Teori Stambaum atau Teori Batang Pohon merupakan teori yang berasal dari evolusi konsep atas model pohon keluarga (silsilah keluarga), khususnya pohon filogenetik dalam evolusi biologis spesies. August Schleicher berpendapat bahwa bahasa dalam Teori Stammbaum atau Teori Batang Pohon hanya bercabang menjadi dua dan terjadi dengan tiba-tiba.[1] Bahasa dalam teori ini diibaratkan seperti spesies yang berasal dari satu induk tunggal. Setiap bahasa dianggap telah berevolusi dari bahasa induknya dan bahasa dengan garis nenek moyang yang sama termasuk dalam satu rumpun bahasa sama pula.

Sejarah perkembangan

sunting

Teori Stammbaum atau Teori Batang Pohon merupakan sebuah teori yang dikemukakan oleh August Schleicher pada tahun 1866. Teori ini digunakan sebagai sebuah metode untuk mengelompokkan bahasa-bahasa di dunia.[2] Teori ini berkembang dari hukum bunyi yang dianut pada masa itu. Latar belakang model Teori Stammbaum yang menyerupai silsilah keturunan berasal dari pengaruh toeri Darwin. Schleicher merupakan seorang biolog sehingga teori Darwin memengaruhinya dalam menyusun konsep mengenai Teori Stammbaum atau Teori Batang Pohon.[2]

Schleicher mengemukakan pandangan bahwa sebuah bahasa berkembang dari satu proto yang sama kemudian terbagi menjadi dua cabang bahasa. Cabang-cabang bahasa tersebut menghasilkan cabang bahasa yang lebih kecil, tetapi tetap memperlihatkan adanya keterhubungan dengan bahasa induknya, baik dalam waktu maupun ruang.

Dasar teori

sunting

Dasar Teori Stammbaum atau Teori Batang Pohon merupakan korespondensi fonemis.[1] Korespondensi fonemis merupakan sebuah metode untuk menemukan hubungan antarbahasa dalam bidang bunyi bahasa.[3] Berdasarkan korespondensi fonemis terhadap beberapa bahasa kerabat, dapat diadakan rekonstruksi untuk memperoleh fonem proto dari suatu bahasa. Rekonstruksi dalam hal ini merujuk pada pengertian atas sebuah proses penyusunan (penggambaran) kembali.[4] Hasil rekonstruksi tersebut juga dapat digunakan untuk mendapatkan suatu bahasa proto.[1]

Teori Stammbaum oleh Schleicher menggunakan konsepsi pencabangan dua. Konsepsi pencabangan dua merupakan suatu pengertian atas bentuk persebaran bahasa yang secara serempak mengahasilkan dua cabang baru, kedua cabang tersebut akan berpisah dan menghasilkan dua cabang lain, dan seterusnya. Schleicher tidak mempersoalkan apakah kedua bahasa tersebut masih memiliki kontak atau tidak setelah berpisah.

Kekurangan teori stammbaum

sunting

Teori Stammbaum atau Teori Batang Pohon menjadi landasan pengelompokan bahasa yang hadir lebih dulu pada abad ke-19 dibandingkan Teori Gelombang oleh J. Schmidt yang merupakan hasil penyempurnaan atas Teori Stammbaum.[2] Oleh karena itu, Gorys Keraf dalam buku Linguistik Bandingan Historis mengemukakan beberapa kekurangan di dalam Teori Stammbaum sebagai berikut.[2]

Istilah Stammbaum mengandung bahaya. Pada Teori Stammbaum bahasa disamakan dengan organisme biologis. Pada hakikatnya, bahasa tidak memiliki wujud yang bebas seperti binatang dan pohon sehingga bahasa tidak dapat berubah dengan sendirinya. Perubahan dalam bahasa dibuat oleh manusia, bukan oleh bahasa itu sendiri.

Konsep perubahan dalam bahasa itu sendiri. Jika perubahan dalam suatu bahasa terjadi dalam satu garis lurus, maka tidak ada pengaruh atas bahasa lain dalam bahasa cabang yang diturunkan. Misalnya, jika bahasa Melayu merupakan cabang (garis lurus) dari bahasa Austronesia, maka tidak ada pengaruh cabang bahasa lain di dalamnya. Akan tetapi, ditemukan unsur kata bahasa Jawa, Sunda, dan sebagainya yang masuk ke dalam bahasa Melayu atau bahasa Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa Melayu juga mendapat pengaruh dari bahasa lain, bukan hanya melalui bahasa Austronesia.

Tiap cabang hanya dapat menurunkan dua cabang baru dan pencabangan tersebut terjadi secara tiba-tiba. Pencabangan suatu bahasa proto bisa menjadi lebih dari dua cabang, hanya satu bahasa, dan bahkan punah sebelum menurunkan suatu cabang bahasa.

Faktor pencabangan bahasa

sunting

Bertolak belakang dari Teori Stammbaum milik Schleicher, Gorys Keraf dalam buku Linguistik Bandingan Historis[5] mengemukakan beberapa faktor terjadinya pencabangan bahasa yang dapat membuat suatu bahasa berkembang lebih dari dua cabang atau bahkan tidak menurunkan cabang sama sekali. Sebuah bahasa proto memilik peluang untuk terbagi menjadi tiga cabang bahasa atau lebih. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya bencana alam atau peperangan. Pencabangan juga dapat terjadi karena adanya penduduk suatu wilayah yang menuturkan bahasa yang sama kemudian terpisah ke tiga daerah yang berbeda dan tidak terjalin komunikasi lagi. Ketiga kelompok tersebut menjadi bakal tumbuhnya bahasa yang berbeda dalam perkembangan selanjutnya.

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Keraf, Gorys (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 107. 
  2. ^ a b c d Keraf, Gorys (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 106. 
  3. ^ Katrini, Yulia Esti; Asmara, Rangga (2018). "Korespondensi dan Variasi Bunyi Bahasa-Bahasa Nusantara Mempermudah Belajar Bahasa". Repositori Kemdikbud: 10. 
  4. ^ "KBBI Daring". Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016. Diakses tanggal 2021-04-12. 
  5. ^ Keraf, Gorys (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 109.