Badoncek atau barantam adalah tradisi dalam budaya Minangkabau yakni memberikan sesuatu kepada pihak lain sebagai wujud kebersamaan dan kegotongroyongan yang berlandaskan ajaran adat barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang. Pemberian dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh pihak lain. Kata badoncek berarti iur, lompat atau lempar.[1]

Tradisi badoncek umumnya berkembang di kalangan masyarakat Pariaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan ketika menghadapi kegiatan yang memerlukan biaya, seperti helat perkawinan atau membangun rumah dan biasanya dilakukan dalam lingkungan keluarga.

Prinsip kebersamaan dan kekeluargaan dalam badoncek dilakukan secara sukarela dan terbuka, diikuti oleh masyarakat di kampung ataupun di rantau. Sumbangan yang diberikan berbentuk uang atau materi sesuai dengan kebutuhan. Besar kecilnya sumbangan bergantung pada hubungan keluarga dan kemampuan masing-masing. Walaupun bersifat terbuka dan cendrung saling berlomba, badoncek tidak dirasakan sebagai perbuatan riya atau sombong.

Badoncek dalam pembangunan

sunting

Badoncek terus dikembangkan oleh masyarakat Padang Pariaman, Sumatera Barat dalam setiap kegiatan keagamaan dan sosial sebagai wujud peran aktif dalam mendukung program pembangunan di daerah. Dalam sebuah acara Maulid Nabi Muhammad SAW si Surau Aur misalnya bisa terkumpul dana sebesar 45 Juta rupiah untuk pembangunan jalan dan fasilitas pembangunan.[2] Jika badoncek ini sering diadakan oleh masyarakat maka kontribusi dari pemerintah daerah maupun pusat, hanya pada menambah atau menyediakan infrastruktur dan fasilitas. Hal ini dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi masyarakat ke arah lebih baik.

Referensi

sunting
  1. ^ Ensiklopedia Sastra Minangkabau. Padang: Balai Bahasa. 2008. 
  2. ^ "Tradisi Badoncek Wujud Peran Masyarakat dalam Pembangunan". Antara.