Sindh

Provinsi di Pakistan

Sindh (bahasa Sindh: سنڌ; Urdu: سندھ) merupakan sebuah provinsi di Pakistan. Provinsi ini merupakan tempat utama Penduduk Sindhi dan Muhairs. Provinsi ini terletak di bagian tenggara di negara itu. Ibu kotanya ialah Karachi. Provinsi ini memiliki luas wilayah 140.914 km² dengan memiliki jumlah penduduk 46.848.782 jiwa (2003). Provinsi ini terbagi menjadi 23 distrik dan 160 kota.

Sindh
Bendera Sindh
Bendera Sindh
Ibu kota Karachi
Kota terbesar
Kepala pemerintah Muhammad Zubair Hayat
Luas (km²) 140.914
Populasi (jiwa) 46.848.782
Kepadatan (/km²) 216
Bahasa
Komposisi etnis
Simbol-simbol Provinsi Sindh (tak resmi)
Binatang
Burung
Bunga
Provinsi
Provincial sport Malakhra

Penamaan

sunting

Pendapat mengenai asal-usul nama Sindh, berbeda di antara para sejarawan. Namun fakta sejarah menyatakan bahwa nama kuno untuk wilayah Sindh adalah Sindhu. Penggunaan nama Sindhu diberikan oleh penduduk asli di wilayah Sindh untuk menyebut sungai Indus. Nama Sindhu berasal dari bahasa Sanskerta Kuno yang berarti laut dan sebenarnya merujuk kepada sungai Indus. Sementara penamaan Indus untuk sungai Sindhu berasal dari penamaan orang Yunani yang kemudian diperkenalkan kepada bangsa-bangsa di Eropa. Sindh sejak awal penggunaan namanya digunakan untuk menandai seluruh wilayah subur pada daerah lembari sekitar aliran sungai Indus. Penamaan Sindhu dalam perkembangan berikutnya berubah menjadi Sindah yang menandai wilayah hilir dari sungai Indus.[1]

Negeri Sindh kemudian mulai dikenal oleh orang Yunani dalam buku-buku Yunani Kuno dengan nama Sinthus. Sementara penamaan untuk sungai Indus dicantumkan dengan nama Sinthus yang berasal dari bahasa Tiongkok Kuno, Sinthu. Dugaan mengenai penamaan ini ialah orang Yunani merujuk ke penamaan orang Tionghoa dalam perujukan mengenai negeri Sindh pada periode sebelum Masehi. Namun orang Yunani menambahkan huruf s di belakang penamaan bahasa Tiongkok Kuno.[2] Kemudian pada periode klasik, negeri Sindh dikenal dengan nama Sindhu.[3]

Sejarah

sunting

Masa Peradaban India Kuno

sunting
 
Kebudayaan Shindu (hijau)

Pada masa Peradaban India Kuno, Sindh merupakan wilayah geografi selain Punjab dan India. Sindh dan Punjab mewakili wilayah yang luasnya lebih sempit dibandingkan dengan India dalam anak benua India di Asia Selatan.[4] Kebudayaan tertua di India berawal dari kebudayaan di sekitar sungai Sindhu yang terletak pada bagian utara India Kuno sebelah barat.[5] Nama kebudayaannya ialah kebudayaan Sindhu atau kebudayaan Indus. Kebudayaan Sindhu berlangsung antara tahun 3000 SM – 1000 SM. Pelaku kebudayaannya adalah bangsa Dravida yang dicirikan dengan tubuh yang pendek, hidung pesek, kulit hitam, dan rambut keriting. Keberadaan kebudayaan SIndhu diketahui melalui penelitian arkeologi oleh seorang arkeolog bernama John Marshal dengan bantuan orang India.[6]

Pada bagian utara dan selatan lembah sungai Sindhu dalam masa kebudayaan Sindhu, terdapat dua kota yang masing-masing berkedudukan sebagai ibu kota untuk wilayah di sekitarnya, yaitu Harappa dan Mohenjo-daro. Harappa menjadi ibu kota untuk lembah bagian utara sungai Sindhu. Sedangkan Muhenjo-daro menjadi ibu kota untuk lembah bagian selatan sungai Sindhu.[5] Kebudayaan Sindhu berakhir sekitar 1000 SM. Penyebab keruntuhannya ada dua. Pertama ialah terjadi bencana berupa banjir yang berasal dari sungai Sindhu. Kedua ialah adanya serangan dari bangsa Arya.[5]

Masa Kekhalifahan Rasyidin

sunting

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, ekpansi Kekhalifahan Rasyidin tidak sampai ke Sindh karena otoritas ekpansi berpusat dari khalifah. Namun pada masa Khalifah Utsman bin Affan, kewenangan militer mengalami otonomi sehingga para petinggi militer dapat mengadakan ekpansi yang bersifat lebih bebas. Akhirnya, ekspansi Kekhalifahan Rasyidin meluas hingga mencapai perbatasan Sindh.[7]

Pada tahun 89 H, Al-Hajjaj bin Yusuf mengutus Muhammad bin Al-Qasim sebagai panglima penaklukan Sindh dan India. Muhammad bin Al-Qasim bersama pasukan Muslim sebanyak 6 ribu orang dipersiapkan dan diberangkatkan dari Syam.[8] Pada tahun 711 M, serangan pertama pasukan Muslim ke wilayah Sindh terjadi di tepi pantai Sindh.[9] Wilayah bagian selatan Sindh berhasil dikuasai oleh pasukan Muslim dalam masa Kekhalifahan Umayyah.[10]

Kondisi geografi

sunting

Wilayah Sindh terbagi menjadi tiga zona iklim dan penduduknya memiliki sebutann untuk ketiga zona tersebut. Ketiganya ialah Siro, Wicholo dan Lar. Zona Siro berarti zona iklim bagian selatan atas Sindh. Zona Wicholo berarti zona iklim bagian tengah Sindh. Sedangkan Zona Lar berarti zona utara bawah Sindh. Sementara itu, pakar iklim dari Dunia Barat hanya membagi Sindh menjadi dua zona iklim, yaitu Sindh Utara dan Sindh Selatan.[11]

Kondisi iklim di Sindh secara umum termasuk ekstrem. Secara umum, suhu yang sangat panas terjadi pada musim panas dan suhu yang sangat dingin terjadi pada musim dingin.[3] Musim panas di Sindh berlangsung selama 7 bulan. Suhu sekitar 49–52 °C tercapai pada dua bulan terakhir musim panas.[11] Sementara pada musim semi, curah hujan di Sindh umumnya sangat rendah. Cuaca yang ekstrem di Sindh terjadi pada wilayah pegunungan bagian selatan. Sementara di bagian utara Sindh, iklimnya normal sepanjang tahun kecuali beberapa daerah.[3]

Di sisi lain, iklim pada wilayah bagian tengah Sindh bersifat normal. Kenormalannya dipengaruhi oleh aliran sungai Indus dan aliran sungai lain yang bersifat musiman.[12] Cuaca ekstrem di wilayah bagian tengah Sindh hanya terjadi di kawasan gurun. Pergantian cuaca secara lokal di bagian tengah Sindh membuat curah hujan sangat rendah.[11]

Wilayah administratif

sunting

Keagamaan

sunting

Ismailiyah

sunting

Islamisasi para penguasa Sindh terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Kekuasaan tetap diserahkan kepada penguasa lokal dengan syarat tetap mengikuti pemerintahan Islam.[13] Sejak awal penaklukan Sindh oleh pasukan Muslim, telah ada penduduk yang berasal dari keyakinan Ismailiyah. Penganutnya kebanyakan berasal dari penganut Hindu yang kemudian meyakini Ismailiyah. Di Sindh, keyakinan Ismailiyah membentuk kelompok terpisah dengan satu kelompok mayoritas bernama Sat Panth yang berarti jalan yang benar.[14] Sat Panth memiliki syair keagamaan yang disebut ginan. Di dalam ginan tersusun bait-bait yang mengisahkan tentang pemuka Islam seperti Ali bin Abi Thalib. Pengisahannya terutama membandingkan dan memberikan gelar bagi pemuka Islam dengan berbagai nama para dewa dalam agama Hindu.[15]

Perekonomian

sunting

Sejak Agustus 2010, daerah di sepanjang aliran sungai Indus di Pakistan mengalamai banjir yang sifatnya merusak. Pada September 2011, banjir yang sifatnya merusak terjadi di bagian selatan Pakistan termasuk wilayah Provinsi Sindh.[16] Sejak Januari 2013, Organisasi Pangan dan Pertanian telah mengadakan program Livelihood Restoration Project di Provinsi Sindh. Tujuan dari program ini ialah memperbaiki jaminan ekonomi dan penghidupan pada komunitas pedesaan. Cara yang ditempuh ialah pemberian dukungan bagi pemulihan dan perlindungan kapasitas produksi pertanian dan perolehan pendapatan untuk keluarga petani dari kegiatan pertanian tanpa menggunakan lahan pertanian.[17]

Permukiman

sunting

Provinsi Sindh menjadi daerah pertama di Pakistan yang menerapkan kebijakan penataan dan perbaikan permukiman ilegal yang diberlakukan sejak tahun 1975 oleh Pemerintah Pakistan. Dalam kebijakan ini, keberadaan permukiman ilegal diakui oleh pemerintah secara formal. Kebijakan ini dilandasi oleh pemikiran mengganti kebijakan penggusuran dan praktek pengancaman dengan penataan lahan yang memungkinkan penduduk di permukiman ilegal menerima berbagai macam dukungan pembangunan infrastruktur dari pemerintah. Penataan dan perbaikan permukiman ilegal di Provinsi Sindh pertama kali diadakan di Kota Karachi yang ketika itu memiliki sekitar 1 juta penduduk yang tinggal di permukiman ilegal.[18]

Salah satu permukiman kumuh terbesar di Kota Karachi yang telah mengadakan program perbaikan area permukiman ialah Orangi. Programnya diadakan oleh Orangi Pilot Porject (OPP) sejak tahun 1980. OPP memulai programnya dengan mempelajari permasalahan permukiman di Orangi dan menyediakan solusi yang diupayakan dapat menjadi bagian dari kebijakan negara. Kegiatan OPP hanya menyediakan panduan sosial dan panduan teknis bagi kaum miskin serta mengusahakan adanya penggalangan dana untuk pembangunan. OPP juga mengadakan pemberdayaan sumber daya lokal dan aksi kerjasama. Namun, OPP tidak mendanai pembangunan permukiman.[19]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Azhim 2019, hlm. 2.
  2. ^ Azhim 2019, hlm. 2-3.
  3. ^ a b c Azhim 2019, hlm. 3.
  4. ^ Azhim 2019, hlm. 1.
  5. ^ a b c Susmihara 2017, hlm. 116.
  6. ^ Susmihara 2017, hlm. 112.
  7. ^ Kulsum 2019, hlm. 67.
  8. ^ Abdul Hakim, Mansur (Agustus 2021). Yasir, Muhammad, ed. Hajjaj bin Yusuf: Algojo Bani Umayyah. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 392. ISBN 978-979-592-944-4. 
  9. ^ Saraswati, Swami Prakashanand (2014). Kebenaran Sejarah Agama Hindu (Upaya meluruskan Sejarah): Ringkasan Ensiklopedi Otentik tentang Hindu Dharma (PDF). Diterjemahkan oleh Donder, I Ketut. Surabaya: Pàramita. hlm. 322. ISBN 978-602-204-493-2. 
  10. ^ Kulsum 2021, hlm. 87.
  11. ^ a b c Azhim 2019, hlm. 4.
  12. ^ Azhim 2019, hlm. 3-4.
  13. ^ Abdul Lathif, Abdussyafi Muhammad (Agustus 2016). Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 429. ISBN 978-979-592-668-9. 
  14. ^ Salamuddin dan Repantu 2015, hlm. 116.
  15. ^ Salamuddin dan Repantu 2015, hlm. 116-117.
  16. ^ Jha, A. K., Bloch, R., dan Lamond, J. (2012). Kota dan Banjir: Panduan Pengelolaan Terintegrasi untuk Risiko Banjir Perkotaan di Abad 21 (PDF). Washington D.C.: Bank Dunia. hlm. 15. doi:10.1596/978-0-8213-8866-2. ISBN 978-0-8213-9477-9. 
  17. ^ Tim Peneliti Strategis 2017 (Desember 2017). Dewi, Asih Retno, ed. Persoalan Agraria Kontemporer: Teknologi, Pemetaan, Penilaian Tanah, dan Konflik (Hasil Penilitian Strategis 2017) (PDF). Sleman: STPN Press. hlm. 78. 
  18. ^ Mujahid, dkk. 2018, hlm. 16.
  19. ^ Mujahid, dkk. 2018, hlm. 17.

Daftar pustaka

sunting

Pranala luar

sunting