Cita Mineral Investindo

perusahaan asal Indonesia

PT Cita Mineral Investindo Tbk (disingkat Cita, dapat juga disebut sebagai Harita Bauxite) adalah sebuah perusahaan publik di Indonesia (IDX: CITA) yang bergerak di bidang pertambangan bauksit dan pengolahannya menjadi aluminium, baik secara langsung maupun melalui anak usaha. Berkantor pusat di Gedung Panin Bank Pusat, Jl. Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta Selatan,[3] perusahaan ini tercatat sempat mengganti nama dan bidang usaha yang digelutinya sejak awal berdiri.

PT Cita Mineral Investindo Tbk
Publik
Kode emitenIDX: CITA
IndustriPertambangan
Didirikan1992
Kantor
pusat
Jakarta, Indonesia
Tokoh
kunci
    • Lim Gunawan Haryanto (Komisaris Utama)[1]
    • Herry Kesuma Tanoto (Direktur Utama)[2]
ProdukBauksit, aluminium
Situs webcitamineral.com

Sejarah sunting

Produsen furnitur sunting

Cita Mineral Investindo awalnya merupakan sebuah manufaktur furnitur, didirikan pada 27 Juni 1992 dengan nama PT Cipta Panelutama. Mulai beroperasi pada Juli 1992[3] dan dimiliki oleh keluarga Surjaputra (Amir dan Djohan Surjaputra) lewat PT Suryaputra Inti Mulia,[4] usaha awalnya adalah produksi furnitur dari particle board dan medium density fibreboard yang menargetkan pasar ekspor, seperti untuk Eropa, Amerika Serikat, Australia dan Timur Tengah. Produk-produk yang dihasilkannya meliputi rak TV, tempat CD, rak audio, dan sejak 1997 ditambah dengan rak workstation dan home entertainment.[3][5][6] Pabriknya sendiri berlokasi di Jl. Raya Serang KM 12, Cikupa, Tangerang.[7]

Sejak 20 Maret 2002, Cipta Panelutama telah menjadi perusahaan publik dengan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta, dengan harga sahamnya sebesar Rp 200/lembar dan melepas 25% sahamnya.[5][8] Kode sahamnya adalah CITA yang berasal dari singkatan nama perusahaan saat itu, dan masih dipertahankan. Modal yang didapat dari IPO ini ditujukan untuk membeli mesin-mesin, menambah modal (dari Rp 72 miliar), dan membayar hutang.[9] Kebetulan, pada saat yang sama, akibat efek krisis yang belum terlalu jauh, Cipta Panelutama masih harus menyelesaikan hutangnya ke BPPN (dari beberapa bank yang dibekukan) sekitar US$ 1,287 juta ditambah ke beberapa pihak lain yang totalnya lebih dari Rp 20 miliar.[5] Untuk menyelesaikan hutang-hutang tersebut, Cipta Panelutama juga melakukan konversi hutang menjadi saham kepada salah satu krediturnya, Milkiway Capital Ltd. Menjelang akhir 2004, perusahaan justru merugi Rp 3,5 miliar dari pendapatan Rp 48,5 miliar akibat selisih kurs dan kenaikan bahan baku.[10] Tekanan juga didapat dengan perubahan seperti kenaikan tarif listrik dan upah minimum.[11]

Masuknya pemodal baru dan pergantian usaha sunting

Pada tahun 2005, masuklah Harita Group, yang memiliki usaha pertambangan bauksit dalam PT Cipta Panelutama Tbk. Mereka kemudian menjadikan perusahaan ini sebagai alat backdoor listing perusahaan pertambangannya. Dimulai ketika pada Desember 2005, PT Cipta Panelutama mengakuisisi 75% saham PT Harita Prima Abadi Mineral,[12] yang merupakan salah satu pemain utama pertambangan bauksit di Ketapang, Kalimantan Barat sejak Agustus 2005.[4][13][14] Pasca-akuisisi itu, ditargetkan pendapatannya akan naik dari Rp 20 miliar menjadi Rp 58 miliar.[15] Bisnis perusahaan kemudian berubah menjadi pertambangan dari sebelumnya manufaktur furnitur, dan bisnis manufaktur furniturnya ditutup sehingga pada 2006 perusahaan ini sempat tidak memilki karyawan (dari sebelumnya 381 orang pada tahun 2005).[4]

Lewat mekanisme rights issue, pada 8 Juni 2007,[8] Harita (lewat beberapa anak usahanya) kemudian masuk sebagai pemodal dalam PT Cipta Panelutama. Nama perusahaan kemudian berganti nama menjadi PT Cita Mineral Investindo Tbk pada 2 Mei 2007 seiring perubahan usaha.[8] Pada Februari 2010, PT Cita Mineral Investindo dengan mekanisme rights issue kembali mengakuisisi perusahaan pertambangan lain, yaitu PT Karya Utama Tambangjaya sebesar 75% dan dengan harga Rp 224 miliar. Kepemilikan saham pun berubah, dari PT Suryaputra Inti Mulia 19,14%, Richburg Enterprise Pte. Ltd. 21,66%, Red Eastern Shipping & Mining Pte. Ltd. 51% menjadi Richburg 73,15%, Red Eastern 17%, Suryaputra 6,38% dan sisanya publik.[16][17][17] Akuisisi perusahaan pertambangan itu diklaim dapat memperkuat kinerja Cita Mineral karena tidak lagi bergantung pada satu perusahaan saja.[18] Di tahun 2011, diperkirakan Cita Mineral memiliki pendapatan Rp 2,9 triliun dan keuntungan Rp 261 miliar, dan di kuartal pertama 2012 telah menjual 1,7 juta ton bijih bauksit.[16] Sebagian besar bijih bauksit itu diekspor ke perusahaan Tiongkok, seperti Shandong Wenqiao Pioneering Group Co. Ltd. dan Chiping Xinfa Huayu Alumina Co. Ltd.[12]

Untuk mengantisipasi kebijakan pemerintah yang melarang ekspor bijih bauksit mentah, pada 2012 telah dibentuk PT Well Harvest Winning Alumina Refinery, yang merupakan perusahaan patungan bersama sejumlah perusahaan Tiongkok seperti China Hongqiao Group Limited.[3] Perusahaan ini membangun smelter aluminium dengan investasi US$ 2,3 miliar berkapasitas 4 juta ton. Hasil produksi ini, menurut pemiliknya Lim Gunawan Haryanto, salah satunya akan dijual ke Inalum dan produsen dalam negeri lainnya.[19] Sejak 12 Januari 2014, Cita Mineral terpaksa menghentikan ekspor bauksitnya akibat mulai berlakunya kebijakan ekspor produk mentah, dengan kerugian sekitar Rp 5,46 triliun.[20][21] Proyek smelter ini dimulai pada Juli 2013, selesai tiga tahun kemudian[22] dan diklaim sebagai pabrik penghasil smelter grade alumina (SGA) pertama di Indonesia.[3] Dengan selesainya proyek itu, maka pada 11 Agustus 2016 Cita Mineral bisa kembali mengekspor, namun kali ini adalah alumina (hasil pengolahan bauksit) yang hingga Desember 2016 telah mencapai 388.759 metrik ton. Hal ini juga mengurangi kerugiannya dari sebelumnya akibat tidak dapat mengekspor.[23] Diperkirakan, pada akhir 2017, SGA hasil produksi PT Well Harvest telah mencapai 1 juta ton.[24] Di tahun 2017-2020, perusahaan juga telah mendapat beberapa kuota ekspor mencapai jutaan ton metallurgical grade bauxite.[3]

Pada 21 Desember 2017, kepemilikan saham PT Cita Mineral Investindo telah beralih mayoritasnya ke perusahaan lokal (namun tetap milik Harita), yaitu PT Harita Jayaraya sebesar 91%.[25] Kepemilikan saham ini kemudian berkurang seiring masuknya Glencore, sebuah perusahaan pertambangan internasional sebagai partner strategis. Glencore sendiri masuk pertama kali dengan membeli 19% saham Cita Mineral pada 18 Desember 2019[26][27] seharga Rp 1,2 triliun,[28] dan lewat skema rights issue ketiga pada 26 Februari 2020, kepemilikan Glencore telah dinaikkan menjadi 30,21% dengan harga Rp 1,19 triliun.[29] Selain Glencore, pada 19 Desember 2021, sebuah perusahaan batu bara yaitu PT Adaro Energy Tbk telah membeli 3,7% saham di perusahaan ini sebagai bagian diversifikasi bisnis.[30]

Sebagai kelanjutan dari smelter pertama yang sudah beroperasi sejak 2016, smelter kedua sendiri direncanakan akan dibangun sebagai perluasan smelter tahap pertama dengan modal US$ 1,1 miliar yang diharapkan mampu menaikkan produksinya menjadi 2 juta ton/tahun.[22][31] Hingga 2021, proyek smelter ini masih dalam tahap pembangunan dan sempat terhambat pandemi COVID-19 yang salah satunya membuat perusahaan sulit mendatangkan tenaga kerja asing dari Tiongkok.[3] Produk Cita Mineral sendiri diekspor, dengan tujuan utama Tiongkok dan beberapa negara lainnya seperti Arab Saudi, ditambah untuk diproses maupun dijual di pasar lokal.[29][32] Pada tahun 2021, diperkirakan penjualan perusahaan ini mencapai Rp 4,58 triliun dan labanya mencapai Rp 669,31 miliar.[33] Karyawan perseroan pada 2020 mencapai 294 orang, bertambah dari 2019 sebanyak 285 orang.[3]

Kepemilikan sunting

Sebagian besar perusahaan Cita Mineral Inverstindo dimiliki oleh PT Harita Jayaraya, milik bersaudara Lim Hariyanto Wijaya Sarwono, Lim Gunawan Haryanto, dan Lim Gunadi Haryanto dengan porsi sebesar 62,10%. Sisa kepemilikan dipegang oleh Glencore International Investment Ltd. (30,21%), PT Suryaputra Inti Mulia (5,42%), dan publik (2,27%).[3][34]

Anak usaha sunting

  • PT Harita Prima Abadi Mineral
    • PT Sandai Karya Utama
    • PT Ketapang Karya Utama
    • PT Sandai Inti Jaya Tambang
    • PT Ketapang Karya Tambang
    • PT Labai Pertiwi Tambang
    • PT Megah Putra Jaya Tambang
  • PT Karya Utama Tambangjaya
    • PT Duta Kemakmuran Jayaraya
    • PT Kemakmuran Surya Inti Perkasa[3]
  • PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (minoritas)

PT Cita Mineral Investindo Tbk memiliki beberapa konsesi (Izin Usaha Pertambangan) di Simpang Dua (19.470 ha), Simpang Hulu (8.827 ha), Marau (26.245 ha), Sandai (13.630 ha dan 24.700 ha). PT Harita Prima Abadi Mineral memiliki konsesi 2.382 ha di Kendawangan; PT Labai memiliki konsesi 11.190 ha di Simpang Hulu; PT Sandai Karya memiliki konsesi 14.630 ha di Sandal; PT Ketapang memiliki konsesi 10.610 ha di Nanga Tayap; PT Karya Utama memiliki konsesi 5.865 ha dan 1.990 ha masing-masing di Simpang Hulu dan Simpang Dua. Semua konsesi itu ada di Ketapang, Kalimantan Barat dan bergerak di bidang pertambangan bauksit, terutama Metallurgical Grade Bauxite (MGB). Sementara PT Well Harvest Winning Alumina Refinery bergerak dalam pengolahan bauksit menjadi Smelter Grade Alumina (SGA).[3]

Kontroversi sunting

Pada 13 Mei 2022, 47 warga Dusun Air Durian, Desa Air Upas, Air Upas, Ketapang, memberikan denda adat kepada operasional Cita Mineral di daerah tersebut sebesar Rp 200 juta, tajau (semacam guci) 10 buah, ditambah masing-masing sebuah "kelinang sebarangun" dan tetawak (semacam gong). Hal ini karena Cita Mineral diklaim sudah melanggar/menyerobot tanah ulayat dalam operasionalnya.[35][36]

Rujukan sunting

  1. ^ Dewan Komisaris
  2. ^ Board of Directors
  3. ^ a b c d e f g h i j k LapTahunan CITA 2021
  4. ^ a b c Lap Tahunan Keuangan CITA 2006
  5. ^ a b c Cipta Panelutama Catatkan Saham Perdana
  6. ^ Indonesian Capital Market Directory
  7. ^ Direktori Industri Pengolahan Indonesia
  8. ^ a b c Sejarah dan Profil Singkat CITA (Cita Mineral Investindo Tbk)
  9. ^ Finance: Indonesia
  10. ^ Restrukturisasi Utang Cipta Panelutama Tuntas Agustus 2005
  11. ^ Kapital, Volume 3,Masalah 7-12
  12. ^ a b Lapkeu CITA 2006, Q2
  13. ^ Biografi/profil Bupati & Walikota Seluruh Indonesia
  14. ^ of an ecolabeled notebook : consideration of social and environmental ...
  15. ^ Cipta Panelutama Tergetkan Laba Bersih Rp 58 Miliar
  16. ^ a b LARANGAN EKSPOR: Kinerja CITA Diprediksi Negatif
  17. ^ a b Akuisisi Karya Utama, Cita Mineral Rights Issue Rp 224,715 Miliar
  18. ^ Incar Tambang Baru, CITA Gelar Rights Issue
  19. ^ Harita Group Investasi Smelter Rp 10 Triliun
  20. ^ 'Freeport US$ 2,5 miliar, kami US$ 2,3 miliar'
  21. ^ Cita Mineral Investindo Hentikan Ekspor Bauksit
  22. ^ a b CITA siap lanjutkan proyek smelter tahap II
  23. ^ Penjualan Cita Mineral Investindo (CITA) Melambung, Rugi Bersih Berkurang
  24. ^ Cita Mineral Peroleh Izin Ekspor 3,56 Juta Ton Bauksit
  25. ^ Jual Beli Saham: Richburg Hengkang Dari CITA, Harita Perbesar Kepemilikan
  26. ^ Harita Berniat Jual Saham Cita Ke Glencore
  27. ^ Glencore akan menambah saham di Cita Mineral (CITA) lewat rights issue
  28. ^ Resmi! Glencore Caplok 18% Saham Cita Mineral Rp 1,2 T
  29. ^ a b Glencore Eksekusi "Rights Issue" Cita Mineral Rp 1,19 Triliun
  30. ^ Adaro Akuisisi Saham Cita Mineral
  31. ^ Cita Mineral Komitmen Tuntaskan Proyek Smelter Well Harvest
  32. ^ Cita Mineral targetkan laba Rp11,3 miliar di 2017
  33. ^ Terjun 14,35 Persen, Laba Cita Mineral (CITA) Tersisa Rp568 Miliar
  34. ^ "Ownership Structure - PT Cita Mineral Investindo Tbk". www.citamineral.com. Diakses tanggal 2022-05-16. 
  35. ^ PT CMI Tbk Dituntut Sejumlah Denda Adat
  36. ^ Kades Air Upas Akui PT CMI Tbk Gali Tanah Ulayat Adat Sebelum Tukar Guling Selesai Dilakukan

Pranala luar sunting