Bunuh diri di Jepang
Bunuh diri di Jepang telah menjadi masalah sosial nasional yang signifikan.[2][3] Pada 2014, rata-rata 70 orang Jepang melakukan bunuh diri setiap hari, dan kebanyakan adalah pria.[4] Jepang memiliki tingkat bunuh diri yang relatif tinggi ketimbang negara lain, tetapi jumlah bunuh diri berkurang dan pada 2013 telah berada di bawah 30,000 untuk tiga tahun berturut-turut.[5] Tujuh puluh satu persen orang yang bunuh diri di Jepang adalah laki-laki,[3] dan ini merupakan sebab utama kematian dalam kaum laki-laki di usia 20–44.[6]
Selama krisis keuangan Asia tahun 1997, tingkat bunuh diri melonjak drastis, meningkat sebesar 34,7% pada tahun 1998 saja dan bertahan relatif tinggi selama lebih dari satu dekade.[2] Setelah memuncak pada tahun 2003, tingkat bunuh diri secara bertahap menurun, jatuh ke rekor terendah (sejak 1978) pada tahun 2019.[7] Tingkat bunuh diri bulanan di Jepang meningkat sebesar 16% antara Juli dan Oktober 2020, karena sejumlah alasan yang dikaitkan dengan pandemi COVID-19.[8]
Lokasi
suntingLokasi terkenal untuk bunuh diri adalah Aokigahara, kawasan hutan di kaki Gunung Fuji.[9] Dalam periode menjelang tahun 1988, sekitar 30 kasus bunuh diri terjadi di sana setiap tahun.[10] Pada tahun 1999, 74 kasus bunuh diri terjadi,[11] rekor terbanyak hingga tahun 2002, ketika 78 kasus bunuh diri ditemukan.[12] Tahun berikutnya, sebanyak 105 mayat ditemukan, menjadikan tahun 2003 sebagai tahun paling mematikan yang pernah tercatat di Aokigahara.[13] Daerah tersebut dipatroli oleh polisi untuk mencari kasus bunuh diri. Catatan polisi menunjukkan bahwa pada tahun 2010, ada 247 upaya bunuh diri (54 di antaranya berakibat fatal) di hutan.[12]
Rel kereta api juga merupakan tempat umum untuk bunuh diri, dan Jalur Cepat Chūō terkenal sebagai tempat kasus yang tinggi.[14] Beberapa perusahaan kereta api Jepang telah memasang pintu kasa peron, dan/atau lampu berwarna biru yang dimaksudkan untuk menenangkan suasana hati orang, sebagai upaya untuk mengurangi upaya bunuh diri di stasiun.[15]
Referensi
sunting- ^ "Health status - Suicide rates - OECD Data" (dalam bahasa Inggris). Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Diakses tanggal 7 May 2020.
- ^ a b Strom, Stephanie (15 July 1999). "In Japan, Mired in Recession, Suicides Soar". The New York Times. Diakses tanggal 2008-09-20.
- ^ a b Lewis, Leo (19 June 2008). "Japan gripped by suicide epidemic". The Times. Diakses tanggal 2008-09-20.
- ^ Rupert Wingfield-Hayes BBC News Why does Japan have such a high suicide rate? 3 July 2015
- ^ "Suicides down fourth straight year". Kyodo. 2 June 2014. Diakses tanggal 2014-06-08.
- ^ Chambers, Andrew (3 August 2010). "Japan: ending the culture of the 'honourable' suicide". The Guardian. London. Diakses tanggal 2011-03-21.
- ^ Osaki, Tomohiro (2020-01-17). "Suicides in Japan fell below 20,000 to record low last year". The Japan Times Online (dalam bahasa Inggris). ISSN 0447-5763. Diakses tanggal 2020-03-17.
- ^ Tanaka, Takanao; Okamoto, Shohei (15 January 2021). "Increase in suicide following an initial decline during the COVID-19 pandemic in Japan". Nature Human Behaviour (dalam bahasa Inggris). 5 (2): 229–238. doi:10.1038/s41562-020-01042-z . ISSN 2397-3374. PMID 33452498 Periksa nilai
|pmid=
(bantuan). - ^ McCurry, Justin (19 June 2008). "Nearly 100 Japanese commit suicide each day". The Guardian. London. Diakses tanggal 2008-09-20.
- ^ Takahashi, Yoshitomo (1988). "EJ383602 - Aokigahara-jukai: Suicide and Amnesia in Mt. Fuji's Black Forest". Suicide and Life-Threatening Behavior. Education Resources Information Center (ERIC). 18 (2): 164–175. doi:10.1111/j.1943-278X.1988.tb00150.x. PMID 3420643. Diakses tanggal 2008-09-20.
- ^ "Suicide manual could be banned". World: Asia-Pacific. BBC News. 10 December 1999. Diakses tanggal 2008-09-20.
- ^ a b "'Suicide forest' yields 78 corpses". The Japan Times. 7 February 2003. Diakses tanggal 2008-09-20.
- ^ http://www.aokigaharaforest.com/ retrieved 07.02.2016
- ^ French, Howard W. (6 June 2000). "Kunitachi City Journal; Japanese Trains Try to Shed a Gruesome Appeal". The New York Times. Diakses tanggal 2008-09-20.
- ^ "The Amazing Psychology of Japanese Train Stations". Bloomberg.com. 22 May 2018.