Raden Adipati Ario Soejono (lahir di Tulungagung, Jawa Timur, Hindia Belanda, 31 Maret 1886; meninggal di London, Inggris, 5 Januari 1943) adalah satu-satunya orang Hindia Belanda (sekarang Indonesia) yang pernah menjabat sebagai menteri di dalam kabinet pemerintahan Belanda. Lahir sebagai anak bupati Tulungangung, Soejono mengawali karier sebagai pegawai pemerintah kolonial (Binnenlands Bestuur) Hindia Belanda pada tahun 1908. Seorang nasionalis Islam moderat, selanjutnya Soejono menjalani beberapa jabatan pemerintahan, seperti:

Raden Adipati Ario Soejono

Karier selama Perang Dunia II

sunting

Tepat sebelum jatuhnya Hindia Belanda ke tangan pasukan Jepang pada 9 Maret 1942, Soejono bersama Loekman Djajadiningrat melarikan diri ke Brisbane, Australia mendampingi Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Dr. H.J. van Mook. Dr. van Mook selanjutnya diangkat sebagai Menteri Urusan Tanah Jajahan (Ministrie van Koloniën) di Kabinet Perang Belanda pimpinan Perdana Menteri Pieter Sjoerds Gerbrandy yang dibentuk di pengasingan di London (3 September 1940 - 24 Juni 1945) dan Soejono menjadi penasihat utamanya.

Sementara van Mook tetap tinggal dan menjalankan pemerintahan kolonial Hindia Belanda di Brisbane, Australia, Soejono ditarik ke London untuk menjabat wakil ketua Dewan Bantuan untuk Hindia Belanda (Raad van Bijstand voor Nederlands-Indische Zaken) pada 21 Mei 1942 sampai 8 Juni 1942. Kemudian pada 9 Juni 1942 ditunjuk sebagai menteri tanpa portofolio. Tujuannya adalah untuk meyakinkan kepada Amerika Serikat dan Inggris bahwa Belanda bukanlah negara kolonial dengan melibatkan warga Hindia Belanda dalam pemerintahan mereka. PM Gerbrandy, dalam pidato pembukaan sidang kabinetnya, mengatakan, "...saat bersejarah, karena sekarang untuk pertama kalinya seorang putra bangsa Indonesia menjadi anggota Pemerintah Belanda".

Soejono bertugas memberikan saran kepada Ratu Wilhelmina mengenai hubungan politik antara Belanda dan koloni Hindia Belanda pasca Perang Dunia II. Pada bulan Oktober 1942, ia membuat dua catatan yang ia menjelaskan bahwa banyak orang Hindia Belanda yang tidak setuju dengan rencana Belanda tersebut. Belanda harus memberikan opsi penentuan nasib sendiri (zellfbeschikkingsrecht/self-determination) kepada warga Hindia Belanda seusai perang dengan tetap menghormati hubungan konstitusional dengan Belanda. Selama sidang kabinet di Oktober 1942, Soejono melakukan tiga kali banding kepada rekan-rekannya, tapi tak seorang pun yang mendukungnya, termasuk menteri dari SDAP. Peserta sidang kemudian melihat Soejono marah besar. Dan hasilnya, tidak ada tawaran opsi penentuan nasib sendiri kepada rakyat Hindia Belanda dalam pidato Ratu Wilhelmina pada 7 Desember 1942.

Soejono meninggal dalam usia 56 tahun di London, Inggris pada 5 Januari 1943. Putranya, Irawan Soejono yang tinggal di Belanda, ditembak mati oleh tentara Nazi Jerman pada tahun 1945.

Referensi

sunting
  • Harry A. Poeze, Cornelis Dijk, Inge van der Meulen. Di negeri penjajah: orang Indonesia di negeri Belanda, 1600-1950
  • W. H. van Helsdingen. De Plaats Van Nederlandsch-indie in Het Koninkrijk, Volume 1
  • Charles D. Pettibone. The Organization and Order of Battle of Militaries in World War II

Pranala luar

sunting