Daeng Marewah adalah Yang Dipertuan Muda I dari Kesultanan Johor (kemudian menjadi Kesultanan Lingga). Setelah memenangkan perang melawan Raja Kecik, Sultan Sulaiman Badrul'alam Syah Sultan Johor pada saat itu, maka ia mengangkat Daeng MarEwa sebagai Yang Dipertuan Muda Riau I (1721-1729), bergelar Kelana Jaya Putera. Yang Dipertuan Muda adalah sebuah jabatan yang setingkat dengan Perdana Menteri berkuasa penuh, di mana segala wewenang dan urusan pemerintahan berada dalam kekuasaannya.

Riwayat keluarga sunting

Sebagaimana yang tertulis di dalam Tuhfat al-Nafis yang ditulis oleh Raja Ali Haji, diriwayatkan bahwa bangsawan Kerajaan Luwu, yang bernama Opu Tenri Borong Daeng Ri Lekke' atau sering disingkat Opu Tenri Burong, berangkat bersama ke-5 putranya dari tanah Bugis menuju ke tanah asing.[1] Kelima putranya diantaranya adalah:

  1. Opu Daeng Menambun,
  2. Opu Daeng Marewah,
  3. Opu Daeng Cella',
  4. Opu Daeng Parani, dan
  5. Opu Daeng Kemasi

Mereka merapat di Pulau Siantan dan disambut dengan ramahnya oleh seorang pelaut Bugis terkemuka di kawasan itu, yakni: Kari Abdul Malik yang juga dikenal sebagai Nakhoda Alang. Akhirnya mereka menetap di Siantang dalam waktu beberapa lama.

Penerimaan Nakhoda Alang dalam sebuah jalinan persahabatan yang akrab, membuat Opu Daeng Ri Lekke' berpikir untuk semakin mempererat hubungan itu sebagai hubungan kekeluargaan. Maka dia melamar puteri Nakhoda Alang untuk dinikahkan dengan salah seorang puteranya, yaitu: Opu Daeng Parani (Opu Daing Prani, versi Tuhfat An Nafis). Pernikahan itu dikaruniai sepasang putera puteri, yakni: Opu Daeng Kamboja dan Opu Daeng Khatijah.

Kedua orang cucu dari Tenri Bonrong ini kelak akan menjadi orang yang penting di daerah Melayu. Dahing Kamboja kelak akan menjadi Yang Dipertuan Muda ke-3 di Kesultanan Lingga, dan Dahing Khatijah itu menjadi isteri Raja Alam, putra Yang Dipertuan Raja Kecik Siak. Daeng Cella' juga dikenal dengan nama lain sebagai Daeng Pali' yang kemudian menjadi Yang Dipertuan Muda ke-2, setelah Daeng Marewa.

Dalam suasana kebahagiaan mendapatkan cucu serta kesibukan membangun armada Angkatan Laut itu, Opu Tenri Borong Daeng ri LEkke', Pangeran Luwu yang bercita-cita besar itu wafat dan dimakamkan pada sebuah pulau kecil di dekat Pulau Matak dalam wilayah Siantan. Hingga kini, makam Opu Tenri Borong Daeng ri Lekke' dikenal sebagai "Keramat Pulau Siantan"[2]

Pada Stamboom3 (silsilah Raja Muda Lingga-Riau) yang ditulis oleh Willer, Residen Belanda pada tahun 1855 disebutkan bahwa Daeng Marewa, Daeng Parani dan Daeng Cella' adalah keturunan dari Kerajaan Bone dan Luwu. Hal ini juga ditulis juga dalam sejarahwan terkemuka L. Andaya 4 dalam disertasinya pada tahun 1975. Sedangkan telaahan kritis atas Tuhfat al-Nafis dilakukan oleh Noorduyn (1988)5 dan Zainal Abidin Farid (1999)6.

Catatan Kaki sunting

  1. ^ Hannibal dari Tanah Melayu (bag. 1)
  2. ^ Dr. H. Wahyuddin Hamid, M.S., Passompe' Bugis Makassar, 2005

3. Bleeker et.al (1855) 'Stamboom der onderkoningen van Riouw' in 'Tidschrift voor Indische Tall Land en Volkenkunde' pp. 411.

4. L. Andaya (1975) 'The Kingdom of Johor 1641-1728: Economic and Political Developments'. Kuala Lumpur, Oxford University Press,

5. J. Noorduyn (1988) 'The Bugis genealogy of the Raja Muda family of Riau-Johor', Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society. 61(2). pp. 63–92.

6. A. Farid (1999) 'Capita Selecta: Kebudayaan Sulawesi Selatan' Social Politic Genius (SIGn), 30 Jul 2017 (Edisi Revisi)

Lihat juga sunting