Teori kontak (The Contact Theory) adalah sebuah teori mengenai asal usul bahasa yang dicetus oleh G. Révész dalam bukunya yang berjudul The Origins and Prehistory of Language[1]. Teori ini menyerupai teori tekanan sosial yang diajukan oleh Adam Smith, dan bagian penting lainnya menyerupai teori kontrol sosial oleh de Laguna. Menurut Révész, teori kontak ini tidak dapat menemukan konsepsi yang memuaskan bagaimana panggilan diubah menjadi kata. Walaupun teori ini belum sampai pada hipotesa bagaimana panggilan berubah menjadi kata, namun teori Révész lebih memuaskan dari teori-teori sebelumnya yang selalu memulai dengan manusia yang sudah berkembang.

Sejarah Asal Usul Bahasa sunting

Dari penggalian-penggalian arkeologis, para ahli memperkirakan bahwa kehadiran makhluk yang mirip manusia (hominoid) sudah ada beberapa juta tahun yang lalu. Hominoid inilah yang dianggap memberi peluang bagi hadirnya hominid awal, yaitu makhluk-makhluk yang termasuk dalam genus Homo yang terdiri dari bermacam-macam homo, tetapi masih berbeda dengan homo sapiens sebagai primat yang sudah mengalami pertumbuhan sempurna. Meski masih sangat primitif, kehadiran kebudayaan dari mereka menunjukkan bahwa seharusnya sudah ada bahasa pada saat itu, karena bahasa merupakan prasyarat bagi pewarisan tradisional dan pertumbuhan kebudayaan. Awal mula pertumbuhan bahasa (pra-bahasa) mungkin sudah ada pada hominid, sedangkan bahasa yang sesungguhnya baru timbul lebih kemudian. Akan tetapi, tidak ada bukti yang menunjang anggapan itu atau yang memungkinkan kita menyusun suatu evolusi perkembangan manusia.

Dr. Teuku Jacob memperikarakan Pithecanthropus sudah berkomunikasi linguistic secara terbatas tetapi masih dibantu oleh isyarat tubuh[1]. Dr Jacob menyimpulkan bahwa Pithecanthropus sudah bisa berbahasa dengan ditemukannya sikap tegak sudah tercapai, meskipun lentik leher masih belum sempurna. Hal tersebut memungkinkan adanya saluran suara yang sesuai untuk berkomunikasi verbal. Karena tidak ada data-data yang tertulis mengenai bagaimana timbulnya bahasa umat manusia dahulu kala, maka telah dirumuskan berbagai macam teori mengenai hal tersebut. Pada abad  XIX dan XX, beberapa teori mengenai munculnya bahasa dalam masyarakat manusia bermunculan. Teori-teori tersebut antara lain teori tekanan sosial, teori onomatopetik, teori interyeksi, teori nativistik, teori yo-he-ho, teori isyarat, teori permainan vokal, teori isyarat oral, teori kontrol sosial, teori kontak sosial, dan teori Hockett-Ascher.

Teori sunting

Teori kontak (The Contact Theory) mulanya diajukan oleh G. Révész dalam bukunya yang berjudul The Origins and Prehistory of Language. Kata 'kontak' menandakan kecenderungan dasar social animals untuk saling mendekat, menjalin hubungan baik, bekerja sama, dan berkomunikasi[2]. Ini adalah prinsip hidup universal bagi individu yang tergabung dalam kelompok sosial.

Hubungan sosial pada makhluk hidup menunjukkan bahwa kebutuhan untuk berinteraksi satu sama lain tidak memberi rasa kepuasan kepada tiap individu. Pada tahap yang sangat rendah, pada tingkat instinktif, kebutuhan untuk mengadakan kontak ini tampaknya dapat dipenuhi oleh kontak spasial. Pada perkembangan selanjutnya, kontak spasial tadi akan berubah menjadi keinginan untuk melakukan kontak emosional. Hasil dari kontak emosional dapat berupa timbulnya rasa pengertian, simpati, dan empati pada orang lain. Kontak emosional adalah hal yang esensial pada tingkah laku berbahasa. Bahasa hanya mungkin ada apabila timbul hubungan personal atau kontak emosional antara orang-orang yang mampu berbicara.[3]

Kontak intelektual sangat esensial bagi perkembangan bahasa. Sebagaimana kontak emosional yang berfungsi untuk menyampaikan emosi, maka kontak intelektual berfungsi untuk bertukar pikiran. Seorang anak manusia yang tak pernah terlibat dalam jaringan kontak intelektual dengan orang-orang lain, tidak akan memahami pengaruh bahasa sebagai alat untuk komunikasi intelektual. Hal ini juga berlaku bagi filogenetis bahwa bahasa dapat muncul setelah tercapainya pra-kondisi untuk kontak emosional dan kontak intelektual pada anggota-anggota masyarakat primitif.

Bahasa berkembang dari bunyi-bunyi ekspresif yang tidak memiliki makna ekspresif. Dari bunyi-bunyi ekpresif ini tumbuh menjadi bunyi-bunyi kontak, fungsinya untuk menjalin hubungan dengan orang-orang lain. Bunyi kontak yang mula-mula lahir adalah teriakan (cry), yang tidak diarahkan oleh individu tertentu, tetapi kepada lingkungan sekitar. Teriakan memiliki fungsi untuk membentuk komunikasi dengan sekitar dan belum berbentuk komunikasi personal. Sedangkan panggilan (call) diucapkan hanya bila pendengar berada dalam jangkauan pandangan atau berada dalam jangkauan bunyi. Tahap terakhir dalam evolusi bahasa adalah lahirnya kata, yang menuntun kita. Sehingga kebutuhan awal untuk mengadakan kontak, kira-kira menyerupai situasi seperti yang digambarkan dalam teori tekanan sosial mengenai pertemuan dua orang primitif di hutan yang dihadapkan pada kebutuhan untuk menyampaikan keperluan mereka. Teori ini juga menyerupai teori kontrol sosial dalam arti teori ini juga bersifat evolusioner mulai dengan teriakan yang berkembang melalui suatu proses menuju kata.

Kelemahan sunting

Révész belum mampu membentuk suatu konsepsi yang memuaskan bagaimana panggilan (call) diubah menjadi kata. Hal ini tidak dapat dijawab tanpa mempergunakan hipotesa-hipotesa yang semata-mata didasarkan pada imajinasi tanpa dasar empiris.

Kelebihan sunting

Walaupun belum sampai pada hipotesa bagaimana timbulnya bahasa, tetapi dalam banyak hal teori kontak lebih memuaskan dari teori-teori sebelumnya, yang selalu mulai dengan manusia yang sudah berkembang.

Referensi sunting

  1. ^ a b Keraf, Gorys (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 
  2. ^ Révész, Géza (1956). The Origins and Prehistory of Language (dalam bahasa Inggris). Longmans, Green. 
  3. ^ Putrayasa, I Gst. Ngr. Kt. (2019). "AWAL MULA TIMBULNYA BAHASA : KAJIAN HISTORIS KOMPARATIF" (PDF). Universitas Udayana. Diakses tanggal 5 September 2023.