Calabai merupakan sebutan bagi laki-laki yang berpenampilan seperti layaknya perempuan dalam budaya Suku Bugis, Provinsi Sulawesi Selatan.[1] Masyarakat Suku Bugis dikenal memiliki lebih dari dua gender, yakni pembagian gender selain laki-laki dan perempuan.[2] salah satunya adalah Calabai, yaitu berperilaku layaknya seorang perempuan.[2] masyarakat umum biasa menyebut dengan istilah wadam (Singkatan dari Wanita Adam).[2] selain Calabai, masyarakat Suku Bugis juga mengenal kaum perempuan yang berperilaku menyerupai laki-laki yang disebut sebagai Calalai, serta pendeta Suku Bugis yang sebetulnya laki-laki tetapi berpenampilan seperti perempuan yang dikenal dengan sebagai Bissu.[2]

Klasifikasi

sunting

Konsep calabai dalam masyarakat Suku Bugis, diklasifikasikan dalam beberapa jenis. Umumnya, ada tiga klasifikasi calabai, di antaranya:

  1. Calabai tungke’na lino; calabai inilah yang memiliki derajat paling tinggi dan berhak menyandang gelar Bissu, tetapi tidak menutup peluang calabai lain bilamana mendapat petunjuk dari dewata.
  2. Paccalabai; dalam masyarakat Suku Bugis, golongan ini merupakan golongan bali-balla’ atau dapat berhubungan dengan laki-laki maupun perempuan.
  3. Calabai kedo-kedonami; Jenis ini dalam konsep calabai Suku Bugis, merupakan golongan terendah. Artinya, hanya gaya dan pakaiannya saja yang bermodel calabai, tetapi secara fitrawi, mereka sesungguhnya adalah lelaki tulen.

Tradisi

sunting

Calabai meskipun dikatakan laki-laki yang berpenampilan seperti wanita, akan tetapi mereka tidak menganggap dirinya sebagai wanita, dan tidak dianggap sebagai wanita. Mereka juga tidak ingin menjadi wanita, baik dengan menerima pembatasan sebagai perempuan seperti tidak akan keluar sendirian di malam hari, atau dengan menciptakan tubuh mereka melalui operasi. Calabai juga mempunyai peran spesifik sebagai bagian dari masyarakat Suku Bugis.[1]

Contohnya dalam tradisi adat pernikahan Suku Bugis. Jika ada acara pernikahan dalam masyarakat Suku Bugis, sangat jarang calabai tidak dilibatkan dalam hal pengaturannya. Jika waktu pernikahan sudah disepakati, keluarga akan melibatkan Calabai dan bernegosiasi tentang rencana pernikahan. Calabai akan bertanggung jawab untuk banyak hal: pengaturan dan dekorasi tenda, mengatur kursi pengantin, gaun pengantin, kostum untuk pengantin pria dan keseluruhan rangkaian pesta pernikahan, make up untuk semua yang terlibat, dan semua makanan. Beberapa calabai ada yang tetap di dapur menyiapkan makanan sementara yang lainnya ada yang menjadi bagian dari Penerima tamu, menunjukkan tamu ke tempat duduk mereka.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c gender kelima sulawesi Diarsipkan 2015-04-14 di Wayback Machine. diakses 14 April 2015
  2. ^ a b c d Calabai[pranala nonaktif permanen] diakses 14 April 2015