Westfailure

istilah yang diciptakan oleh Susan Strange

Westfailure adalah istilah yang diperkenalkan oleh ilmuwan hubungan internasional, Susan Strange, dalam artikelnya yang berjudul The Westfailure System (1999).[1]:185 Kata "Westfailure" adalah lakuran dari West dan failure sekaligus sindiran terhadap sistem Westphalia, sistem kedaulatan negara yang dihasilkan oleh rangkaian perjanjian Perdamaian Westphalia tahun 1648. Strange menggambarkan sistem Westphalia sebagai sistem yang mengutamakan non-intervensi, pengakuan kedaulatan negara secara universal, dan "penggunaan kekerasan dengan alasan yang jelas di sebuah wilayah".[2]:345 Sederhananya, dalam sistem Westphalia, setiap negara berhak mengatur urusan dalam negerinya (hukum, pasar, sumber daya, dan lain-lain) tanpa campur tangan negara lain atau organisasi non-pemerintah. Tujuan utama artikel Strange adalah menunjukkan bahwa sistem Westphalia semakin melemah dan tidak "mampu bertahan dalam jangka panjang." [2]:346

Garis besar

sunting

Meski pemikiran Susan Strange terus dikembangkan sejak pertama kali dipaparkan, pemikiran aslinya masih menjadi acuan yang jelas dan ringkas tentang Westfailure. Salah satu masalah utama yang disorotinya adalah Westfailure semakin tidak terpisahkan dari ekonomi pasar kapitalis yang muncul di bawah sistem tersebut di Eropa abad ke-17. Ia berpandangan bahwa kapitalisme global sekaligus 'sistem Westfailure' menciptakan iklim politik yang "tidak memungkinkan penguasa untuk mengakui bahwa polarisasi sosial-ekonomi bukan kepentingan jangka panjang bagi siapapun." [2]:352 Menurutnya, dalam sistem ini hampir tidak ada tanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan polarisasi negara-negara kaya dan miskin semakin parah. Strange memperkuat argumennya dengan membaginya menjadi tiga bagian: kegagalan keuangan, kegagalan lingkungan, dan kegagalan sosial.

Kegagalan keuangan

sunting

Strange berpendapat bahwa model kedaulatan negara Westphalia mengacaukan kapitalisme. Ia mengkritik efisiensi dan keberlanjutan sistem regulasi internasional dua tingkat yang terdiri atas Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank for International Settlements (BIS). Sistem dua tingkat ini dirancang untuk memprediksi, mengoreksi, dan mengatur setiap kekeliruan pasar yang bisa memicu atau memperpanjang krisis keuangan. Namun, keampuhan sistem ini tidak teruji ketika krisis keuangan Asia 1997 terjadi. Meski aturan perbankan nasional diterapkan dan bantuan IMF & BIS disalurkan, ekonomi negara-negara Asia tidak pulih sesuai harapan.

Krisis keuangan Asia

sunting

Strange memandang bahwa solusi yang diberikan oleh badan regulator nasional (mengikuti IMF dan BIS) semasa krisis keuangan Asia bersifat jangka pendek dan "tidak dipertimbangkan dengan matang". Ia menjelaskan lebih lanjut, "Faktor penyatu semua negara yang mengalami krisis adalah influks modal bergerak jangka pendek. Sebagian besar modal tersebut berupa pinjaman spekulatif asal-asalan atau investasi properti yang tidak produktif."[2]:349 Namun demikian, Strange tidak sepenuhnya menyalahkan IMF dan BIS. Ia juga menyalahkan badan regulator nasional dan internasional. Menurutnya, sistem regulasi keuangan dua tingkat tidak cocok untuk dunia yang terglobalisasi. Ia menyoroti beberapa hambatan yang dihadapi regulator keuangan di era globalisasi, inovasi teknologi, dan kedaulatan Westphalia:

  • Surga pajak
  • Kemajuan teknologi: Mobilitas modal secara instan tanpa pandang batas negara dan mata uang menyulitkan regulator nasional melacak pergerakan uang dalam sistem keuangan.[2]:350 Kemajuan teknologi keuangan juga menciptakan kesenjangan antara orang-orang yang melek teknologi dan gagap teknologi. Singkatnya, sistem keuangan modern sangat rumit sehingga sedikit sekali orang yang paham dan menguasainya. Ini menambah risiko penyalahgunaan dana oleh regulator itu sendiri.
  • Koersi: Regulator nasional ditekan oleh regulator internasional untuk mereformasi sistem keuangannya sehingga kedaulatan negara terus menyusut. Sebaliknya, regulator internasional tidak bisa memaksa negara-negara peminjam mengambil kebijakan ekonomi yang memungkinkan mereka melunasi utang-utangnya.

Analisis lanjutan

sunting

Sejumlah akademisi memperluas gagasan Strange bahwa kapitalisme global mengecilkan kekuasaan negara atas sektor keuangannya sendiri. Inakshi Chaturvedi menyoroti masalah yang ditimbulkan oleh perusahaan multinasional dalam sistem kedaulatan Westphalia dengan perputaran tenaga kerja, perdagangan, dan produksi global. Apabila pajak perusahaan di sebuah negara terlalu tinggi, perusahaan multinasional bisa pindah ke negara lain yang pajaknya lebih rendah. Dalam kondisi seperti ini, negara kehilangan kuasa atas lapangan pekerjaan dan pendapatan di wilayahnya.[3]:7

Kegagalan lingkungan

sunting

Walaupun kegagalan keuangan disebutkan pertama, Strange menilai kegagalan lingkungan butuh perhatian utama dari kalangan peneliti hubungan internasional dan aktor politik. Menurutnya, ekonomi pasar selalu bisa bertahan dan 'sembuh' dari lesunya pertumbuhan ekonomi selama puluhan tahun, tetapi lingkungan tidak seperti itu. Apabila kerusakan lingkungan global tidak segera diatasi, kerusakan lingkungan akan terjadi berlarut-larut atau bertahan secara permanen. Negara harus memandang ancaman lingkungan layaknya ancaman konvensional (serbuan militer).

Ancaman lingkungan

sunting
  1. Rusaknya lapisan ozon
  2. Polusi udara
  3. Terkurasnya sumber daya alam

Masalah-masalah ini muncul bukan karena pemerintah tidak mampu membuat kebijakan lingkungan yang menyeluruh dan proaktif, melainkan "prinsip teritorial yang menyatakan bahwa negara teritorial bertanggung jawab atas wilayahnya sendiri, bukan wilayah negara lain."[2]:350 Strange memandang bahwa metode kedaulatan non-intervensi dalam sistem Westphalia mengurangi tanggung jawab negara untuk menjaga lingkungan. Metode ini juga membatasi kemampuan aktor-aktor politik lain untuk mengambil tindakan terhadap negara-negara yang mengalami kerusakan lingkungan. Intinya, sistem Westphalia membagi lingkungan menjadi wilayah-wilayah terpisah, tetapi tidak mempertimbangkan dampak kerusakannya terhadap lingkungan global, sama seperti efek domino. Strange memandang bahwa kerusakan lingkungan semakin parah di bawah rezim kapitalisme. Karena negara mementingkan kepentingan nasionalnya sendiri, keuntungan jangka pendek lebih diutamakan daripada solusi yang mengharuskan perubahan sistematis (membutuhkan banyak waktu dan dana), apalagi ketika solusi jangka pendek memberi hasil dalam waktu singkat.

Kegagalan sosial

sunting

Strange menunjukkan bahwa kesenjangan antara negara-negara kaya dan miskin terus melebar. Namun demikian, ia merasa solusinya sudah dipaparkan oleh para pemikir Keynesian, yaitu pajak redistributif dan program tunjangan. Strange juga berpendapat bahwa penerapan kebijakan remedial Keynesian secara internasional "sulit diwujudkan" dalam sistem Westphalia. Reformasi sosial-ekonomi global tidak akan mungkin terjadi dalam sistem ini karena semua negara akan mengutamakan kepentingannya masing-masing. Negara umumnya enggan mendongkrak status sosial-ekonomi negara-negara sekitarnya. Pandangan ini tertuang dalam konsep keseimbangan kekuasaan dalam teori hubungan internasional.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Brown, Chris; Ainley, Kirsten (2009-05-15). Understanding International Relations (dalam bahasa English) (edisi ke-4th). Basingstoke: Palgrave Macmillan. ISBN 9780230213111. 
  2. ^ a b c d e f Strange, Susan (1999). "The Westfailure System". Review of International Studies. 25 (3): 345–354. JSTOR 20097604. 
  3. ^ Human development and globalisation : challenges to sustainable development. Chaturvedi, Inakshi. New Delhi: Deep & Deep Publications Pvt Ltd. 2006. ISBN 8176298956. OCLC 153122530. 

Bacaan lanjutan

sunting