Tungku induksi

(Dialihkan dari Tanur induksi)

Sebuah tungku induksi atau tanur induksi adalah tungku listrik di mana panas diterapkan dengan pemanasan induksi logam. Keuntungan dari tungku induksi adalah, proses peleburan hemat energi dan baik-dikendalikan bersih dibandingkan dengan kebanyakan cara lain peleburan logam.

Deskripsi sunting

 
1 - Melt
2 - water-cooled coil
3 - yokes
4 - crucible

Secara umum tanur induksi digolongkan sebagai tanur peleburan (melting furnace) dengan frekuensi kerja jala-jala (50 Hz) sampai frekuensi tinggi (10000 Hz) dan tanur penahan panas (holding furnace) yang bekerja pada frekuensi jala-jala. Prinsip kerja induction furnace hampir sama dengan kerja transformator, dimana ada lilitan litsrik berfrekuensi tinggi, maka akan didapatkan/timbul arus induksi dalam lilitan sekunder yang terdiri dari crucible dan isian logam cair.

Nilai frekwensi dalam sebuah tungku induksi nilainya bisa mencapai 2000 Hz, dan tegangan DC nya pun bisa diatur mengikut hingga mencapai 800VDC. Dalam hal pengaturan nilai-nilai listriknya (frekwensi dan tegangan), sebuah tungku induksi menggunakan komponen utama yang dinamakan "THYRISTOR" dalam panel sumber tenaga listriknya.

Untuk menghindari lonjakkan tegangan dan arus secara mendadak yang disebabkan oleh sebuah beban (besi yang masuk secara tiba-tiba atau besi yang semakin banyak volumenya) dalam sebuah tungku induksi yang bisa menyebabkan rusaknya trafo sumber tenaga listriknya, maka di pasanglah beberapa kapasitor DC yang dipasang secara seri dan paralel.

Dalam penggunaan sumber arus dan tegangan listrik DCnya, Tungku Induksi ini melingkari bejana pemasak (berbentuk seperti sebuah semen coran sumur timba yang terbuat dari pasir cetakan khusus) dengan menggunakan pipa tembaga sebagai bahan penghantarnya. Dan pipa tembaga ini selalu di aliri oleh air termasuk kabel dan komponen peralatan pada panel sumber listriknya yang berfungsi untuk meredam panas yang akan ditimbulkan selama proses peleburan berjalan.

Ketika Sebuah beban masuk dalam bejana pemasak yang di aliri oleh tegangan DC dan nilai Frekwensi yang telah diatur besarannya, maka nilai arus yang mengalir akan mengikuti besarannya sesuai dengan nilai beban yang masuk. Nilai frekwensi yang tinggi akan dapat menyebabkan sebuah beban dalam bejana pemasak tersebut melepaskan panasnya, sehingga panas yang ditimbulkan oleh beban tersebut justru dapat melelehkan beban itu sendiri. Karena panas yang dialami oleh beban akan semakin tinggi, hingga mencapai nilai titik leburnya.

Arus induksi (arus Eddy) memanaskan dan mencairkan bahan isian. Pemilihan frekuensi kerja tanur peleburan sangat erat hubungannya dengan material yang dilebur maupun kapasitas peleburan, mengingat frekuensi kerja tersebut akan mengakibatkan terjadinya gejolak cairan (stirring) selama proses peleburan dengan tinggi puncak yang berbeda-beda. Sedangkan semakin tinggi frekuensi kerja maka akan naik pula kapasitas peleburan. Dengan demikian kompromi antara kebutuhan kapasitas dengan akibat yang akan ditimbulkan oleh gejolak cairan terhadap material perlu dilakukan.

Tanur penahan panas berfungsi sebagai tempat penyimpanan cairan, sehingga memerlukan daya yang relative kecil namun memiliki kapasitas yang sangat besar. Proses peleburan dengan menggunakan tanur jenis ini dapat dilakukan, tetapi harus selalu diawali dengan bahan cair dan pemasukan bahan padat yang dihitung sedemikian rupa agar tidak terjadi pembekuan di dalam tanur.

Sejarah sunting

Pembuatan tanur induksi didasari oleh hukum induksi Faraday (1831) dan teori medan elektromagnetik Maxwell (1873).[1] Tanur induksi pertama kemudian digagas oleh Tz. Verant pada tahun 1887. Ia membuat tanur berdasarkan prinsip kerja transformator. Kumparan kedua berbentuk cincin yang berinti baja dijadikan sebagai saluran cairan logam. Tanur ini belum dapat digunakan secara langsung di industri peleburan logam. Pada tahun 1900, tanur induksi dengan kanal horizontal berhasil dibuat untuk keperluan industri. Setelahnya, para ahli teknik listrik mengembangkan berbagai studi tentang tanur induksi. Pada tahun 1908, A.N. Lodygin berhasil mengembangkan tanur induksi untuk industri. Tanur induksi buatan Lodygin kemudian mulai digunakan di banyak industri peleburan logam pada awal abad ke-20.[2]

Pendahuluan sunting

Penggunaan tanur induksi di industri pengecoran logam dewasa ini telah semakin berkembang. Hal ini terutama karena tanur induksi menjanjikan beberapa kelebihan antara lain:

  • Hasil peleburan bersih.
  • Mudah dalam mengatur/mengendalikan temperatur.
  • Komposisi cairan homogen.
  • Efisiensi penggunaan energi panas tinggi.
  • Dapat digunakan untuk melebur berbagai jenis material.

Namun demikian terdapat pula hambatan/kendala yang perlu diperhatikan yaitu:

  • Infestasi biaya beban tetap yang cukup besar menuntut loading yang tinggi.
  • Biaya operasi yang besar menuntut tingkat kegagalan yang rendah.
  • Dibutuhkan operator maupun teknisi berpengalaman dalam mengoperasikannya.
  • Tingkat bahaya besar, mengingat tanur ini menggunakan enerji listrik yang sangat besar.
  • Biaya perawatan besar.

Dengan demikian walaupun tanur induksi menjanjikan banyak keuntungan namun menuntut perlakuan dan pengoperasian yang BENAR meliputi:

  • Keterampilan operator.
  • Penggunaan bahan baku dengan spesifikasi jelas.
  • Preventive maintenance yang intensiv.

Prinsip proses peleburan dengan tanur induksi sunting

Tanur induksi bekerja dengan prinsip transformator dengan kumparan primer dialiri arus AC dari sumber tenaga dan kumparan sekunder. Kumparan sekunder yang diletakkan di dalam medan mahnit kumparan primer akan menghasilkan arus induksi. Berbeda dengan transformator, kumparan sekunder digantikan oleh bahan baku peleburan serta dirancang sedemikian rupa agar arus induksi tersebut berubah menjadi panas yang sanggup mencairkannya.

Sesuai dengan frekuensi kerja yang digunakan, tanur induksi dikatagorikan sebagai tanur induksi frekuensi jala-jala (50 Hz – 60 Hz) dengan kapasitas lebur diatas 1 ton/jam dan tanur induksi frekuensi menengah (150 Hz – 10000 Hz) untuk tanur dengan kapasitas lebur rendah.

Frekuensi jala-jala pada tanur induksi frekuensi menengah diubah terlebih dahulu dengan menggunakan thyristor menjadi freukensi yang lebih tinggi sebelum dialirkan kekumparan primer.

Secara umum tanur induksi terdiri dari 2 jenis yaitu:

  • Tanur induksi jenis saluran, yang digunakan sebagai holding furnace (hanya berfungsi untuk menahan temperatur cairan agar tidak turun).
  • Tanur induksi jenis krus, yang digunakan sebagai tanur peleburan.

Pemanasan hanya dilakukan pada bagian saluran cairan. Bahan cair yang panas akan bergerak keatas, sedangkan bahan cair yang dinggin bergerak kebawah mengisi saluran. Dengan demikian cairan di dalam tanur akan mengalami sirkulasi.

Tanur induksi jenis krus dikonstruksi sedemikian rupa disesuaikan dengan ukuran dan jenis bahan yang dilebur, sehingga terdapat tanur induksi frekuensi jala-jala, tanur induksi frekuensi menengah dan tanur induksi frekuensi tinggi.

Dengan demikian bahan baku peleburan pada tanur induksi dengan frekuensi kerja terpasang yang memiliki dimensi lebih kecil dari harga yang tertulis pada tabel diatas, harus dilebur dengan bantuan sisa cairan di dalam tanur.

Pada tanur induksi frekuensi jala-jala (50 Hz), mengingat dimensi bahan baku minimumnya sedemikian besar, maka peleburan pertama selalu dimulai dengan bahan berukuran besar sebagai starting-block serta selalu disisakan sekurang-kurangnya 1/3 cairan di dalam tanur untuk membantu proses peleburan berikutnya.

Akibat dari adanya arus induksi yang terus menerus mengalir di dalam cairan maka akan terjadi pergerakan cairan yang disebut sebagai stirring. Kualitas dan kuantitas stirring ditentukan oleh tinggi atau rendahnya frekuensi kerja dan jumlah fasa listrik yang digunakan.

Sedangkan frekuensi kerja yang semakin rendah akan mengakibatkan stirring secara kualitatif menjadi semakin besar namun kuantitatif sedikit sehingga akan muncull sebagai gejolak cairan. Frekuensi kerja yang semakin tinggi akan mengakibatkan stirring yang terjadi kecil namun merata disetiap bagian dari cairan, sehingga cairan akan tampak lebih tenang.

Pemuatan bahan peleburan sunting

Proses peleburan dengan tanur induksi akan semakin efisien bila menggunakan bahan baku yang masif (berukuran besar) dan kompak. Keuntungan yang diperoleh dari bahan masif adalah:

  • Bahan yang dilewati oleh medan induksi lebih banyak sehingga menghasilkan enerji panas yang lebih besar.
  • Permukaan bahan yang bersentuhan dengan udara sedikit sehingga mengurangi efek oksidasi.
  • Bahan homogen dengan komposisi yang serupa sehingga mengurangi faktor kesalahan peramuan.
  • Mengurangi kemungkinan bahan asing dan kotoran ikut terbawa pada saat pemuatan sehingga lebih dapat menjamin pencapaian komposisi yang dikehendaki serta mengurangi terak ataupun bahaya-bahaya lain yang ditimbulkannya.

Ketersediaan cairan di dalam tanur juga akan dapat meningkatkan kecepatan peleburan. Maka dalam hal pemuatan bahan kedalam tanur indsuksi berlaku urutan sebagai berikut:

Tanur induksi frekuensi jala-jala:

  • Sarting blok untuk awal peleburan.
  • Sisa cairan, yaitu 1/3 dari kapasitas tanur untuk peleburan lanjutan.
  • Besi kasar.
  • Bahan daur ulang.
  • Besi bekas.
  • Baja bekas.
  • Carburisher (bersama baja bekas).
  • Bahan paduan, dimana padfuan dengan kehilangan terbakar (melting loss) tinggi dimuatkan paling akhir.

Poin 1 merupakan tuntutan wajib bagi tanur induksi frekuensi jaringan, sebab tanpa starting block proses peleburan tidak dapat berlangsung. Sedangkan poin 2 adalah upaya untuk meningkatkan efisiensi enerji peleburan. Poin 3 sampai 8 merupakan urutan prioritas bila bahan-bahan tersebut digunakan.

Tanur induksi frekuensi menengah dan tinggi:

  • Sarting blok untuk awal peleburan (bila tersedia).
  • Besi kasar.
  • Bahan daur ulang.
  • Besi bekas.
  • Baja bekas.
  • Carburisher (bersama baja bekas).
  • Bahan paduan, dimana padfuan dengan kehilangan terbakar (melting loss) tinggi dimuatkan paling akhir.

Poin 1 lebih baik dilakukan walaupun tanpa sarting blok proses peleburan dengan tanur induksi frekuensi menengah sampai tinggi tetap dapat dilakukan. Sedangkan poin 2 sampai 7 merupakan urutan prioritas bila bahan-bahan tersebut digunakan.

Rangkuman sunting

  • Tanur induksi digunakan pada proses peleburan besi, baja cor dan sedikit nonferro.
  • Enerji peleburan diperoleh dari bahan bakar listrik.
  • Tanur induksi terdiri dari dua jenis yaitu jenis saluran (untuk proses penahanan temperatur) dan jenis krus (untuk proses peleburan).
  • Ukuran bahan baku sangat ditentukan oleh frekuensi kerja tanur induksi.
  • Kualitas peleburan sangat ditentukan oleh lining tanur induksi.

Efisiensi peleburan akan naik bila bahan baku yang digunakan berukuran besar dan masif (kompak).

Prinsip Dasar Pemanasan Dengan Induksi sunting

Prinsip pemanasan pada benda yang diletakkan di antara medan electromagnetic arus bolak-balik akan ditembus oleh medan listrik induksi mengakibatkan naiknya temperature bahan. Laju kenaikkan temperature akan berbeda-beda untuk setiap jenis maupun ukuran bahan sebab resistansi dari setiap bahan tersebut berbeda.

Sebatang silinder logam diletakan pada sebuah kumparan yang dialiri arus bolak-balik, maka medan magnet yang terbentuk oleh kumparan akan menimbulkan arus induksi pada silinder logam. Silinder logam menjadi panas oleh energi panas joule yang timbul akibat lompatan electron dari arus induksi yang terhambat oleh resistansi dari logam.

Pada pemanasan dengan induksi gelombang magnetis dipancarkan dari kumparan kepermukaan benda serta menembus benda tersebut hingga kedalaman tertentu, maka sepanjang penampang medan magnit ini akan timbul arus induksi.

Dilihat dari prinsip kerjanya maka tanur induksi dikategorikan menjadi:

  • Tanur induksi saluran
  • Tanur induksi krus

Pada umumnya tanur induksi saluran digunakan sebagai alat penahan panas cairan (holding furnace), sedangkan untuk keperluan peleburan tanur induksi yang digunakan adalah jenis krus. Krus terbuat dari bahan refractory yang dipadatkan dan disinter di dalam tanur tersebut.

Diameter krus yang terlalu besar mengakibatkan panas akan terserap terlalu banyak oleh bagian cairan yang tidak terjangkau induksi. Sehingga laju pemanasan cairan akan menjadi terlalu lambat. Sebaliknya bila diameter krus terlalu kecil, akan terjadi overheat pada cairan karena laju pemanasannya terlalu tinggi.

Efisiensi Peleburan Dengan Tanur Induksi sunting

Pemanasan tanur induksi efisiensi akan semakin tinggi pada bahan baku yang lebih besar tanpa dipengaruhi oleh frekuensi kerjanya. Pada awal proses peleburan selalu dipilih bahan baku dengan dimensi mendekati diameter dalam krus. Muatan awal ini minimum harus dapat mengisi 20% dari kapasitas tanur.

Penggunaan tanur induksi frekuensi jala-jala, untuk peleburan dari bahan padat hanya dapat dimulai dengan muatan awal yang dibuat sebagai balok yang massif (starting block). Untuk menghindari pemakaian starting block harus disisakan sebanyak 1/3 dari kapasitas tanur sebagai muatan awal. Hal ini disebabkan oleh besarnya kedalaman penetrasi sehingga membutuhkan bahan baku berukuran besar.

Tanur dengan frekuensi lebih tinggi (frekuensi medium) diawali dengan bahan baku berukuran kecil. Selama bahan belum mencair, setiap potongan bahan akan terjadi arus induksi yang mengakibatkan naiknya temperature potongan bahan tersebut. Laju kenaikan temperature lebih tinggi pada potongan bahan yang paling dekat dengan kumparan.

Bahan baku yang telah mencair dipanaskan terus hingga mencapai temperature ideal proses peleburan. Pada saat ini akan terjadi gejolak cairan (steering) akibat adanya gaya yang timbul dari medan induksi dan bergerak secara pheryperal.

Gejolak cairan ini pada proses peleburan menjadi hal yang menguntungkan, dimana akan terjadi distribusi temperature maupun homogenisasi paduan yang baik di dalam cairan terutama pada saat dilakukan rekarburisasi. Namun demikian gejolak yang besar juga akan meningkatkan laju oksidasi serta erosi pada lining. Oleh karena itu rancangan tanur induksi untuk peleburan bahan tertentu harus memperhatikan fenomena tersebut.

Langkah Operasi Peleburan Tanur Induksi sunting

Berikut diuraikan langkah operasi peleburan induksi beserta ilustrasinya:

  • Memasukan bahan dasar
  • Pemanasan awal kurang lebih selama 15 menit dengan pemberian beban 10 kW.
  • Pemberian beban 60 – 120 kW
  • Setelah bahan mulai mencair, masukan bahan selanjutnya
  • Penambahan beban 120 – 190 kW (full power), hingga seluruh bahan mencair.
  • Masukan bahan paduan
  • Ukur temperatur cairan sebelum pengambilan sampel
  • Pengambilan sampel pada temperatur kesetimbangan (lihat tabel), kemudian periksa komposisi dari sampel ke laboratorium.
  • Penahanan temperatur sedikit diatas temperatur didih dengan pembebanan 60 kW.
  • Lakukan koreksi, bila komposisi belum mencapai target yang diinginkan
  • Naikan temperatur sampai temperatur taping yang diinginkan, periksa temperatur
  • Tapping

Keuntungan-keuntungan Induction furnace dibandingkan Electric arc furnace

  • Tidak menggunakan elektrode sehingga mengurangi karburasi yaitu masuknya karbon ke dalam baja.
  • Pengontrolan selama operasi lebih mudah.
  • Terjadi sirkulasi logam cair sehingga mempercepat reaksi kimia yang etrjadi.
  • Baja yang dihasilkan lebih homogen.

Daya yang diperlukan dari frekuensi arus yang disediakan pada kumparan induktor tergantung pada kapasitas crucible (diameternya) dan jenis bahan isiannya. Inductioan furnace biasanya beroperasi pada arus dengan frekuensi 500 - 2500 Cps (dapur kapaitas besar beroperasi pada fkrekuensi rendah). Rating generator yang digunakan bervariasi dari 0,4 - 1 KW/kg bahan isian.

Crucible dapur ini dapat bersifat asam atau basa, dengan lapisan asam dibuat dari tanah quarsite dengan bahan pengikat bubuk asamboric sampai 1,5%, dan lapisan basa dibuat dari bubuk magnesite (MgO) dengan bahan pengikat asam boric sampai 3%. Dapur Induction furnace banyak digunakan dalam pembuatan baja paduan tinggi (high alloy stell) dan paduan khusus (special purpose alloy).

Pengetapan Dan Penuangan Baja sunting

Baja cair yang dihasilkan dari dapur-dapur seperti telah diterangkan di atas kemudian ditap dalam ladle yang dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan ladle perlu dilakukan untuk menjaga temperatur baja cair tidak banyak berkurang kapasitas lodle harus sesuai dengan keperluan. Dari ladle tersebut baja cair dituangkan ke dalam cetakan logam untuk menghasilkan ingot atau ke dalam cetakan pasir untuk menghasilkan baja tuang.

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Kerkhoven 2019, hlm. 1.
  2. ^ Kerkhoven 2019, hlm. 2.


Daftar pustaka sunting

  • Kerkhoven, Sofyan Asmadiredja (2019). Elektro Metalurgi Besi-Baja dan Paduan Besi: Peleburan Besi, Baja dan Logam Non-Ferrous dalam Tanur-tanur Listrik/Elektro. Bandung: Alfabeta. ISBN 978-602-289-529-9. 

Pranala luar sunting