pedupaan; pembakar dupa" adalah kata majemuk dari lu ( atau ) "anglo; kompor; perapian", yang merupakan salah satu kategori dari objek perunggu ritual Tiongkok kuno.Xianglu (香爐, dengan kata "dupa") berarti "pembakar dupa; pedupaan" secara umum. Xunlu (熏爐, dengan kata "asap; mengasapi; mengawetkan (makanan) dengan asap", atau 薰爐, dengan kata "wangi (tumbuhan); sejenis rumput aromatik, Eupatorium fortunei") berarti "pedupaan kecil, terutama untuk pengasapan atau pengharuman pakaian". Shoulu (手爐, dengan kata "tangan") berarti "pedupaan genggam; penghangat tangan; kompor arang portabel".

Boshanlu (博山爐 "pedupaan gunungan universal"), yang menjadi populer pada zaman Kaisar Wu dari Han (berkuasa 141—87 SM), berbentuk sebuah gunung suci mikrokosmis (khususnya Gunung Kunlun atau Gunung Penglai). Pedupaan rumit ini dirancang dengan lubang yang membuat asap dupa yang naik tampak seperti awan atau kabut yang berputar-putar di sekitar puncak sebuah gunung.[5]

Penggunaan sunting

Obat sunting

Bahan-bahan dan teknik pemrosesan yang serupa ditemukan dalam produksi dupa dan pengobatan tradisional Tionghoa. Sebagai contoh, jiu ( "moksibusi"). Dupa dipercaya memiliki manfaat fisiologis dan psikologis. Misalnya, menurut farmakope Bencao Gangmu, "kapur barus menyembuhkan uap jahat di jantung dan perut, dan terutama direkomendasikan untuk masalah mata, termasuk katarak".[6]

Penunjuk waktu sunting

Bersamaan dengan diperkenalkannya agama Buddha di Tiongkok muncullah batang dupa terukur dan jam dupa (xiangzhong 香鐘 "jam dupa" atau xiangyin 香印 "segel dupa").[7] Penyair Yu Jianwu (庾肩吾, 487-551) yang pertama mencatatnya: "Dengan membakar dupa kita tahu jam di malam hari, Dengan lilin yang terukur kita mengonfirmasi hitungan waktu."[8] Penggunaan alat pencatat waktu dupa ini menyebar dari biara-biara Buddhis ke masyarakat sekuler.

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b 劉良佑,《香學會典》,臺北[https://web.archive.org/web/20200818112630/http://www.incenseart.org.tw/ Diarsipkan 2020-08-18 di Wayback Machine. Diarsipkan 2020-08-18 di Wayback Machine. Diarsipkan 2020-08-18 di Wayback Machine. 東方香學研究會] Diarsipkan 2020-08-18 di Wayback Machine.,2003
  2. ^ Needham, Joseph and Lu Gwei-Djen (1974). Science and Civilisation in China: Volume 5, Chemistry and Chemical Technology; Part 2, Spagyrical Discovery and Invention: Magisteries of Gold and Immortality. Cambridge University Press. p. 132.
  3. ^ Schafer, Edward H. (1963). The Golden Peaches of Samarkand, a Study of T'ang Exotics. University of California Press.
  4. ^ Schafer, Edward H. (1963). The Golden Peaches of Samarkand, a Study of T'ang Exotics. University of California Press. p. 155.
  5. ^ Erickson, Susan N. (1992). "Boshanlu: Mountain Censers of the Western Han Period: A Typological and Iconological Analysis", Archives of Asian Art 45:6-28.
  6. ^ Schafer (1963), p. 167.
  7. ^ Bedini, Silvio A. (1963). "The Scent of Time. A Study of the Use of Fire and Incense for Time Measurement in Oriental Countries". Transactions of the American Philosophical Society. Philadelphia, Pennsylvania: American Philosophical Society. 53 (5). doi:10.2307/1005923. JSTOR 1005923. 
  8. ^ Tr. Schafer (1963), p. 160.

Pranala luar sunting