Tiong Hoa Hwee Koan

(Dialihkan dari Tjung Hwa Hwei Kwan)

Tiong Hoa Hwee Kwan (THHK, 中华会馆 Zhong Hua Hui Guan) atau Rumah Perkumpulan Tionghoa adalah sebuah organisasi yang didirikan tanggal 17 Maret 1900 oleh beberapa tokoh keturunan Tionghoa di Jakarta (waktu itu bernama Batavia).[1] Tujuan utama para pendirinya adalah untuk mendorong orang Tionghoa yang bermukim di Indonesia (waktu itu bernama Hindia Belanda) untuk mengenal identitasnya. Mereka menginginkan masyarakat Tionghoa yang sudah bergenerasi hidup di Hindia Belanda mengenal kebudayaan Tionghoa sehingga mereka bisa bersatu sebagai satu kelompok masyarakat yang dihormati oleh penjajah Belanda. Proses pengenalan kebudayaan atau pencarian identitas yang ditempuh oleh para pendiri Tiong Hoa Hwee Kwan adalah penyebarluasan ajaran Kong Hu Cu, yaitu ajaran atau agama yang dijunjung oleh masyarakat Tionghoa baik di dalam maupun di luar Republik Rakyat Tiongkok pada waktu itu.

Tiong Hoa Hwee Kwan Sungailiat, Bangka, 1914.

Kegiatan utama THHK antara lain membangun dan membina sekolah berbahasa Mandarin. Yang paling terkenal adalah THHK Batavia (Bahoa) dan THHK Tegal (Zehoa). Tahun 2006, masyarakat alumni THHK Tegal merayakan 100 tahun sekolah THHK yang ditutup oleh Pemerintah Soeharto pada tahun 1966-67.

Gedung bersejarah yang dipakai sewaktu pendirian Tiong Hoa Hwee Koan berlokasi di jalan Patekoan, Jakarta yang kini menjadi gedung SMAN 19.

Pada tahun 1901, Tiong Hoa Hwee Koan mendirikan sekolah Tionghoa yang disebut Tiong Hoa Hak Tong. Sekolah ini merupakan sekolah swasta modern pertama, bukan saja di Batavia, tetapi juga di Hindia Belanda kala itu. Berdirinya sekolah ini merupakan reaksi masyarakat Tionghoa di Batavia terhadap pemerintah Belanda yang tidak pernah memberikan pendidikan kepada anak-anak Tionghoa. Akibat perkembangan yang pesat dari sekolah THHK, pemerintah kolonial Belanda yang khawatir anak-anak akan 'tersedot' ke sekolah ini segera mendirikan Hollandsch Chineesche School (HCS), yaitu sekolah berbahasa Belanda bagi anak Tionghoa. Pada perkembangan selanjutnya sekolah THHK Patekoan ini disingkat menjadi Pa Hua.

Setelah terjadinya Gerakan 30 September (G30S), Pa Hua termasuk dalam sekolah-sekolah berbahasa Tionghoa yang ditutup oleh pemerintah Orde Baru dan bangunannya diambil alih. Kala itu, ratusan sekolah Tionghoa diambil alih dengan adanya larangan pengajaran, penerbitan, dan brosur dengan aksara Tionghoa. Pa Hua sendiri kini menjadi SMUN 19. Untuk Ze Hoa (6°51'38.88"S, 109° 8'25.10"E), kompleks dibagi dua menjadi SMP Negeri IV dan Sekolah Menengah Olahraga Atas yang bisa menikmati satu lapangan tenis lantai beton, satu lapangan sepak bola dan dua lapangan bola basket ditambah beberapa lapangan bola voli serta satu gedung pertunjukan.

Tiong Hoa Kwee Koan juga menjadi perintis pemakaian istilah "Tionghoa" yang mengacu kepada masyarakat keturunan Tionghoa. Sejarah pemakaian kata "Tionghoa" berawal di kalangan perkumpulan Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) Batavia pada tahun 1900. Pada saat itu istilah "Tjina" atau "Tjienna" yang dipakai sejak lama mulai dianggap merendahkan. Pada tahun 1928 Gubernur-Jendral Hindia Belanda secara formal mengakui penggunaan istilah "Tionghoa" dan "Tiongkok" untuk berbagai keperluan resmi. Penggunaan istilah "Tionghoa" ini hanya bertahan selama 38 tahun, karena pada tahun 1966 ketika pemerintah Orde Baru kembali menggunakan istilah "Cina" hingga akhir pemerintahan Orde Baru.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-09. Diakses tanggal 2012-01-14. 

Bacaan lanjutan

sunting

Pranala luar

sunting