Pada dasarnya, sunnah ada 2 macam. Sunnah fi'liyyah dan sunnah tarkiyyah. Ia dapat didefinisikan dengan apapun ibadah segala macam yang tak Rasulullah ﷺ kerjakan atau tidak dilakukannya masuk ke sunnah tarkiyyah.[1] Maka sunnah fi'liyah didefinisikan sebagai sunnah yang dikerjakan oleh Rasulullah.[2]

Kalau seorang Muslim tidak belajar sunnah ini, maka khawatir dia bisa jatuh dalam perkara bid'ah. Contohnya adalah kumandang azan saat salat ‘Ied, azan salat istisqa’ (minta hujan), dan azan untuk jenazah. Ini semua ditinggalkan atau tidak dikerjakan oleh Nabi, maka bagi kita umatnya, meninggalkan ritual-ritual (seperti azan yang tidak pada tempatnya) tersebut juga termasuk sunnah –yang sifatnya wajib-, yang disebut sebagai sunnah tarkiyyah. Adanya Nabi tak mengerjakan ini disebabkan dua faktor: tiada pendorong, dan terdapat di situ halangan.[2]

Mengenai ini, Salafush-Shalih sudah banyak memberi kita petunjuk. Salah satunya, Ibnu Mas'ud, dia berkata, "Ittiba'lah (pada Sunnah), karena sungguh kalian sudah dicukupi, dan hendaknya kalian berpegang pada perkara dahulu."[3]

Referensi sunting

  1. ^ Al-Albani, Muhammad Nashiruddin; Mahrus, Uthman; Astiwara, Muhammad(Penerjemah) (2008). Haji dan Umrah Seperti Rasulullah. Jakarta: Gema Insani. hlm. 136. ISBN 979-561-265-4. 
  2. ^ a b "Antara Sunnah Fi'liyah & Sunnah Tarkiyyah". Yayasan Al-Akhbar Ar-Refahiyah. Diakses tanggal 8 November 2015. 
  3. ^ Riwayat Thabrani dalam "Mu'jam Al-Kabir" 9/154, dan Darimi 1/80; berkata al-Haitsami: "Para perawinya adalah perawi Shahih.