Abdurrahman bin Auf

Abdurrahman bin Auf (bahasa Arab: عبد الرحمن بن عوف, lahir 10 tahun setelah Tahun Gajah – meninggal 652 pada umur 73 tahun) adalah salah seorang dari sahabat Nabi Muhammad yang terkenal. Ia adalah salah seorang dari delapan orang pertama (As-Sabiqunal Awwalun) yang menerima agama Islam, yaitu dua hari setelah Abu Bakar.

Abdurrahman bin Auf
radhiyallahu anhu
Makam Abdurrahman bin Auf di Amman, Yordania
Lahirc. 580 M
Mekkah
Meninggalc. 653 M
Yordania

Abdurrahman bin Auf berasal dari Bani Zuhrah. Nama lengkapnya Abdurrahman bin Auf bin Abd bin Harits bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah. Ia salah satu dari enam anggota syura.[1] Salah seorang sahabat Nabi lainnya, yaitu Sa'ad bin Abi Waqqas, adalah saudara sepupunya. Abdurrahman juga adalah suami dari saudara seibu Utsman bin Affan, yaitu anak perempuan dari Urwa bint Kariz (ibu Utsman) dengan suami keduanya.

Kaum muslimin pada umumnya menganggap bahwa Abdurrahman adalah salah seorang dari Sepuluh Orang yang Dijamin Masuk Surga. Ia berkulit putih, tampan, bermata indah, tebal dan panjang bulu matanya, berleher jenjang, besar kedua pundaknya, gigi serinya tanggal karena luka perang uhud sehingga sedikit pincang.[1]

Kehidupan

sunting

Hijrah

sunting

Abdurrahman bin Auf merupakan salah satu sahabat dari kaum Muhajirin.[2] Abdurrahman bin Auf menjadi salah satu sahabat yang melakukan hijrah kem Abysina (Ethiopia) dan juga hijrah ke Madinah lalu dipersaudarakan dengan Anshar bernama Saad bin Rabi. Ketika hijrah, ia meninggalkan seluruh hartanya di Makkah.[3] Kemudian ia menjadi pebisnis di Madinah yang menguasai pasar dalam sektor riil.[2] Ia lantas menikahi wanita Madinah dengan mahal emas sebesar biji kurma. Adapun saudarinya menikah dengan Bilal bin Rabah.

Ketika Nabi mengutus Abdurrahman bin Auf ke Daumatul Jandal, beliau memakaikan surban ke pundaknya dengan kedua tangan beliau. Beliau juga berwasiat agar ia menikahi putri penguasanya yang bernama Tamadhar bin al-Ashbag binTsalabah. Abdurrahman berhasil menjalankan misinya. Sesuai dengan pesan Nabi, Abdurrahman menikahi putri penguasa Daumatul Jandal, dan dari pernikahan itu lahir seorang anak lelaki yang kelak akrab disapa Abu Salamah.[4]

Abdurrahman mengikuti semua peperangan bersama Nabi dari Perang Badar dan seterusnya. Nabi sempat solat dengan imam Abdurrahman. Pada masa Abu Bakar, ia memimpin haji di tahun 11 H dan juga di tahun 13 H di masa Umar.[5] Saat Abu Bakar sakit menjelang wafat ia menjadi teman konsultasi untuk pengganti berikutnya yaitu Umar bin Khathab.

Masa Umar bin Khathab

sunting

Ketika harta rampasan dari Jalula' dibawa kepada Umar, ia berkata,

"Ini tidak boleh disembunyikan di rumah mana pun sampai aku membaginya." Maka Abdurrahman bin Auf dan Abdullah bin Arqam menghabiskan malam itu dengan berjaga di halaman masjid. Ketika pagi tiba, Umar datang dengan banyak orang dan mengambil penutup harta rampasan itu yang menggunakan tikar penutup. Ketika ia melihat batu rubi, keris, peridot, dan permata (lainnya), ia menangis. Kemudian Abdurrahman berkata kepadanya, "Mengapa engkau menangis, Wahai Amirul Mukminin, bukankah ini merupakan kesempatan untuk bersyukur?"

Umar berkata, "Tidak, demi Tuhan, bukan itu alasanku menangis. Demi Allah, Dia tidak pernah memberikan (yang seperti itu) kepada suatu kaum tanpa menimbulkan rasa dengki dan benci di antara mereka. Aku berdoa kepada Allah agar mereka tidak bertengkar karenanya, jika tidak, mereka akan berperang."

 
Masjid Abdurrahman bin Auf di Benghazi, Libya

Umar merasa gelisah tentang pembagian semua harta rampasan yang diperoleh di al-Qadisiyyah, sampai ayat Al-Qur'an "Harta rampasan yang telah ditetapkan Allah..." muncul padanya, yaitu tentang harta rampasan yang kelima. Maka Umar menyerahkan seperlima harta rampasan itu kepada orang-orang yang berhak menerimanya, dan ia memperlakukan seperlima harta rampasan dari Jalula sebagaimana ia memperlakukan harta rampasan dari al-Qadisiyyah, yakni dengan mengumpulkan para tetua, meminta nasihat mereka, dan memperoleh konsensus dari kaum Muslim. Akan tetapi, pertama-tama, ia membagikan hadiah-hadiah cuma-cuma kepada sebagian penduduk Madinah dari seperlima harta rampasan itu.[5] Saat serah terima Palestina oleh Bizantium kepada Umar, Abdurrhaman ikut menemani pada 16 H (637 M).

Saat wabah menyebar di Syam (Suriah), dan Umar hendak berkunjung, Abdurrahman menasihatkan untuk tidak mendatangi tempat berwabah sebagaimana sabda Nabi, maka Umar mengurungkan kepergiannya menemui Gubernur Abu Ubaidah yang terkepung wabah di Damaskus.[5] Saat Umar ditikam ketika solat oleh Abu Lulu, Abdurrahman maju menggantikan sebagai imam solat.[5]

Abdurrahman semasa hidup menyedekahkan 8.000 dinar (sekitar 24 milyar rupiah) untuk perjuangan dakwah Nabi. Suatu hari ia menjual tanahnya pada Utsman bin Affan senilai 40.000 dinar (sekitar 240 milyar rupiah) lalu ia bagikan uangnya pada fakir dari Bani Zuhrah, kaum muhajirin dan Ummul Mukminin (para istri nabi).[1]

Abdurrahman bin Auf mewasiatkan 50.000 dinar untuk dakwah (sekitar 150 milyar rupiah) sehingga tiap orang mendapatkan 1.000 dinar (sekitar 3 milyar rupiah), adapun istri-istrinya mendapatkan warisan 320.000 dirham atau sekitar 1,2 milyar rupiah.[1] Ia menikah 16 kali dan meninggalkan 30 anak keturunan.

Wafatnya

sunting

Abdurrahman bin Auf sempat pingsan lalu koma karena sakit, sehingga ia ditutupi kain, tiba-tiba kemudan ia terbangun kembali dan bertakbir sehingga mengagetkan orang-orang di sekelilingnya. Ia menceritakan perjalanan ruhiyahnya saat koma tersebut. Sebulan kemudian ia wafat di masa Khalifah Utsman di tahun 32 H pada usia 75 tahun dan dimakamkan di Pemakaman Baqi, Madinah.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e Dzahabi, Imam (2017). Terjemah Siyar A'lam an-Nubala. Jakarta: Pustaka Azzam. hlm. 98–136. ISBN 978-602-236-270-8. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  2. ^ a b Rokan, Mustafa Kamal (November 2013). Machmud, Ammar (ed.). Bisnis Ala Nabi (PDF). Yogyakarta: Bunyan. hlm. 41. ISBN 978-602-7888-67-8. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  3. ^ Yani, Ahmad (2008). Permadi, Budi (ed.). 53 Materi Khotbah Ber-Angka. Jakarta: Al Qalam. hlm. 34. ISBN 978-979-986-422-2. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  4. ^ Hasan, Muhammad Raji (2012). Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi. Jakarta: Penerbit Zaman. hlm. 119. ISBN 978-979-024-295-1. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  5. ^ a b c d Tabari, Imam (1993). History of al-Tabari. New York: State University of New York Press. hlm. 15. ISBN 0-7914-0851-5. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)