Tari Likurai

Tarian tradisonal Kabupaten Belu.

Tari Likurai merupakan tarian tradisonal Masyarakat Kabupaten Belu dan Kabupaten Malaka[1] Tari likurai digunakan sebagai simbol penghormatan kepada tamu Negara atau Turis yang datang ke Belu dan Malaka atau menyambut para pejuang yang pulang dari medan peperangan. Tari Likurai biasa dilaksanakan pada saat panen raya sebagai wujud rasa syukur. Penari harus menggunakan kain tenun ikat khas Kabupaten Belu dan Malaka dengan membunyikan alat musik sejenis kendang. Yang terdaftar resmi sebagai Warisan Budaya Takbenda adalah "Tarian Likurai", bukan "Tari Likurai".[2]

Tahun 2017 menjadi tahun perdana diadakan tarian likurai masal dengan peserta 6500 penari dan dihadiri Kementerian Dalam Negeri, bahkan peserta penari ada yang berasal dari Negara Timor Leste. Fulan Fehan terletak di Desa Dirun Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu di bawah kaki Gunung Lakaan tempat leluhur pertama orang Timor, seorang perempuan: Laka Lorok Kmesak.[3] Tarian masal Likurai di Fulan Fehan menjadi agenda tahunan di bulan Agustus-November. Hanya saja jumlah penari tidak sebanyak tahun 2017. Bukit Fulan Fehan terkenal dengan suasana yang sejuk dan dikelilingi kuda. Akses masuk ke bukit fulan fehan sudah cukup bagus dan aman. dari bandara AA Bere Talo Atambua membutuhkan perjalanan darat kurang lebih dua jam untuk sampai ke bukit Fulan Fehan. Jalan raya menuju fulan fehan disebut jalan Sabuk Merah yang artinya jalan yang menghubungkan beberapa Kecamatan di Kabupaten Belu.

Referensi sunting

  1. ^ Pemda Belu. "Wisata Budaya". Belukab.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-14. Diakses tanggal 14 April 2019. 
  2. ^ Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (01 Januari 2011). "Tarian likurai". WBTB. Diakses tanggal 15 April 2019. 
  3. ^ "Budaya Belu". Pemkab Belu. Diakses tanggal 15 april 2019.