Apologetika presuposisional

Presuposisionalisme adalah sebuah mazhab epistemologis dari apologetika Kristen yang menguji presuposisi yang menjadi dasar wawasan dunia, dan mengundang perbandingan dan kontras antara hasil-hasil presuposisi tersebut.

Mazhab ini mengklaim bahwa selain melalui presuposisi, manusia tidak dapat memahami pengalaman apa pun, dan tidak ada seperangkat asumsi netral yang dapat digunakan untuk berargumentasi dengan orang non-Kristen.[1] Kaum presuposisionalis mengklaim bahwa orang Kristen tidak dapat secara konsisten menyatakan kepercayaan mereka terhadap keberadaan yang harus ada dari Allah dalam Alkitab dan pada saat yang sama berargumen atas dasar seperangkat asumsi lainnya bahwa Allah mungkin tidak ada dan wahyu Alkitab mungkin tidak benar.[2][Verifikasi gagal] Terdapat dua mazhab presuposisionalisme, yang didasarkan pada ajaran-ajaran yang berbeda dari Cornelius Van Til dan Gordon Haddon Clark. Presuposisionalisme kontras dengan apologetika klasik dan apologetika evidensial.

Presuposisionalis membandingkan presuposisi mereka dengan standar-standar utama lainnya seperti rasio, pengalaman empiris, dan perasaan subjektif, dan mengklaim bahwa presuposisi dalam konteks ini adalah:

sebuah kepercayaan yang mendahului kepercayaan lainnya dan oleh karena itu berfungsi sebagai kriteria untuk lainnya. Presuposisi ultimat adalah sebuah kepercayaan yang tidak dapat didahului oleh kepercayaan lainnya. Bagi seorang Kristen, isi Kitab Suci harus menjadi presuposisi ultimatnya... Doktrin ini hanyalah hasil dari 'ketuhanan Allah Kristen' di dalam wilayah pemikiran manusia. Doktrin ini hanya menerapkan doktrin infalibilitas Kitab Suci dalam ranah pengetahuan.[3]

Catatan

sunting

Referensi

sunting

Bibliografi

sunting