Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi
Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi (bahasa Arab: عبدُ الله بنُ حُذَافَةَ السَّهْميُّ) atau Abdullah bin Khudzafah, adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad.[1] Kunyahnya adalah Abu Hudzafah.[2] la termasuk orang yang lebih dahulu masuk Islam dan ikut hijrah ke Habsyah (Ethiopia) pada gelombang kedua bersama saudaranya, Qais bin Hudzafah. Saudaranya yang lain, Khunais bin Hudzafah, membawa serta istrinya Hafshah binti Umar bin al-Khattab. Setelah Khunais gugur, Nabi Muhammad menikahi Hafshah.[3] Abdullah dikenal sosok yang ceria dan penuh canda, dimana ia pernah berpura-pura memerintahkan pasukannya untuk masuk ke dalam api saat pulang dari pertempuran.[4]
Silsilah
suntingAbdullah bin Hudzafah bin Qais bin Adi bin Sa'ad bin Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan as-Sahmi al-Qurasyi al-Kinani. Ibunya adalah Tamimah binti Hartsan atau Bintu Hurtsan dari kabilah Bani al-Harits bin Abdu Manat.[5]
Biografi
suntingAbdullah ikut serta dalam Pertempuran Badar. Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi setelah Perjanjian Hudaibiyah juga merupakan utusan Nabi Muhammad kepada Kaisar Persia, Khusrau II untuk menyampaikan surat dari Nabi Muhammad yang mengajak memeluk agama Islam. Ia tak disambut dengan baik, bahkan surat Nabi dirobek Kaisar, sehingga didoakan Nabi bahwa Persia akan tercabik-cabik. Tidak lama berselang Khusrau tewas dibunuh anaknya, dan kerajaan besar persia runtuh diserang pasukan muslim.[3]
Ia juga dikenal sebagai salah satu tawanan perang dari Heraklius dari Kekaisaran Romawi Timur bersama puluhan pasukan muslim lainnya saat terkepung di wilayah Caesaria. Ia sempat disiksa kemudian sahabat lain digoreng dengan wajan besar panas terbakar agar ia bersedia masuk Kristiani, tetapi ia tetap menolak. Saat dalam penjara selama 3 hari 3 malam ia tidak diberi makan hanya diberi daging babi dan khamr, namun ia bertahan tidak mau memakannya. Ia bahkan kemudian ditawari separuh kerajaan dan dinikahkan dengan puterinya jika keluar dari Islam, tetapi Abdullah menolak. Akhinya Heraklius menyerah dan hanya meminta Abdullah mencium keningnya untuk bebas.[4]
“Ciumlah kepalaku maka aku akan membebaskanmu.”[3]
Atas keimanannya yang kuat terhadap Islam dan dapat melewati setiap godaan yang diberikan oleh Kaisar Heraklius, seluruh tawanan perang Muslim dibebaskan tanpa syarat. Kepulangan disambut muslimin dan Umar bin Khathab mencium kepalanya.[3]
Kematian
suntingAbdullah bin Hudzafah meninggal di Mesir[3] sekitar tahun 653 pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan.[1]
Referensi
sunting- ^ a b (Arab) Khairuddin Az-Zarkali, Kitab Al-A'lam Az-Zarkali, Ibnu Hudzafah, jilid 4 hlm 78 Diarsipkan 2023-10-24 di Wayback Machine.
- ^ Abu Nu'aim al-Isfahani (1998). Ma'rifat ash-Shahabah. Vol. 3 (Edisi 1). Dar Al Watan. hlm. 1615. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ a b c d e Muhammad Raji Hassan, Kinnas (2012). Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi. Jakarta: Penerbit Zaman. ISBN 978-979-024-295-1
- ^ a b Dzahabi, Imam (2017). Terjemah Siyar A'lam an-Nubala Vol.5. Jakarta: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-236-270-8
- ^ Ibnu Asakir (1995). Tarikh Dimasyq. Vol. 27. Dar al-Fikr. hlm. 345.