Kesenian Buroq lahir di Cirebon diperkirakan tahun 1920 di desa Kalimaro Kecamatan Babakan.[1] Penciptanya yaitu Bapak Ta'al.[1]

Genjring Buroq merupakan kesenian helaran atau arak-arakan terutama dalam khitanan untuk mengarak pengantin sunat.[1] Waditra yang digunakan adalah 4 buah genjring, gong, gitar, biola dsb.[1] Peralatan boneka Buroq terdiri dari boneka yang berbadan kuda bersayap dan berkepala wanita cantik, sepasang boneka ondel-ondel, macan tutul dsb.[1]

Pemunculan boneka ini sendiri awalnya memang lebih ditujukan untuk memperingati Isra Miraj.[2] Tapi lama-kelamaan, boneka ini juga kerap dimunculkan dalam keriaan-keriaan bernapaskan Islam, seperti acara khataman Alquran, khitanan dan membangunkan orang sahur seperti di Desa Pakijangan.[2]

Suasana Ramadan di Desa Pakijangan, sebenarnya hampir tak ada bedanya dengan suasana bulan Puasa di wilayah-wilayah masyarakat muslim lainnya.[2] Setelah berbuka, masyarakat memenuhi masjid untuk melaksanakan salat Tarawih.[2] Yang membedakan adalah ketika dini hari tiba.[2] Saat warga lainnya masih terlelap tidur, para pemuda dan seniman Buroq justru berkumpul di salah satu sudut desa bersiap-siap membangunkan warga lainnya agar melaksanakan sahur.[2] Di Desa Pakijangan, tradisi ini sudah dilakukan para pemain orkes Buroq Bandarjaya pimpinan Wasjan sejak 20 tahun lampau.[2]

Setelah semua siap, boneka Buroq yang menggambarkan kendaraan Rasulullah ini mulai dimainkan.[2] Boneka berbentuk seperti kuda terbang berkepala bidadari berparas ayu ini, dimainkan dua orang penari laki-laki.[2] Sementara puluhan warga lainnya meramaikan kegiatan Obrok Buroq ini.[2] Dilengkapi kesenian tradisional gendang Cirebonan dan rebana, obor pun dinyalakan dan secara beriringan rombongan Obrok Burok ini mulai mengelilingi kampung.[2]

Rujukan

sunting