Kakao

spesies tumbuhan Meksiko
Kakao
Pohon kakao yang berbuah
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Ordo:
Famili:
Subfamili:
Genus:
Spesies:
T. cacao
Nama binomial
Theobroma cacao
Sinonim
  • Cacao minar Gaertn.
  • Cacao minus Gaertn.
  • Cacao sativa Aubl.
  • Cacao theobroma Tussac
  • Theobroma cacao f. leiocarpum (Bernoulli) Ducke
  • Theobroma cacao subsp. leiocarpum (Bernoulli) Cuatrec.
  • Theobroma cacao var. leiocarpum (Bernoulli) Cif.
  • Theobroma cacao subsp. sativa (Aubl.) León
  • Theobroma cacao var. typica Cif.
  • Theobroma caribaea Sweet
  • Theobroma integerrima Stokes
  • Theobroma kalagua De Wild.
  • Theobroma leiocarpum Bernoulli
  • Theobroma pentagonum Bernoulli
  • Theobroma saltzmanniana Bernoulli
  • Theobroma sapidum Pittier
  • Theobroma sativa (Aubl.) Lign. & Le Bey
  • Theobroma sativa var. leucosperma A. Chev.
  • Theobroma sativa var. melanosperma A. Chev.
  • Theobroma sativum (Aubl.) Lign. & Bey [1]
Theobroma cacao

Kakao (Theobroma cacao L.) adalah pohon budi daya di perkebunan yang berasal dari Amerika Selatan, tetapi sekarang ditanam di berbagai kawasan tropika. Biji kakao yang dihasilkan oleh tumbuhan ini diolah menjadi produk yang dikenal sebagai cokelat[2].

Botani sunting

 
Pohon kakao.

Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 10m. Meskipun demikian, dalam budi daya tanaman ini tingginya dibuat tidak lebih dari 5m, tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang produktif.

Bunga kakao, sebagaimana anggota Sterculiaceae lainnya, tumbuh langsung dari batang (cauliflorous). Bunga sempurna berukuran kecil (diameter maksimum 3 cm), tunggal, tetapi tampak terangkai karena sering sejumlah bunga muncul dari satu titik tunas.

 
Bunga kakao tumbuh dari batang.

Penyerbukan bunga dilakukan oleh serangga (terutama lalat kecil (midge) Forcipomyia, semut bersayap, afid, dan beberapa lebah Trigona) yang biasanya terjadi pada malam hari1. Bunga siap diserbuki dalam jangka waktu beberapa hari.

Kakao secara umum adalah tumbuhan menyerbuk silang dan memiliki sistem inkompatibilitas-sendiri (lihat penyerbukan). Walaupun demikian, beberapa varietas kakao mampu melakukan penyerbukan sendiri dan menghasilkan jenis komoditas dengan nilai jual yang lebih tinggi.

Buah tumbuh dari bunga yang diserbuki. Ukuran buah jauh lebih besar dari bunganya, dan berbentuk bulat hingga memanjang. Buah terdiri dari 5 daun buah, memiliki ruang, dan di dalamnya terdapat biji. Warna buahnya berubah-ubah; sewaktu muda berwarna hijau hingga ungu dan ketika sudah masak kulit luar buah biasanya berwarna kuning.

Biji terangkai pada plasenta yang tumbuh dari pangkal buah, di bagian dalam. Biji dilindungi oleh salut biji (aril) lunak berwarna putih. Dalam istilah pertanian disebut pulp. Endospermia biji mengandung lemak dengan kadar yang cukup tinggi. Dalam pengolahan pascapanen, pulp difermentasi selama tiga hari lalu biji dikeringkan di bawah sinar matahari.

Persyaratan Tumbuh dan Penyebaran sunting

Habitat alam tanaman kakao berada di hutan beriklim tropis. Kakao merupakan tanaman tropis yang suka akan naungan (shade loving plant) dengan potensi hasil bervariasi 50-120 buah/pohon/tahun.[3] Seringkali tumbuh dalam rumpun di sepanjang tepi sungai, di mana akarnya mungkin tergenang untuk jangka waktu yang lama dalam setahun. Kakao tumbuh pada ketinggian rendah, biasanya di bawah 300 meter di atas permukaan laut, di daerah dengan curah hujan 1.000 hingga 3.000 mm per tahun.[4]

Kakao sendiri adalah tanaman asli Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara (Kolombia, Ekuador, Venezuela, Brasil, Guyana, Suriname, dan Guyana Prancis). Ini juga telah diperkenalkan sebagai tanaman pangan ke banyak negara tropis Afrika dan Asia.[4]

Varietas, Kecepatan Tumbuh dan Produksi sunting

Varietas kakao dan kecepatan tumbuhnya sunting

Varietas kakao meliputi:

a. Criolo (fine cocoa atau kakao mulia). Jenis varietas Criolo mendominasi pasar kakao hingga pertengahan abad 18, akan tetapi saat ini hanya beberapa saja pohon Criolo yang masih ada.

b. Forastero Verietas ini merupakan kelompok varietas terbesar yang diolah dan ditanami.

c. Trinitario / Hibrida Merupakan hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo.

Forastero lebih sesuai di dataran rendah, sedangkan Criolo dapat ditanam sampai dengan dataran agak tinggi. Criolo terdiri atas kultivar South American Criolos dan Central American Criolos, sedangkan Forastero terdiri atas kultivar Lower Amazone Hybrid (LAH) dan Upper Amazone Hybrid (UAH). UAH mempunyai karakter produksi tinggi, cepat mengalami fase generatif/berbuah setelah umur 2 tahun, tahan penyakit VSD (Vascular Streak Dieback), masa panen sepanjang tahun dan fermentasinya hanya 6 hari.[3] Sedangkan secara umum, pohon kakao mulai berbuah dan dipanen ketika tanaman sudah berumur empat atau lima tahun. Pohon dewasa mungkin memiliki 6.000 bunga dalam setahun, tetapi hanya sekitar 20 buah yang dihasilkan. Sekitar 300-600 biji (kira-kira dari 10 buah) yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg pasta kakao.

Sementara itu, kategori kakao dalam komoditas perdagangan kakao dunia dibagi menjadi dua kategori besar biji kakao yakni kakao mulia dan kakao curah. Kakao mulia diproduksi dari varietas Criolo. Sedangkan kakao curah berasal dari jenis Forastero[3]

Produksi biji kakao sunting

Tanaman kakao ditumbuhkan dari bibit. Bibit akan berkecambah dan memproduksi tanaman yang baik jika diambil dari pot tidak lebih dari 15 hari. Buah kakao dapat dipanen apabila terjadi perubahan warna kulit pada buah yang telah matang. Sejak fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang, kakao memerlukan waktu sekitar 5 bulan. Buah matang dicirikan oleh perubahan warna kulit buah dan biji yang lepas dari kulit bagian dalam. Bila buah diguncang, biji biasanya berbunyi. Adapun untuk pemeliharaan meliputi pemangkasan, penyiangan, pemupukan, penyiraman, dan pemberantasan hama dan penyakit.[3]

Untuk memproduksi kakao dilakukan rangkaian kegiatan meliputi pemeraman buah, pemecahan buah, fermentasi, perendaman dan pencucian, pengeringan, penyortiran dan penyimpanan.

a. Pemeraman buah

Biasanya dilakukan pemeraman untuk memperoleh keseragaman kematangan buah dan memudahkan pengeluaran biji dari buah kakao. Pemeraman dilakukan di tempat yang teduh, lamanya sekitar 5-7 hari.

b. Pemecahan buah

Buah kakao dipecah atau dibelah untuk mendapatkan biji kakao. Pemecahan buah dapat menggunakan pemukul kayu atau memukulkan buah satu dengan buah lainnya.

c. Fermentasi

Biji kakao difermentasikan di dalam kotak kayu berlubang, dapat terbuat dari papan atau keranjang bambu. Fermentasi memerlukan waktu 6 hari. Dalam proses fermentasi terjadi penurunan berat sampai 25%.

d. Perendaman

Tujuan perendaman dan pencucian adalah untuk menghentikan proses fermentasi dan memperbaiki kenampakan biji. Setelah perendaman, dilakukan pencucian untuk mengurangi sisa-sisa lendir yang masih menempel pada biji dan mengurangi rasa asam pada biji.

e. Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air dalam biji dari 60% sampai pada kondisi kadar air dalam biji tidak dapat menurunkan kualitas biji dan biji tidak ditumbuhi cendawan. Pengeringan dapat dilakukan secara alami dengan sinar matahari maupun pengeringan buatan menggunakan mesin pengering.

f. Penyortiran

Biji kakao kering dibersihkan dari kotoran dan dikelompokkan berdasarkan mutunya. Pengelompokan kakao berdasarkan mutu: mutu A: dalam 100 g biji terdapat 90-100 butir biji; mutu B: dalam 100 g biji terdapat 100-110 butir biji; dan mutu C: dalam 100 g biji terdapat 110-120 butir biji.

g. Penyimpanan

Biji kakao kering dimasukkan ke dalam karung goni. Biji kakao dapat disimpan selama ± 3 bulan.[3]

Setelah menjadi biji kakao, biji kakao siap diolah menjadi produk-produk olahan atau turunannya yang akan disebutkan kemudian.

Penghasil Kakao di Dunia sunting

Di dunia tak banyak negara-negara yang menghasilkan biji kakao kering, terfermentasi maupun tidak. Berikut adalah negara-negara utama penghasil kakao (FAO, 2013).

Peringkat, Negara Area (ha) Produksi
(metrik ton)
%
(produksi dunia)
1   Pantai Gading 2.499.986,20 1.448.992 31,6
2   Ghana 1.600.203,03 835.466 18,2
3   Indonesia 1.774.303,97 777.500 17,0
4   Nigeria 1.200.130,80 * 367.000 8,0
5   Kamerun 670.077,97 275.000 6,0
6   Brasil 689.227,87 213,774 5,6
7   Ekuador 402.399,75 128.446 2,8
8   Meksiko 116.992,44 F 82.000 1,8
9   Peru 97.660,54 28,500 1,6
10   Republik Dominika 150,956.50 68.021 1,5
11   Kolombia 107.718,37 46.739 1,0
12   Papua Nugini 134.993,45 * 41.200 0,9

*: Angka tidak resmi
F: perkiraan FAO

Negara-negara lain menyumbang 4,1% sisanya.

Produksi Kakao di Indonesia sunting

Sejak tahun 1930 kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Tahun 2010 Indonesia merupakan pengekspor biji kakao terbesar ketiga dunia dengan produksi biji kering setelah Negara Pantai Gading dan Ghana.[5] Daerah penghasil kakao Indonesia adalah sebagai berikut: Sulawesi Selatan 184.000 ton (28,26%), Sulawesi Tengah 137.000 ton (21,04%), Sulawesi Tenggara 111.000 ton (17,05%), Sumatera Utara 51.000 ton (7,85%), Kalimantan Timur 25.000 ton (3,84%), Lampung 21.000 ton (3,23%) dan daerah lainnya 122.000 ton (18,74%). Budidaya kakao di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Barat masih tergolong rendah. Menurut BPS pada tahun 2016, daerah dengan produksi kakao terbesar di Jawa Barat adalah Cianjur, Bandung Barat, dan Sukabumi.[6]

 
Buah dari tiga hibrida kakao yang berbeda seri "Djatiroenggo" (DR).

Produk Olahan Kakao sunting

Produk olahan primer sunting

Produk olahan utama dari biji kakao adalah cokelat.[7] Bubuk kakao dan cocoa butter (padatan) - dibuat dari biji kakao yang difermentasi dan dipanggang. Bar cokelat susu khas mengandung sekitar 15% minuman keras kakao dan 20% bubuk kakao. Rasa khas cokelat berkembang selama proses fermentasi. Cokelat mengandung sejumlah besar polifenol, terutama flavonoid seperti flavan-3-ols. Polifenol bertanggung jawab atas kepahitan dan astringensi pada biji kakao mentah. Polifenol dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat tinggi sehingga biji mentah tidak dapat dimakan.[8]

Secara historis, pembuat cokelat telah mengakui tiga kelompok kultivar utama biji kakao digunakan untuk membuat kakao dan coklat yang paling berharga, langka, dan mahal adalah kelompok Criollo, biji kakao yang digunakan oleh Bangsa Maya. Hanya 10% dari coklat terbuat dari Criollo, yang kurang pahit dan lebih aromatik daripada kacang lainnya. Biji kakao di 80% dari coklat dibuat dengan menggunakan biji dari kelompok Forastero. Pohon Forastero secara signifikan lebih keras daripada pohon Criollo, sehingga biji kakao lebih murah. Trinitario, hibrida dari Criollo dan Forastero, digunakan pada sekitar 10% dari coklat. Ini, genetis baru berbasis klasifikasi menjadi 10 kelompok juga dapat membantu pemulia tanaman untuk menciptakan varietas baru yang tahan hama dan penyaki dan mengandung rasa yang lebih disukai. Hasil penelitian Mursidi, di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara, akhir tahun 2008, salah satu hama yang menyerang buah kakao adalah lalat buah, Bactrocera carambolae dan Bactrocera papayae.

Produk olahan sekunder sunting

Bubuk kakao adalah bahan dalam pembuatan kue, es krim, makanan ringan, susu, dan lain-lain. Dalam bahasa keseharian masyarakat kita menyebutnya coklat. Karakter rasa coklat adalah gurih, dengan aroma yang khas sehingga disukai banyak orang khususnya anak-anak dan remaja.

Standardisasi produk olahan kakao sunting

Badan Standardisasi Nasional telah menerbitkan aturan tentang standardisasi cokelat dan produk-produk cokelat pada SNI 7934:2014.[9] Standardisasi produk olahan kakao melalui aturan yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) sangat penting dalam menjaga kualitas dan keseragaman produk-produk cokelat. SNI 7934:2014 merupakan pedoman yang memberikan panduan mengenai berbagai aspek dalam produksi dan pengolahan cokelat serta produk-produk turunannya.

Kajian Metabolomik yang Sudah Dilakukan sunting

Beberapa studi metabolomik tidak terarah (untargeted) telah dilakukan untuk melihat profil dan jenis-jenis metabolit yang terdapat pada biji kakao. Dari beberapa riset dapat diperoleh informasi bahwa kakao adalah salah satu unsur nutrisi yang paling kaya akan polifenol, terutama yang mengandung polifenol kelompok flavonoid, terutama kelompok flavan-3-oles (katekin, epicatechin dan oligomernya merupakan procanidines), walaupun flavonol seperti quercetin dan glukosida serta antokianya juga bisa ditemukan. Baru-baru ini telah dibuktikan bahwa flavonoid kakao dan turunannya sangat baik bermanfaat dalam pencegahan penyakit kardiovaskular dan degeneratif: antioksidan bersifat protektif terhadap radikal bebas dan spesies degeneratif lainnya mencegah oksidasi LDL; modulasi homeostasis vaskular, menghambat agregasi trombosit.[7]

Kajian Metabolomik yang Dapat Dilakukan sunting

Kajian metabolomik yang dapat dilakukan adalah untuk penentuan kualitas biji kakao dari masing-masing varietas dari segi metabolit yang dihasilkannya. Selain itu kajian metabolomik juga dapat dilakukan untuk menentukan/mengoptimasi proses fermentasi yang menghasilkan biji kakao berkualitas jika dilihat dari segi metabolit dan hubungannya dengan cita rasa cokelat yang dihasillkannya.[8]

Manfaat sunting

Biji kakao (biji kakao kering dan terfermentasi) memiliki 45-53,2% lemak dalam bentuk cocoa butter (juga dikenal sebagai theobroma oil) yang terdiri dari berbagai asam lemak. Biji kakao mengandung hingga 10% fenol dan flavenoids yang merupakan antioksidan yang berpotensi menghambat kanker atau penyakit kardiovaskular, serta potasium, magnesium, kalsium dan zat besi. Selain itu, mereka mengandung 1-3% theobromine dan kafein, alkaloid yang merangsang sistem saraf pusat. Kafein memiliki efek positif pada kewaspadaan mental, misalnya saat dikonsumsi dalam minuman berkafein.[4]

Referensi sunting

  1. ^ http://www.theplantlist.org/tpl/record/kew-2519807a[pranala nonaktif permanen]
  2. ^ Parker, Sybil, P (1984). McGraw-Hill Dictionary of Biology. McGraw-Hill Company. 
  3. ^ a b c d e http://www.kemenperin.go.id/download/290/Paket-Informasi-Komoditi-Kakao
  4. ^ a b c "Theobroma cacao L. | Plants of the World Online | Kew Science". Plants of the World Online. Diakses tanggal 2019-04-25. 
  5. ^ Rubiyo, R., & Siswanto, S. (2012). Peningkatan Produksi dan Pengembangan Kakao ( Theobroma cacao L. ) di Indonesia. Jurnal Tanaman Industri Dan Penyegar, 3(1), 33-48. doi:http://dx.doi.org/10.21082/jtidp.v3n1.2012.p33-48
  6. ^ "Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat". jabar.bps.go.id. Diakses tanggal 2019-04-25. 
  7. ^ a b Wang L, Nägele T, Doerfler H, Fragner L, Chaturvedi P, Nukarinen E, Bellaire A, Huber W, Weiszmann J, Eng analysis of cacao seed ripening reveals a sequential interplay of primary and secondary metabolism leading to polyphenol accumulation and preparation of stress resistance. Plant J. 87(3):318-32. doi: 10.1111/tpj.13201
  8. ^ a b "Downloads | Thematic 5 | Proceedings | International Cocoa Research Symposium Peru 2017 | ICCO Workshops and Seminars". www.icco.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-25. Diakses tanggal 2019-04-25. 
  9. ^ "SNI 7934-2014-Cokelat Dan Produk Cokelat - Free Download PDF". kupdf.net (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-04-25. 

1 Diarsipkan 2007-05-02 di Wayback Machine.. S.E. McGregor, Insect Pollination Of Cultivated Crop Plants. USDA. Virtual Book.

Pranala luar sunting