Amba (Dewanagari: अम्‍बा; ,IASTAmbā, अम्‍बा) adalah putri sulung dari Raja Kasi dalam wiracarita Mahabharata. Tokoh ini diriwayatkan secara tragis, terutama dalam Adiparwa (kitab pertama) dan Udyogaparwa (kitab kelima) dari 18 kitab Mahabharata. Dikisahkan bahwa ia diboyong dari istananya ke Hastinapura oleh Bisma, pangeran dari Kerajaan Kuru, untuk dinikahkan kepada Wicitrawirya, Raja Kuru. Namun ia menolak untuk menikah dengan Wicitrawirya karena telanjur berjanji untuk menikah dengan Raja Salwa. Sementara itu, Raja Salwa menolak untuk menerima Amba kembali sebagai pengantinnya karena dirinya telanjur dipermalukan oleh Bisma. Akhirnya Amba dendam kepada Bisma, yang ia anggap sebagai sumber kemalangannya, lalu bersumpah untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Pada kehidupan selanjutnya, Amba terlahir kembali sebagai Srikandi, putri Drupada dari Kerajaan Panchala.

Amba
अम्‍बा
Tokoh Mahabharata
NamaAmba
Ejaan Dewanagariअम्‍बा
Ejaan IASTAmbā
Kitab referensiMahabharata
AsalKerajaan Kasi
Kastakesatria
AyahRaja Kasi

Sayembara di Kasi sunting

Dalam kitab pertama Mahabharata, yaitu Adiparwa, dikisahkan bahwa Amba merupakan putri sulung Raja kerajaan Kasi. Ia memiliki dua adik bernama Ambika dan Ambalika.[1] Kerajaan Kasi memilih untuk menemukan jodoh putrinya lewat sebuah sayembara. Kabar perihal sayembara tersebut sampai ke Hastinapura, yang saat itu dipimpin Wicitrawirya, dengan dibantu oleh Bisma, saudara tirinya. Bisma mengikuti sayembara tersebut demi menikahkan Wicitrawirya dengan para putri Kasi. Ia mengalahkan semua peserta yang ada di sana, termasuk Raja Salwa. Bisma memboyong Amba tepat pada saat Amba memilih Salwa sebagai suaminya, tetapi hal itu tidak diketahui oleh Bisma dan Amba terlalu takut untuk mengatakannya.

Bersama dengan dua adiknya yang lain, Amba diboyong ke Hastinapura oleh Bisma untuk dinikahkan kepada Wicitrawirya. Kedua adik Amba menikah dengan Wicitrawirya, tetapi hati Amba tertambat kepada Salwa. Setelah Amba menjelaskan bahwa ia telah memilih Salwa sebagai suaminya, Wicitrawirya merasa bahwa tidak baik untuk menikahi wanita yang sudah telanjur mencintai orang lain. Akhirnya Bisma mengizinkan Amba pergi menghadap Salwa.[2][3]

Pengembaraan sunting

 
Lukisan karya seniman Mughal, menggambarkan Bisma dan Parasurama bertarung karena Amba.

Amba ditolak ketika tiba di istana Salwa, sebab Salwa enggan menikahi wanita yang telah direbut darinya. Karena Salwa telah dikalahkan oleh Bisma, maka Salwa merasa bahwa yang pantas menikahi Amba adalah Bisma. Maka Amba kembali ke Hastinapura untuk menikah dengan Bisma. Namun Bisma yang bersumpah untuk tidak kawin seumur hidup menolak untuk menikah dengan Amba. Akhirnya hidup Amba terkatung-katung di hutan. Ia tidak diterima oleh Salwa, tidak pula oleh Bisma. Dalam hatinya, timbul kebencian terhadap Bisma, orang yang memisahkannya dari Salwa.[4]

Di dalam hutan, Amba bertemu dengan Resi Hotrawahana, kakeknya. Setelah mengetahui masalah yang dihadapi Amba, sang resi meminta bantuan Rama Bargawa atau Parasurama, guru Bisma. Parasurama membujuk Bisma agar mau menikahi Amba. Karena Bisma terus-menerus menyatakan penolakan, Parasurama menjadi marah lalu menantang Bisma untuk bertarung. Pertarungan antara Parasurama melawan Bisma berlangsung dengan sengit selama 23 hari dan kedua pihak menunjukkan kekuatan yang seimbang. Pada hari ke-24, Bisma memutuskan untuk menggunakan senjata sakti demi mengakhiri pertarungan tersebut. Sebelum terlaksana, para dewa yang dipimpin oleh Narada turun ke dunia dan menengahi kedua pihak. Pertarungan pun dinyatakan berakhir seri.[1][5]

Setelah Parasurama gagal membujuk Bisma, Amba pergi berkelana dan bertapa. Ia memuja para dewa, memohon agar bisa melihat Bisma mati. Dewa perang Kartikeya, putra dewa Siwa, muncul di hadapan Amba sambil memberi kalung bunga teratai yang tidak akan layu. Ia berkata bahwa orang yang memakai kalung bunga tersebut akan menjadi pembunuh Bisma. Setelah menerima pemberian itu, Amba pergi berkelana untuk mencari kesatria yang bersedia memakai kalung bunganya. Meski ada peluang keberhasilan karena kalung tersebut diberikan oleh dewa yang dapat dipercaya, tidak ada orang yang bersedia memakainya setelah mengetahui bahwa orang yang harus dihadapi adalah Bisma. Ketika Amba menemui Raja Drupada, permintaannya juga ditolak karena sang raja takut melawan Bisma. Akhirnya Amba melempar karangan bunganya ke tiang balai pertemuan Raja Drupada, setelah itu ia pergi dengan marah. Karangan bunga tersebut dijaga dengan ketat dan tak ada yang berani menyentuhnya.[4][6][7]

Kematian sunting

Dengan kebencian terhadap Bisma, Amba melakukan tapa dengan keras. Dalam pikirannya hanya ada keinginan untuk melihat Bisma mati. Karena ketekunannya, Dewa Siwa muncul dan berkata bahwa Amba akan bereinkarnasi sebagai pembunuh Bisma. Sang dewa juga berkata bahwa kebencian Amba terhadap Bisma tidak akan hilang setelah bereinkarnasi. Setelah mendengar pemberitahuan dari sang dewa, Amba membuat sebuah api unggun, lalu membakar dirinya sendiri.[1][8][9]

Dalam versi lain, ada kisah berbeda mengenai kematian Amba. Diceritakan bahwa Bisma mengembara untuk menjauhi Amba karena menolak menikah, tetapi Amba selalu mengikutinya. Akhirnya Bisma menodongkan panah ke arah Amba, untuk menakut-nakutinya agar ia segera pergi. Tetapi Amba tidak takut dan berkata, "Dewabrata, saya mendapat kesenangan atau mati, semua karena tanganmu. Saya malu jika harus pulang ke tempat orang tuaku ataupun kembali Hastinapura. Dimanakah tempat bagiku untuk berlindung?". Bisma terdiam mendengar perkataan Amba. Lama ia merentangkan panahnya sehingga tangannya berkeringat. Panah pun terlepas karena tangannya basah dan licin oleh keringat. Panahnya menembus dada Amba. Dengan segera Bisma membalut lukanya sambil menangis tersedu-sedu. Sebelum menghembuskan napas terakhirnya, Amba berpesan kepada Bisma, bahwa ia akan menjelma sebagai anak Raja Drupada, yang ikut serta dalam pertempuran akbar antara Pandawa dan Korawa. Setelah Amba berpesan kepada Bisma untuk yang terakhir kalinya, ia pun menghembuskan napas terakhirnya.

Kelahiran kembali sunting

Dalam kehidupan selanjutnya, Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi, yang memihak Pandawa saat perang Kurukshetra. Srikandi adalah anak Raja Drupada dari kerajaan Panchala yang istimewa. Pada saat lahir, ia berkelamin wanita, tetapi setelah dewasa ia berganti kelamin atas bantuan seorang yaksa (makhluk gaib penghuni hutan). Srikandi-lah orang yang bersedia memakai kalung Dewa Kartikeya sebagai tanda bahwa ia akan membunuh Bisma.

Pewayangan Jawa sunting

 
Amba dalam pewayangan Jawa.

Kisah hidup Amba antara kitab Adiparwa (buku pertama seri Mahabharata) dan pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan, seperti misalnya nama-nama tokoh maupun kerajaan di India yang diubah agar bernuansa Jawa, tetapi perbedaan tersebut tidak terlalu besar karena inti ceritanya sama.

Dalam pewayangan Jawa dikisahkan bahwa Dewi Amba adalah putri sulung Prabu Darmahumbara, raja negara Giyantipura dengan permaisuri Dewi Swargandini. Ia memiliki dua adik kandung bernama Dewi Ambika (Ambalika) dan Dewi Ambiki (Ambaliki). Amba dan kedua adiknya menjadi putri boyongan Bisma (Dewabrata), putra Prabu Sentanu dengan Dewi Jahnawi (Dewi Gangga) dari Astina (Hastinapura) yang telah berhasil memenangkan sayembara tanding di negara Giyantipura dengan membunuh Wahmuka dan Arimuka. Karena merasa sebelumnya telah dipertunangkan dengan Prabu Citramuka, raja negara Swantipura, maka Amba memohon kepada Dewabrata agar dikembalikan kepada Prabu Citramuka. Kemudian persoalan mulai timbul karena Amba ditolak oleh Prabu Citramuka semenjak menjadi putri boyongan Bisma. Keinginan Amba ikut ke Astina juga ditolak oleh Dewabarata. Karena Amba terus mendesak dan memaksanya, akhirnya tanpa sengaja ia tewas oleh panah Dewabrata yang semula hanya bermaksud untuk menakut-nakutinya. Sebelum meninggal Amba mengeluarkan kutukan, akan menuntut balas kematiannya dengan perantara seorang prajurit wanita, yaitu Srikandi. Kutukan Dewi Amba terhadap Dewabrata menjadi kenyataan. Dalam perang Bharatayuddha, arwahnya menjelma dalam tubuh Srikandi dan berhasil menewaskan Bisma (Dewabrata).

Referensi sunting

  1. ^ a b c Mani, Vettam (1975). "Amba". Puranic Encyclopaedia: a Comprehensive Dictionary with Special Reference to the Epic and Puranic Literature. Motilal Banarsidass Publishers. hlm. 27–29. ISBN 978-0-8426-0822-0. 
  2. ^ Kisari Mohan Ganguli. "SECTION CII". The Mahabharata, Book 1: Adi Parva. Sacred-texts.com. 
  3. ^ John Garrett (1989). A Classical Dictionary of India Illustrative of the Mythology, Philosophy, Literature, Antiquities, Arts, Manners Customs &c. of the Hindus. Atlantic Publishers & Distri. hlm. 27–. GGKEY:YTLNG1DG7JN. 
  4. ^ a b "4. Amba and Bhishma". Mahabharataonline.com. Diakses tanggal 30 April 2013. 
  5. ^ Kisari Mohan Ganguli. "SECTION CLXXXVIII". The Mahabharata, Book 5: Udyoga Parva. Sacred-texts.com. 
  6. ^ Devdutt Pattanaik (8 January 2002). The man who was a woman and other queer tales of Hindu lore. Harrington Park Press. hlm. 60. ISBN 978-1-56023-180-6. Diakses tanggal 18 May 2013. 
  7. ^ Gopal, Madan (1990). K.S. Gautam, ed. India through the ages. Publication Division, Ministry of Information and Broadcasting, Government of India. hlm. 62. 
  8. ^ Kisari Mohan Ganguli. "SECTION CXC". The Mahabharata, Book 5: Udyoga Parva. Sacred-texts.com. 
  9. ^ Gaṅgā Rām Garg (1992). Encyclopaedia of the Hindu World: Ak-Aq. Concept Publishing Company. hlm. 371–. ISBN 978-81-7022-375-7. Diakses tanggal 7 May 2013.