Monumen Sebelas Digulis Kalimantan Barat, disebut juga sebagai Tugu Digulis atau Tugu Bambu Runcing atau Tugu Bundaran Untan oleh warga setempat, merupakan sebuah monumen yang terletak di Bundaran Universitas Tanjungpura, Jalan Jend. Ahmad Yani, Kelurahan Bansir Laut, Kecamatan Pontianak Tenggara, Kota Pontianak.

Monumen Sebelas Digulis
Monumen Sebelas Digulis
Informasi umum
LokasiPontianak, Indonesia
AlamatJl. Jenderal Ahmad Yani, Bansir Laut, Kec. Pontianak Tenggara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat 78115
Diresmikan10 November 1987; 37 tahun lalu (1987-11-10)
PemilikRepublik Indonesia

Sejarah

sunting

Monumen yang diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Barat H. Soedjiman pada 10 November 1987 ini pada awalnya berbentuk sebelas tonggak menyerupai bambu runcing yang berwarna kuning polos. Pada tahun 1995, monumen ini dicat ulang dengan warna merah-putih. Penggunaan warna merah-putih ini menjadikan sebagian warga menganggap monumen ini lebih mirip lipstik daripada bambu runcing. Kemudian, pada tahun 2006 dilakukan renovasi pada monumen ini sehingga berbentuk lebih mirip bambu runcing seperti penampakan saat ini.

Monumen ini didirikan sebagai peringatan atas perjuangan sebelas tokoh Sarekat Islam di Kalimantan Barat, yang dibuang ke Boven Digoel, Irian Barat karena khawatir pergerakan mereka akan memicu pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Belanda di Kalimantan. Tiga dari sebelas tokoh tersebut meninggal pada saat pembuangan di Boven Digoel dan lima di antaranya wafat dalam Peristiwa Mandor. Nama-nama kesebelas tokoh tersebut kini diabadikan juga sebagai nama jalan di Kota Pontianak. Kesebelas pejuang itu antara lain:

  • Achmad Marzuki, asal Pontianak, meninggal karena sakit dan dimakamkan di makam keluarga;
  • Achmad Su'ud bin Bilal Achmad, asal Ngabang, wafat dalam Peristiwa Mandor;
  • Gusti Djohan Idrus, asal Ngabang, wafat dalam pembuangan di Boven Digoel;
  • Gusti Hamzah, asal Ketapang, wafat dalam Peristiwa Mandor;
  • Gusti Moehammad Situt Machmud, asal gabang, wafat dalam Peristiwa Mandor;
  • Gusti Soeloeng Lelanang, asal Ngabang, wafat dalam Peristiwa Mandor;
  • Jeranding Sari Sawang Amasundin alias Jeranding Abdurrahman, asal Melapi, Kapuas Hulu, meninggal karena sakit di Putussibau.
  • Haji Rais bin H. Abdurahman, asal Banjarmasin, wafat dalam Peristiwa Mandor;
  • Moehammad Hambal alias Bung Tambal, asal Ngabang, wafat dalam pembuangan di Boven Digoel;
  • Moehammad Sohor, asal Ngabang, wafat dalam pembuangan di Boven Digoel; dan
  • Ya' Moehammad Sabran, asal Ngabang, meninggal karena sakit.

Sumber

sunting