Cokelat di Swiss mulai diproduksi sejak paruh kedua abad ke-19 M. Negara Swiss awalnya mencontoh pembuatan cokelat di Jerman sebelum akhirnya mampu membuat cokelat batangan dan pasta cokelat. Cokelat di Swiss diproduksi menggunakan biji kakao yang berasal dari luar Swiss dengan campuran jamur dari dalam negerinya. Swiss hanya jadi negara pembuat cokelat karena tidak memiliki lahan perkebunan kakao. Bahan baku pembuatan cokelat diperoleh melalui impor dari negara-negara di Afrika Barat dan Indonesia.

Penduduk di Swiss dikenal sebagai pengonsumsi cokelat yang terbanyak di dunia. Produk cokelat di Swiss utamanya adalah cokelat susu, seperti truffle cokelat dan toblerone. Produksi cokelat di Swiss berpengaruh terhadap jumlah pengangguran di Swiss yang sangat sedikit. Swiss telah menjalin kerja sama dengan negara-negara pengekspor kakao melalui program kakao berkelanjutan. Permasalahan cokelat buatan Swiss adalah adanya kontaminasi radioaktif.

Sejarah

sunting

Cokelat batangan

sunting

Swiss merupakan salah satu negara yang awalnya membuat cokelat dengan mencontoh dari Jerman. Cokelat mulai dibuat di Jerman pada dekade 1850-an dengan bentuk telur dan anak ayam.[1] Pada dekade 1860-an, produk cokelat yang ditambahkan susu mulai dikembangkan oleh Daniel Peter. Dia bekerja sebagai produsen cokelat batangan di Swiss.[2] Peter dikenal sebagai pembuat adonan cokelat yang dicampur dengan susu.[3] Berbagai jenis susu dicampurkannya dengan cokelat cair. Ia berhasil membuat cokelat susu melalui campuran gula dan susu kental yang kemudian ditambahkan dengan mentega kakao.[4] Namun, ia belum berhasil membuat cokelat halus dari campuran susu.[2]

Kemudian pada tahun 1866, Henri Nestle yang merupakan kimiawan dari Swiss berusaha membuat formula untuk makanan bayi. Tujuan awalnya adalah untuk mengurangi angka kematian bayi akibat ketidakmampuan ibu dalam memberikan air susu ibu. Nestle mengadakan percobaan bersama dengan para apoteker di Vevey, Swiss. Percobaan ini menggunakan campuran bahan susu, tepung terigu dan gula.[5] Dia menemukan formula yang membuat susu dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama dan dapat digunakan segera ketika diperlukan. Produknya ini adalah susu kental manis. Penemuan ini sesuai dengan kebutuhan dari cokelat batangan yang akan dibuat oleh Daniel Peter. Rendahnya kandungan air di dalam susu memudahkan pencampuran antara susu dan cokelat sehingga cokelat batangan menjadi tidak mudah rusak. Peter dan Nestle kemudian mendirikan perusahaan bersama pada tahun 1879. Jenis perusahaannya adalah perusahaan makanan.[2]

Pasta cokelat

sunting

Pada tahun 1879, sebuah mesin pembuat pasta cokelat berhasil dibuat oleh Rudolphe Lindt.[2] Ia adalah seorang industrialis cokelat di Bern, Swiss.[6] Mesin ini berbentuk seperti kulit kerang. Bagian mesin terdiri dari papan berbahan granit dengan alat penggulung yang dapat dimaju-mundurkan. Mesin ini mampu menggiling cokelat, gula dan susu menjadi pasta yang sangat lembut teksturnya. Metode penggilingan ini kemudian menjadi standar pembuatan cokelat.[2]

Produksi

sunting

Bahan produksi

sunting

Pabrik-pabrik cokelat di Swiss kebanyakan memproduksi cokelat menggunakan campuran jamur. Spesies jamur yang digunakan adalah Tuber melanosporum. Pertumbuhan jamur ini hanya ditemukan di kedalaman antar 10–30 cm di bawah permukaan tanah.[7]

Lahan produksi

sunting

Sumber daya alam di Swiss sangat terbatas dan hanya terdiri dari kerikil, pasir dan tanah liat.[8] Swiss tidak memproduksi cokelat dengan menggunakan lahan perkebunannya sendiri.[9] Karena di negara ini tidak ada lahan kakao yang merupakan bahan bakunya.[10] Penyebabnya adalah wilayah daratan di Swiss yang sempit untuk perkebunan.[11] Areal penanaman di Swiss hanya 11% dari luas negaranya.[12] Cokelat diimpor dari negara lain dalam bentuk bahan baku dan diolah menjadi barang jadi.[13]

Perdagangan

sunting

Negara pengimpor

sunting

Dua negara di Afrika Barat menjadi negara pengimpor biji kakao untuk Swiss. Kedua negara ini adalah Pantai Gading dan Ghana.[9] Pada tahun 2019, Swiss telah menjalin kerja sama dengan Indonesia terkait cokelat. Indonesia menjadi negara pengekspor cokelat dengan US$ 193,151 ribu.[14]

Program impor

sunting

Negara Swiss terus mengalami peningkatan konsumsi produk coklat berkelanjutan. Produk-produk ini diperdagangkan dengan menyertakan setifikat organik dengan aturan perdagangan adil. Kesepakatan telah ditetapkan oleh 41 produsen cokelat di Swiss bahwa pada tahun 2025 sebanyak 80% dari produk cokelat di Swiss adalah cokelat berkelanjutan. Termasuk perusahaan yang menyetujuinya adalah Nestle dan Lindt. Platform Swiss untuk Cokelat Berkelanjutan menetapkan tiga kriteria produk yang dimaksud sebagai cokelat berkelanjutan. Pertama, cokelat berkelanjutan sebagai produk cokelat yang diproduksi dan mempunyai sertifikasi berkelanjutan dari lembaga yang diakui secara internasional. Beberapa lembaga yang diakui penilaiannya yaitu Rainforest Alliance, Jaringan Pertanian Berkelanjutan, UTZ atau Komite Eropa untuk Standardisasi. Kedua, cokelat berkelanjutan sebagai hasil produksi oleh perusahaan dengan prosedur sendiri yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh lembaga sertifikasi cokelat berkelanjutan yang diakui. Kriteria ketiga adalah produk cokelat berkelanjutan yang menggunakan standar lain dan sesuai dengan prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.[15]

Program Kakao berkelanjutan adalah program produksi kakao Swiss di beberapa provinsi di Indonesia. Pelaksanaannya telah berlangsung sejak tahun 2012 dengan Sekretariat Swiss di sektor ekonomi sebagai perwakilan dari Kementerian Ekonomi Swiss. Sekretariat ini bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat asal Indonesia dan perusahaan-perusahaan asal Swiss. Para petani kakao yang diberi pelatihan telah menghasilkan produk sebanyak puluhan ribu ton dengan sertifikasi oleh UTZ dan Rainforest Alliance.[15]

Tingkat konsumsi

sunting

Menurut laporan dari Chocosuisse yang merupakan Asosiasi Manufaktur Coklat Swiss, berat konsumsi cokelat dari setiap orang di Swiss dapat mencapai 10,41–10,5 kg dalam setahun.[15][16] Rata-rata setiap orang di Swiss mengonsumsi sebanyak 8,5 kg cokelat tiap tahun.[17] Konsumennya tidak hanya berasal dari penduduk asli, melainkan pula pawa wisatawan dan pengunjung dari mancanegara. Pengeluaran tiap konsumen cokelat di Swiss sekitar 211 euro dalam sebulan.[15]

Produk

sunting

Swiss dikenal sebagai negara penghasil produk cokelat. Produksi cokelatnya yang utama adalah cokelat susu.[18] Prioritas utama pada produk cokelat di Swiss adalah kenikmatan rasanya. Sehingga Swiss menjadi salah satu dari lima negara pembuat cokelat ternikmat, selain Spanyol, Belgia, Prancis dan Amerika Serikat. Karena itu pula, harga produk cokelat di Swiss sangat mahal.[19] Cokelat dijual di sepanjang jalan di Swiss sebagai oleh-oleh khas negara ini.[20]

Truffle cokelat

sunting

Truffle cokelat adalah permen yang dibuat dari adonan cokelat dengan lemak kakao dan minyak nabati. Jenis cokelat yang digunakan untuk membuatnya adalah cokelat hitam atau cokelat susu. Secara khusus, truffle buatan Swiss menggunakan adonan cokelat hitam, krim susu dan lemak kakao. Sementara bahan tambahannya adalah kuning telur. Proporsi ketiga bahan utama tersebut sebesar 30:60:10.[21] Di Swiss, truffle cokelat dibuat menjadi beraneka ragam jenisnya.[22]

Toblerone

sunting

Toblerone adalah cokelat yang dibentuk segitiga. Bentuknya menyerupai puncak gunung di Swiss. Penciptanya yang pertama kali adalah Thedor Tobler. Ia membuatnya pada tahun 1908.[23]

Kontribusi bagi pembangunan ekonomi

sunting

Cokelat merupakan salah satu produk yang membuat tingkat pengangguran di Swiss sangat rendah. Persentase pengangguran di Swiss hanya 2%.[24]

Permasalahan

sunting

Kontaminasi radioaktif

sunting

Negara Inggris pernah melaporkan bahwa cokelat buatan Swiss tercemar oleh radioaktif.[25]

Referensi

sunting
  1. ^ Feldman, David (2006). Mengapa Jarum Jam Bergerak ke Kanan? dan Mengapa-Mengapa Lainnya. Diterjemahkan oleh Kantjono, Alex Tri. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 102. ISBN 979-22-2369-X. 
  2. ^ a b c d e Pangkalan Ide (2008). Dark Chocolate Healing: Mengungkap Khasiat Cokelat Terhadap Sirkulasi dan Imunitas Tubuh. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. hlm. 60. ISBN 978-979-27-2406-6. 
  3. ^ Ford, Daniel (2009). Panduan Bola Mania: Profil Klub Sepak Bola Favorit Dunia. Diterjemahkan oleh Putri, Annisa Cinantya. Depok: Penerbit Be Champions. hlm. 96. ISBN 978-602-8884-14-3. 
  4. ^ Tynan, Bernadette (2005). Melatih Anak Berpikir Seperti Jenius: Menemukan dan Mengembangkan Bakat yang Ada pada Setiap Anak. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 124–125. ISBN 979-22-1496-8. 
  5. ^ Suyanto, M. (2004). Smart in Entrepreneur: belajar dari Kesuksesan Pengusaha Top Dunia. Yogyakarta: ANDI. hlm. 47. ISBN 979-731-466-9. 
  6. ^ Planck, Nina (2007). Real Food: Hidup Bebas Penyakit dengan Makanan Alami. Yogyakarta: Penerbit B-First. hlm. 221. ISBN 978-979-24-3817-8. 
  7. ^ Jaelani (2008). Jamur Berkhasiat Obat. Jakarta: Pustaka Obor Populer. hlm. 2. ISBN 978-979-461-700-7. 
  8. ^ Bramantyo, R. (2021). Teknik Berpikir Kreatif. Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia. hlm. 7. ISBN 978-623-227-554-6. 
  9. ^ a b Kartajaya, A., dan Taufik (2009). Kompas 100: Corporate Marketing Case. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 143. ISBN 978-979-22-4682-7. 
  10. ^ Yuriaan, M. E. F., dan Prasodjo, A. (2019). Why Corporate University Mattes in Human Capital Management for Industrial Revolution 4.0. Sleman: Diandra Kreatif. hlm. 238. ISBN 978-602-336-892-1. 
  11. ^ Yuaningsih, Lilis (2017). Rozi, Achmad, ed. Kepemimpinan Sektor Publik. Serang: Bintang Visitama Publisher. hlm. 93. ISBN 978-602-6445-08-7. 
  12. ^ Liong, Freddy (2016). Wirawan, Oscar, ed. Morning Briefing @Work: Mencegah Kesalahan yang Sering Terjadi di Tempat Kerja. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 167. ISBN 978-602-03-2823-2. 
  13. ^ Kartono, Salim (2017). Crisis to Win Revolution. Jakarta Selatan: TransMedia Pustaka. hlm. 332. ISBN 978-602-1036-61-7. 
  14. ^ Saputram W., Ichsan, M., dan Permatasari, A. (30 Maret 2021). "Referendum Swiss dan Jalan Panjang Menuju Keberterimaan Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesia di Pasar Global" (PDF). SPOS Indonesia. hlm. 3. Diakses tanggal 2022. 
  15. ^ a b c d Fungsi Ekonomi Kedutaan Besar Republik Indonesia - Bern, Switzerland (2022). Informasi Pasar Swiss: Kakao. Bern: Kedutaan Besar Republik Indonesia - Bern, Switzerland. hlm. 3. 
  16. ^ Yo, Agnes (2007). 25 Peluang Usaha Pendulang Uang. Yogyakarta: Indonesia Cerdas. hlm. 106. ISBN 979-23-9927-5. 
  17. ^ Sopyan, Danang Irawan (2012). Benar-Benar Unik Tapi Nyata: 1100++ Fakta Unik dan Menakjubkan di Dunia. Jakarta: Media Pusindo. hlm. 33. ISBN 978-602-8454-44-5. 
  18. ^ Aidah, S. N., dan Tim Penerbit KBM Indonesia (2020). Kitab Traveling dan Wisata Indonesia Kota Yogyakarta. Bantul: Penerbit KBM Indonesia. hlm. 40. ISBN 978-623-6155-61-5. 
  19. ^ Pena Kreativa (2015). 123 Prestasi Indonesia yang Mengguncang Dunia. hlm. 259. 
  20. ^ Setyowati, Dwi (2020). Deja-Vu. Yogyakarta: Stiletto Indie Book. hlm. 116. ISBN 978-623-7656-80-7. 
  21. ^ Pedoman Cokelat (PDF). Jakarta: Direktorat Standardisasi Produk Pangan. 2017. hlm. 6. 
  22. ^ Irmadona, Riyas (2018). Hardiman, Intarina, ed. Chocolate ala Dona's Delight: Resep Cookies, Dessert, Cake, Roti, & Kue Kecil Manis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 43. ISBN 978-602-03-8727-7. 
  23. ^ Bara, Pattiradjawane (2009). Medha, Raihanun, ed. Catatan dari Balik Dapur si Tukang Masak. Jakarta: GagasMedia. hlm. 17. ISBN 979-780-347-3. 
  24. ^ Nugraha, Ubaidillah (2004). Secangkir Teh Hangat Pasar Modal. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 220. ISBN 979-22-1008-3. 
  25. ^ Kurniawan, I., dkk. (1996). Prasetyo, Y. A., Anung, M., dan Pakpahan, M., ed. Pembangunan PLTN: Demi Kemajuan Peradaban?. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 146. ISBN 979-461-236-7.