Undang-Undang Desa

Desa
(Dialihkan dari Undang-undang desa)

Undang-Undang Desa adalah seperangkat aturan mengenai penyelenggaran pemerintah desa dengan pertimbangan telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.[1] Undang-Undang ini juga mengatur materi mengenai Asas Pengaturan, Kedudukan dan Jenis Desa, Penataan Desa, Kewenangan Desa, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa, Peraturan Desa, Keuangan Desa dan Aset Desa, Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan, Badan Usaha Milik Desa, Kerja Sama Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, serta Pembinaan dan Pengawasan.[2] Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur dengan ketentuan khusus yang hanya berlaku untuk Desa Adat sebagaimana diatur dalam Bab XIII.[2]

Undang-Undang Desa
Garuda Pancasila
Nama panjangUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Disahkan olehSusilo Bambang Yudhoyono
Tanggal mulai berlaku15 Januari 2014
Potret wajah anak-anak di sepanjang perairan Sumatera Utara

Salah satu poin yang paling krusial dalam pembahasan RUU Desa, adalah terkait alokasi anggaran untuk desa, di dalam penjelasan Pasal 72 Ayat 2 tentang Keuangan Desa.[2] Jumlah alokasi anggaran yang langsung ke desa, ditetapkan sebesar 10 persen dari dan di luar dana transfer daerah.[2] Kemudian dipertimbangkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, kesulitan geografi.[2] Hal ini dalam rangka meningkatkan masyarakat desa karena diperkirakan setiap desa akan mendapatkan dana sekitar 1.4 miliar berdasarkan perhitungan dalam penjelasan UU desa yaitu, 10 persen dari dan transfer daerah menurut APBN untuk perangkat desa sebesar Rp. 59, 2 triliun, ditambah dengan dana dari APBD sebesar 10 persen sekitar Rp. 45,4 triliun.[3] Total dana untuk desa adalah Rp. 104, 6 triliun yang akan dibagi ke 72 ribu desa se Indonesia.[3]

Ketentuan Umum

sunting
 
Seorang lelaki memainkan alat musik tradisional di daerah Alor

Dalam ke­ten­tuan umum UU No 32 Tahun 2004 tentang pe­m­e­rintah daerah menyatakan, desa atau yang disebut nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang un­tuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat se­tem­pat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia.[4] Dalam UU tersebut juga ditegaskan desa adalah kesa­tuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus uru­san pe­merintahan, kepen­tingan ma­syarakat setempat berda­sar­kan prakarsa masyarakat, hak-asal usul dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pe­me­rintahan negara kesatuan Republik Indonesia.[4] Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, pembentukan desa ha­nya berdasarkan indikator jumlah penduduk dibedakan menurut pulau dan langsung menjadi desa definitif.[4] Dalam UU Desa yang baru, indikator jumlah penduduk tidak lagi hanya menurut pulau, namun lebih terperinci seperti syarat jumlah penduduk lebih besar dibandingkan sebelumnya.[4] Jika sebelumnya cukup de­ngan jumlah penduduk 2.500 orang, dengan UU Desa wajib 4.500 orang dan dalam un­dang- undang tersebut ada­nya desa persiapan selama 1-3 tahun.[4]

Selain itu juga terdapat ketentuan umum terkait desa adat, yaitu sebagai kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya secara nyata masih hidup, baik yang bersifat teritorial, genealogis, maupun yang bersifat fungsional.[5] Dimaksudkan sebagai kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya dipandang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan suatu kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.[5] Tentunya terdapat ketentuan khusus yang mendefinisikan keberadaan desa.[5]

Tujuan Desa

sunting
 
salah satu areal desa di Aceh yang terkena dampak Tsunami

Pemerintah negara Republik Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.[6]

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan negara Indonesia.[6] Desa yang memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kukuh dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.[6] Dengan demikian, tujuan ditetapkannya pengaturan Desa dalam Undang-Undang ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:

  • memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  • memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;
  • melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa;
  • mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;
  • membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;
  • meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
  • meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;
  • memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan
  • memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.

Kewenangan Desa

sunting

Dalam undang-undang tersebut juga diatur mandat dan kewenangan desa antara lain kewenangan berdasarkan hak asal usul, kewenangan lokal berskala Desa, kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.[5] Serta kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[5] Selain itu, jika dalam UU No 32 Tahun 2004, masa jabatan kepala desa 6 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa jabatan.[4] Namun, pada UU Desa masa jabatan 6 tahun, dapat menjabat paling banyak 3 kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak ber­turut-turut.[4] Dalam UU No 32 Tahun 2004, desa adat ha­nya menyebutkan ma­syarakat hukum adat, tidak secara tegas menyebut desa adat.[4] Sedangkan, dalam UU Desa, adanya ketentuan khusus me­ngenai desa adat, penataan desa adat, kewenangan desa adat, pemerintah desa adat dan peraturan desa adat.[4] Ar­ti­nya dalam UU Desa ini, di­hormati kekhasan masing –masing daerah dimana dalam atu­ran sebelumnya itu tidak di­atur secara tegas.[4]

 
anak-anak pedesaan yang terkena musibah Tsunami

Lebih lanjut, dalam atu­ran se­belumnya kewenangan peme­rintahan yang menjadi ke­wenangan desa mencakup urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal–usul desa, urusan peme­rintahan yang menjadi kewe­nangan kabupaten/ kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, tugas pemban­tuan dari pemerintah, peme­rintah provinsi dan atau pe­merintah kabupaten/desa, urusan pemerintahan lain­nya yang oleh peraturan per­un­dang-undangan dise­ra­h­kan kepala desa.[4] Dalam UU Desa, kewe­nangan desa meliputi kewe­nangan berdasarkan hak asal usul, kewenangan lokal ber­kala desa, kewenangan yang ditugaskan pemerintahan daerah provinsi, pemerintah kota/kabupaten dan ke­we­nangan lain yang ditugaskan oleh pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[4]

Serta Pemerintah Desa juga diberikan kewenangan untuk mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang dikelola dengan semangat kekeluargaan dan gotong-royong.[3] BUMD itu bisa bergerak dibidang ekonomi, pedagangan, pelayanan jasa maupun pelayanan umum lainnya sesuai ketentuan umum peraturan perundang-undangan.[3] Dalam penjelasannya, disebutkan bahwa BUM Desa ini secara spesifik tidak bisa disamakan dengan badan hukum seperti perseroan terbatas, CV atau koperasi karena tujuan dibentuknya adalah untuk mendayagunakan segala potensi ekonomi, sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk kesejahteraan masyarakat desa.[3]

Dengan kata lain, orientasi BUM Desa tidak hanya berorientasi pada keuntungan keuangan.[3] Melainkan juga mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.[3] Sumber pendanaan BUM Desa juga dibantu oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan pemerintah desa.[3] Pemerintah mendorong BUM Desa dengan memberikan hibah dan atau akses permodalan, melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar, dan memprioritaskan BUM Desa dalam pengelolaan sumber daya alam di desa.[3]

Lihat juga

sunting

Rujukan

sunting
  1. ^ "UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA" (PDF). http://lkbh.uny.ac.id. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-05-08. Diakses tanggal 8 Mei 2014.  Hapus pranala luar di parameter |publisher= (bantuan)
  2. ^ a b c d e "Tentang Undang-Undang Desa". http://www.yipd.or.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-12. Diakses tanggal 9 Mei 2014.  Hapus pranala luar di parameter |publisher= (bantuan)
  3. ^ a b c d e f g h i Aliansyah, Muhamad Agil. Fadil, Iqbal, ed. "UU Desa disahkan, dana sebesar Rp 104,6 triliun dikucurkan". Merdeka.com. http://www.merdeka.com. Diakses tanggal 9 Mei 2014.  Hapus pranala luar di parameter |publisher= (bantuan)
  4. ^ a b c d e f g h i j k l "Syafrizal: Kekhasan Daerah, Dihormati". http://padangekspres.co.id. Diakses tanggal 9 Mei 2014.  Hapus pranala luar di parameter |publisher= (bantuan)
  5. ^ a b c d e "Ada Ketentuan Umum dan Khusus untuk Desa Adat". http://www.humas.kutaitimurkab.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-09-24. Diakses tanggal 9 Mei 2014.  Hapus pranala luar di parameter |publisher= (bantuan)
  6. ^ a b c "Penjelasan UU Nomor 6 Tahun 2014". http://joglo.tv. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-07. Diakses tanggal 9 Mei 2014.  Hapus pranala luar di parameter |publisher= (bantuan)