Apriori adalah pengetahuan yang ada sebelum bertemu dengan pengalaman.[1] Atau dengan kata lain, sebuah istilah yang dipakai untuk menjelaskan bahwa seseorang dapat berpikir dan memiliki asumsi tentang segala sesuatu, sebelum bertemu dengan pengalaman dan akhirnya mengambil kesimpulan.[1] Hal ini dipakai untuk mengkritik filsafat empirisme yang hanya menekankan yang logis, yang dialami, yaitu selalu bergantung pada pengalaman, hal itu disebut sebagai a posteriori.[1]

Asal kata apriori adalah bahasa Latin prius yang berarti unsur-unsur, dan a berati "tidak" atau "sebelum", jadi, apriori adalah unsur-unsur sebelum, yaitu sebelum bertemu dengan pengalaman.[2] Dan unsur-unsur yang dimaksud adalah kategori-kategori yang dimiliki manusia yang dipakai untuk mengolah data inderawi sehingga menghasilkan pengetahuan yang sahih atau handal.[2]

Istilah ini paling sering dan penting dikemukakan oleh Imanuel Kant, seorang filsuf besar.[1] Bagi Kant, apriori berangkat dari dugaan tanpa bergantung yang empiris atau pengalaman yang bisa ditangkap oleh inderawi.[1] Istilah ini dipakai untuk menyatakan bahwa manusia sudah memiliki kesadaran dalam dirinya sebelum bertemu dengan pengalaman-pengalaman dalam lingkungan dan dunianya.[1] Kant menyatakan bahwa pengetahuan yang sahih bukan hanya bergantung dari pengalaman saja, sebab hal ini kurang logis berkenaan dengan waktu dan asal mula.[1] Bagi dia, terdapat hal-hal yang selalu tidak bisa ditangkap dan dijelaskan oleh inderawi saja.[1] Imanuel Kant meyakini bahwa ada sesuatu yang menjadi "dalang" atas pikirannya.[1] Dan dia memakai istilah "transenden" untuk menunjukkan subyek yang niscaya sudah ada itu.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j Lorens Bagus., Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996, Hlm. 68
  2. ^ a b Simon Petrus Lili Tjahjadi, Tuhan Para Filsuf dan Ilmuwan, Yogyakarta: Kanisius, 2007, Hlm. 49