Wanita sebagai imam

Terdapat kontroversi terkini di kalangan Muslim tentang peristiwa dimana wanita bertindak menjadi imam, orang yang memimpin sekelompok orang dalam salat. (Catatan: terdapat beberapa jenis pemimpin agama Islam selain imam, dan bahwa Muslimah tampil sebagai figur teologi dalam sejarah Islam.) Sejumlah aliran pemikiran Islam membuat pengecualian untuk tarawih (salat Ramadan) atau untuk sekelompok orang yang hanya terdiri dari para kerabat dekat.

Pada masa lalu, beberapa sekte tertentu menganggap hal ini diperbolehkan bagi wanita untuk bertindak menjadi imam. Ini sebenarnya tak hanya terjadi di tanah jantung Arab pada zaman Islam awal, tetapi juga di Tiongkok pada masa paling terkini. Debat tersebut telah timbul kembali pada abad ke-21. Pernyataan-pernyataan yang dikemukakan adalah bahwa semangat al-Qur'an dan sebuah surah dari sebuah hadist yang dipersengketakan menyatakan bahwa wanita harus diperbolehkan untuk memimpin bersifat campuran, bertentangan dengan pengelompokan pemisahan jenis kelamin, dan bahwa larangan tersebut bertentangan dengan praktik yang bermula dari seksisme di lingkungan abad pertengahan dan dari penafsiran patriarkhal tak akurat dari teks-teks keagamaan, ketimbang semangat Islam yang sebenarnya.[1]

Catatan sunting

  1. ^ "Score One More for Women Imams", "beliefnet" by Pamela K. Taylor, 2006-02-28. Retrieved on 2008-12-13.]

Lihat juga sunting

Pranala luar sunting