Anaxagoras adalah salah seorang filsuf dari mazhab pluralisme.[1] Filsuf lain yang tergolong di dalam mazhab ini adalah Empedokles.[1][2] Anaxagoras, sebagaimana Empedokles, mengajarkan bahwa realitas alam semesta berasal dari banyak prinsip.[1][2] Anaxagoras hidup sezaman dengan Empedokles dan juga para filsuf atomis awal, seperti Leukippos dan Demokritos.[3] Anaxagoras diketahui mengarang satu buku dalam bentuk prosa.[2] Akan tetapi, hanya beberapa fragmen dari bagian pertama yang masih tersimpan.[2]

Infobox orangAnaxagoras

Biografi
Kelahiran(grc) Ἀναξαγόρας
k. 500 SM
Klazomenai
Kematiank. 428 SM (71/72 tahun)
Lampsakos
Kegiatan
SpesialisasiAstronomi, matematika dan filsafat
Pekerjaanmatematikawan, astronom, fisikawan, filsuf, penulis
PeriodeSejarah kuno
AliranPluralist school (en) dan Filsafat pra-Sokrates
MuridMetrodorus of Lampsacus (en), Empedokles dan Carneades of Athens (en)

Riwayat Hidup sunting

Anaxagoras (500-428 SM) lahir di kota Klazomenai, Ionia, Asia Kecil, sekitar tahun 500 SM.[2][3][4] Pada tahun 480 SM, Anaxagoras meninggalkan kota asalnya dan menetap di Athena.[2] Ia tinggal di Athena selama kurang lebih 50 tahun.[2] Dengan demikian Anaxagoras menjadi filsuf pertama yang berkarya di Athena, yang nantinya akan menjadi pusat Filsafat Yunani.[2]

Di Athena Anaxagoras berteman dengan Pericles, seorang politikus terkenal di Athena.[2][4][5] Selain itu, disebutkan pula bahwa Euripides, dramawan tersohor kesusasteraan Yunani, adalah murid Anaxagoras.[2][4][5]

Ketika Pericles telah berusia lanjut, musuh-musuhnya berhasil memfitnah Anaxagoras dengan tuduhan murtad dan Anaxagoras diancam hukuman mati.[2][5] Tampaknya Anaxagoras difitnah karena ia menganggap matahari dan bulan bukan sebagai dewa melainkan benda-benda material semata.[2][4][5] Dengan pertolongan Pericles, ia dilepaskan dari penjara dan melarikan diri ke kota Lampsakos.[2][4] Anaxagoras dikatakan meninggal di sana pada usia 72 tahun.[2][4]

Pemikiran sunting

Tentang Benih-Benih sebagai Prinsip Alam Semesta sunting

Anaxagoras sama seperti Empedokles yang menyatakan bahwa prinsip dasar yang menyusun alam semesta tidaklah tunggal, tetapi mereka berbeda di dalam jumlahnya.[1][2] Empedokles menyatakan bahwa hanya ada 4 zat yang menjadi prinsip alam semesta, sedangkan Anaxagoras menyatakan bahwa jumlah prinsip tersebut tak terhingga.[1][2][3][4][6] Zat-zat tersebut disebutnya "benih-benih" (spermata).[1] Menurut Anaxagoras, setiap benda, bahkan seluruh realitas di alam semesta, tersusun dari suatu campuran yang mengandung semua benih dalam jumlah tertentu.[1][6][7] Indra manusia tidak dapat mencerap semua benih yang ada di dalam satu benda, melainkan hanya benih yang dominan.[1] Contohnya jikalau manusia melihat emas, maka ia dapat langsung mengenalinya sebagai emas, sebab benih yang dominan pada benda tersebut adalah benih emas.[1] Akan tetapi, pada kenyataannya selain benih emas, benda itu juga mempunyai benih tembaga, perak, besi, dan sebagainya.[1] Hanya saja semua benih tersebut tidak dominan sehingga tidak ditangkap oleh indra manusia.[1]

Argumentasi yang ditunjukkan oleh Anaxagoras adalah melalui tubuh manusia.[2] Di dalam tubuh manusia terdapat berbagai unsur, seperti daging, kuku, darah, rambut, dan sebagainya.[2] Bagaimana mungkin rambut dan kuku tumbuh, padahal manusia tidak memakan rambut atau kuku? Pemecahan yang diberikan Anaxagoras adalah karena di dalam makanan telah terdapat benih rambut, kuku, daging, dan semua unsur lainnya.[2]

Tentang Nous sunting

Jikalau Empedokles menyatakan ada dua prinsip yang menyebabkan perubahan-perubahan dari zat-zat dasar, yakni "cinta" dan "benci", maka Anaxagoras menyatakan hanya ada satu prinsip yang mendorong perubahan-perubahan dari benih-benih tersebut, yakni nous.[1][2] Nous berarti "roh" atau "rasio".[1][2] Ia tidak tercampur dengan benih-benih dan terpisah dari semua benda, tetapi menjadi prinsip yang mengatur segala sesuatu.[2][7]

Masih menjadi perdebatan apakah nous yang dimaksudkannya bersifat materi atau tidak, sebab Anaxagoras mengatakan bahwa nous merupakan unsur yang paling halus dan paling murni dari segala yang ada.[1][2] Akan tetapi, jelas bahwa Anaxagoras adalah filsuf pertama yang menetapkan kemandirian roh atau rasio terhadap semua zat atau materi.[1]

Tentang Alam Semesta sunting

Ajaran Anaxagoras tentang alam semesta mirip dengan filsuf-filsuf pertama dari Ionia, khususnya Anaximenes.[2] Anaxagoras berpendapat bahwa badan-badan jagat raya terdiri dari batu-batu yang berpijar akibat kecepatan tinggi dari pusaran angin yang menggerakkannya.[2]

Tentang Makhluk Hidup sunting

Anaxagoras adalah filsuf pertama yang membedakan secara jelas antara makhluk hidup dengan yang tidak hidup.[2] Dikatakan bahwa nous memang menguasai segala-galanya, tetapi tidak ada di dalam makhluk yang tidak hidup, termasuk tumbuh-tumbuhan.[2]

Tentang Pengenalan sunting

Berbeda dari Empedokles yang menyatakan bahwa yang sama mengenal yang sama, menurut Anaxagoras prinsip pengenalan justru yang berlawanan mengenal yang berlawanan.[2][7] Argumentasi yang diberikan olehnya adalah pengenalan inderawi manusia yang disertai rasa nyeri, misalnya bila tangan meraba air panas, atau mata melihat benda yang terlalu terang.[2]

Lihat Juga sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
  3. ^ a b c (Inggris)Ted Honderich (ed.). 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford, New York: Oxford University Press.
  4. ^ a b c d e f g (Inggris)Jonathan Barnes. 2001. Early Greek Philosophy. London: Penguin.
  5. ^ a b c d Juhaya S. Praja. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana.
  6. ^ a b (Inggris)Richard McKirahan. 2003. "Presocratic Philosophy". In The Blackwell Guide to Ancient Philosophy. Christopher Shields (Ed.). Malden: Blackwell Publishing.
  7. ^ a b c (Inggris)Daniel W. Graham. 1999. "Empedocles and Anaxagoras: Responses to Parmenides". In The Cambridge Companion to Early Philosophy. A.A. Long (Ed.). London: Cambridge University Press.

Pranala luar sunting