Analisis wacana kritis

Analisis wacana kritis (bahasa Inggris: critical discourse analysis (CDA)) adalah media pengungkapan kekuasaan, dominasi, dan ketidaksetaraan dipraktikkan, direproduksi, atau dilawan oleh teks tertulis maupun perbincangan dalam konteks sosial dan politis.[1] Analisis ini mengambil posisi melawan arus dominasi dalam kerangka besar untuk melawan ketidakadilan sosial.[1] Analisis Wacana Kritis adalah pendekatan konstruktivis sosial yang meyakini bahwa representasi dunia bersifat linguistis diskursif, makna bersifat historis dan pengetahuan diciptakan melalui interaksi sosial.[2]

Sejarah

sunting

Analisis wacana kritis berawal dari munculnya konsep analisis bahasa kritis (Critical Language Awareness) dalam dunia pendidikan barat.[3].Analisis wacana kritis merupakan kelanjutan atau bahkan bagian dari analisis wacana (Discourse Analysis).[3] Kajian analisis wacana (Discourse Analysis) ini begitu luas baik dari segi cakupannya, metodologinya, maupun pemaknaannya.[3] Analisis wacana kritis mempunyai ciri yang berbeda dari analisis wacana yang bersifat “non-kritis”, yang cenderung hanya mendeskripsikan struktur dari sebuah wacana.[3] Analisis ini bertindak lebih jauh, di antaranya dengan menggali alasan sebuah wacana memiliki struktur tertentu, yang pada akhirnya akan berujung pada analisis hubungan sosial antara pihak-pihak yang tercakup dalam wacana tersebut.[3] Analisis ini juga merupakan kritik terhadap linguistik dan sosiologi.[3] Analisis wacana kritis menyediakan teori dan metode yang bisa digunakan untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana dan perkembangan sosial dan kultural dalam domain-domain sosial yang berbeda.[4] Untuk menganalisis wacana, yang salah satunya bisa dilihat dalam area linguistik, yaitu dengan memperhatikan kalimat-kalimat yang terdapat dalam teks novel yang bisa menggunakan teori analisis wacana kritis.[4]

Karakteristik

sunting
  • Tindakan

Ada beberapa konsekuensi dalam memandang wacana.[5] Pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, seperti untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyanggah, bereaksi, dan sebagainya.[5] Seseorang berbicara atau menulis mempunyai maksud tertentu, baik besar maupun kecil.[5] Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran.[5]

  • Konteks

Ada beberapa konteks yang penting karena berpengaruh terhadap produksi wacana.[5] Pertama, Partisipan wacana, yaitu latar yang memproduksi wacana tersebut, seperti jenis kelamin, umur, pendidikan, kelas sosial, etnis, agama, dan banyak hal yang relevan dalam menggambarkan wacana.[5] Kedua, latar sosial tertentu seperti tempat, waktu, posisi pembicara dan pendengar atau lingkungan fisik adalah konteks yang berguna untuk mengerti suatu wacana[5]

  • Historis

Salah satu aspek terpenting untuk bisa mengerti sebuah teks adalah menempatkan teks tersebut sesuai dengan posisinya di dalam sejarah.[5]

  • Kekuasaan

Kekuasaan menerapkan pengendalian terhadap satu orang atau kelompok mengendalikan orang atau kelompok lain lewat wacana.[5] Pengendalian disini tidaklah harus selalu dalam bentuk fisik dan langsung, tetapi juga secara mental dan psikis.[5]

  • Ideologi

Ideologi dari kelompok dominan hanya efektif apabila masyarakat tersebut memandang ideologi yang disampaikan sebagai suatu kebenaran dan kewajaran.[6] Ideologi membuat anggota suatu kelompok akan bertindak dalam situasi yang sama, dapat menghubungkan masalah mereka, dan memberikan kontribusi dalam membentuk solidaritas dan kohesi dalam kelompok.[6]

 
Teun van Dijk

Analisis wacana kritis digunakan untuk menganalisis wacana-wacana kritis, di antaranya politik, ras, gender, kelas sosial, hegemoni, dan lain-lain.[5] Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan yang tiap-tiap bagian saling mendukung.[5] Ia membaginya ke dalam 3 tingkatan. Petama, struktur makro.[5] Ini merupakan makna global atau umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita.[5] Kedua, superstruktur. Ini merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka sutau teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh.[5] Ketiga, struktur mikro.[5] Adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat proposisi, anak kalimat, parafrasa, dan gambar[5]

Peneliti

sunting

Sejumlah tokoh dalam bidang ini, antara lain Norman Fairclough, Michał Krzyżanowski, Paul Chilton, Teun A. van Dijk, Ruth Wodak, Martin Reisigl [de], John E. Richardson, Phil Graham, Theo Van Leeuwen, Siegfried Jäger [de], Christina Schäffner [de], James Paul Gee, Roger Fowler, Gunther Kress, Mary Talbot, Lilie Chouliaraki, Thomas Huckin, Hilary Janks, Veronika Koller, Christopher Hart, Bob Hodge, dan William Feighery.

Referensi

sunting
  1. ^ a b van Dijk, Teun.2000. “Discourse Ideology and Context”.London
  2. ^ Jorgersen dan Phillips.2007.“Feminist Critical Discourse Analysis and Children’s Fantasy Fiction”. Finland
  3. ^ a b c d e f Schiffrin, Deborah. 1994. Approaches to Discourse. Oxford: Blackwell.
  4. ^ a b Jorgensen, Marianne W and Phillips, Louise J. 2002. Discourse Analysis As Theory and Method. London: SAGE Publications
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS.
  6. ^ a b Van,Dijk Teun A. 1993. Principles of critical discourse analysis. Discourse & Society

Pranala luar

sunting