Aja'ib al-Hind Barrihi wa Bahrihi wa Jaza'irihi

(Dialihkan dari Aja'ib al-Hind)

Aja'ib al-Hind Barrihi wa Bahrihi wa Jaza'irihi adalah buku berbahasa Arab dan Persia yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar Al-Ramhurmuzi pada tahun 342 H/953 M. Buku ini menyebut negeri-negeri di kawasan Samudera Hindia yang dilintasi kapal-kapal yang dipimpin para nahkoda. Buku ini juga disertai kisah-kisah yang dihadapi para nahkoda kapal di lautan dan di negeri-negeri di kawasan Samudera Hindia tersebut.[1]

Aja'ib al-Hind Barrihi wa Bahrihi wa Jaza'irihi
PengarangBuzurg bin Shahriyar
Judul asliAja'ib al-Hind Barrihi wa Bahrihi wa Jaza'irihi (عجائب الهند بريحي وبحريحي وجزئيري)
NegaraPersia
BahasaArab dan Persia
SubjekGeografi, etnografi

Aja'ib al-Hind Barrihi wa Bahrihi wa Jaza'irihi diterbitkan oleh Dar Maktabah Babiliun di Beirut dalam bahasa Arab kemudian dilakukan alih media oleh Markaz Al-Qaimiyyah di Isfahan. Teks digitalnya juga ditemukan dalam bentuk sebuah studi yang dikomentari (tahqiq) oleh Hasan Shalih Syihab dan terbit di Abu Dhabi. Selain itu teks ini juga diterbitkan di Leiden tahun 1886 dan dicetak ulang di Teheran tahun 1996. Teks yang terakhir ini berisi teks berbahasa Arab yang disertai terjemahannya dalam bahasa Perancis.[1]

Negeri-negeri yang disebutkan oleh Buzurg

sunting
 
Identifikasi toponim dalam buku Aja'ib al-Hind dalam terjemahan bahasa Perancis

Berikut beberapa penyebutan Buzurg tentang negeri-negeri di Samudera Hindia khususnya di kawasan Nusantara kini, yang diambil dari terjemahan dalam bahasa Melayu oleh Arsyad Mokhtar, diterbitkan oleh Baytul Hikma Malaysia.

Fansur

sunting

Muhammad bin Babsyad telah menceritakan kepadaku bahwa di Pulau Nian (kemungkinan Nias) – yaitu sebuah pulau di Laut Luar, berjarak lebih kurang seratus farsakh daripada Fansur – terdapat suatu kaum yang memakan manusia dan menghimpun kepala mangsa-mangsa serta saling berbangga di antara sesama mereka siapa yang paling banyak mengumpul kepala itu. Mereka juga akan membeli potongan-potongan tembaga kuning dengan harga yang tinggi dan menyimpannya seperti orang menyimpan emas. Di negeri mereka, tembaga kuning itu disimpan lama seperti simpanan emas pada kita. Sedangkan emas pula tiada harga bagi mereka, bahkan emas itu dipandang mereka seperti nilaian kita terhadap tembaga kuning itu pula. Maha Suci Allah sebaik-baik pencipta.

………… Dan dia telah menceritakan pula daripada orang yang telah bercerita kepadanya, dimana orang itu adalah daripada beberapa penumpang kapal yang pecah dihantam badai sehingga menjadikan mereka terpaksa berjalan kaki daripada pesisir Fansur sampai ke Lamuri.

Pernah kami memulakan pelayaran pada waktu malam dalam sebuah kapalku yang besar bertujuan untuk ke Pulau Fansur. Tanpa disangka, angin membawa kami ke dalam kawasan yang diliputi kegelapan. Lalu kami berada di dalamnya selama tiga puluh tiga hari terdampar di atas lautan yang tenang tanpa angin sedikitpun……….

Sesungguhnya Muhammad bin Babsyad telah memberitahuku bahwa pada satu peristiwa beliau telah berlayar dengan kapalnya daripada Fansur untuk menuju ke Oman……….

…………. Ada suatu ketika beliau telah berlayar melalui dekat Pulau Zabaj (kemungkinan Jawa). Ada dalam beberapa hari itu beliau telah melalui di antara dia tanduk yang muncul dari dalam laut seperti dua bukit dalam air. Sebaik saja melepasinya, maka kedua-dua tanduk itu tenggelam ke dalam laut. Maka beliau mengagak bahwa kedua bukit itu adalah sepit ketam yang besar………….

Telah memberitahuku Abu Muhammad, Al-Hasan bin Amru yang ada sebahagian nahkoda telah memberitahunya bahwa dirinya pernah menyediakan kapal untuk berlayar ke Zabaj. Lalu entah macam mana angin telah membelokkan mereka ke sebuah kampung daripada salah satu pulau-pulau Waq-Waq……………

Al-Hasan bin Amru dan selain beliau telah memberitahuku daripada sekumpulan orang tua-tua di benua Hindi tentang ihwal burung di Hind, Zabaj, Qamar, Sanfa dan beberapa tempat lainnya di sekitar kawasan tersebut cerita yang sangat hebat………

Saudagar Yunus bin Mihran As-Sirafi telah memberitahuku dan beliau pernah masuk ke Zabaj dengan katanya: "Aku telah melihat di negeri yang menjadi tempat bersemayam Maharaja yaitu raja bagi Zabaj, pasar-pasar yang besar sekali begitu banyak tidak terhitung bilangannya. Aku mengira-ngira bilangan pengurup wang di pasar pengurup wang di negeri ini, lalu aku dapati bilangannya ada sebanyak delapan ratus pengurup wang. Bilangan itu tidak termasuk pengurup wang yang berselerakan di pasar-pasar". Beliau juga telah menghikayatkan perkara-perkara berkenaan Pulau Zabaj dari segi pembangunannya serta banyaknya negeri dan penempatan-penempatan di dalamnya memang sukar untuk digambarkan.

Diceritakan kepadaku bahwa seorang laki-laki bernama Abu Tahir Al-Baghdadi telah bercerita dengan katanya: "Aku pernah masuk ke Zabaj. Di antara negeri dalam Pulau Zabaj itu ada sebuah negeri namanya Mazfawid (Majapahit?). Di situ terdapat banyak sekali ‘anbar. Barang siapa yang mengangkut ‘anbar dari sana dengan kapalnya lalu coba keluar dari negeri itu pasti tidak akan berjaya bahkan akan kembali berpatah balik ke sana…………".

Di antara adat raja-raja Negeri Emas dan Zabaj bahwa tidak dibenarkan seseorang pun baik dia itu orang muslim, orang asing atau rakyat setempat duduk dihadapan mereka melainkan dengan cara melipatkan kaki, yaitulah yang dinamakan oleh mereka sebagai “bersila”…………

Aku telah mendengar mereka yang menghikayatkan bahwa ada seorang laki-laki daripada penduduk Basrah yang tinggal di deretan perumahan Quraisy telah keluar berlayar daripada Basrah sehingga sampai berhampiran Zabaj atau dekat-dekat sana, dia telah berjaya selamat dan terdampar ke sebuah pulau……………. Lalu diceritakanlah kepadaku bahwa mereka adalah penumpang kapal fulan yang telah berlayar keluar daripada Sanfa menuju ke Zabaj. Dipertengahan jalan mereka telah dilanda ribut……………

Lamuri

sunting

Telah memberitahuku Ismail bin Ibrahim bin Mirdas, Sang Nahkoda. Beliau adalah antara nahkoda-nahkoda Negeri Emas yang masih ada. Dia terkenal dengan nama Ismailuyah Khatan Asykanin. Dalam salah satu kembara beliau ke Negeri Emas, beliau telah hampir kepada daratan berdekatan Lamuri disebabkan ada sesuatu hal yang tidak diingini berlaku kepada kapalnya…………….

Aku pernah berbincang-bincang dengan Muhammad bin Babsyad tentang kisah-kisah berkaitan kera. Lalu dia menceritakan kepadaku banyak sekali cerita berkenaan itu. Antaranya adalah bahwa di sekitar kawasan berdekatan Sanfain dan lembah Lamuri serta lembah Qaqilah ada jenis kera yang sangat besar diketuai oleh seekor kera yang paling besar di antara mereka itu………………….

Dia juga telah memberitahuku bahwa di Pulau Lamuri terdapat jenis Zirafah yang tidak dapat digambarkan besarnya…………… Di pulau itu juga terdapat semut yang tidak tergambar banyaknya, khususnya di Pulau Lamuri dimana sesungguhnya semut disana besar-besar sekali.

Dia juga telah memberitahuku bahwa seluruh penduduk Fansur, Lamuri, Kalah (kemungkinan Kedah), Qaqilah, Sanfain dan lainnya, mereka itu pemakan manusia belaka. Hanya saja yang dimakan itu adalah musuh-musuh mereka karena terlampau geram dan marah, bukan karena lapar……….

Aku telah sebutkan tentang ihwal Sarirah sebelum ini. Ia terletak di ujung Pulau Lamuri. Jarak antara Sarirah dengan Kalah adalah pelayaran sejauh seratus dua puluh zam (satu zam setara tiga jam). Wallahu a’lam………….

Referensi

sunting
  1. ^ a b "Bandar-Bandar Sumatera dan Jawa dalam Catatan Geografer Muslim". sultanateinstitute.com. Sultanate Institute. 19-05-2022. Diakses tanggal 27-03-2023. 

Pranala luar

sunting
  • (Melayu) Aja'ibul Hind Terjemahan Kitab Aja'ib Al-Hind Barrihi wa Bahrihi wa Jaza'irihi dalam bahasa Melayu oleh Arsyad Moktar