Ruang Liminal muncul dari kata Latin limen yang berarti di ambang atau pada batas dan membangkitkan periode waktu atau ruang 'di antara', biasanya terjadi selama periode peralihan individu.[1] Maka dari itu, periode liminalitas ini bersifat transisi, sementara dan dapat menjadi kecemasan di waktu tertentu, yang diketahui dengan memberi jalan pada ketidakpastian. Ruang liminal diartikan sebagai ruang yang berada di 'perbatasan', ruang yang berada di antara panggung depan/belakang panggung; ruang 'di batas dua ruang dominan, yang tidak sepenuhnya menjadi bagian dari keduanya'. Secara umum, ruang liminal dapat dibagi menjadi dua, yaitu fisik dan non-fisik.

Ruang Liminal Fisik

sunting

Umumnya, ruang liminal fisik biasanya berlatar belakang di tempat penghubung antara dua tempat, ruang tunggu, sudut ruangan, tempat yang kosong, atau bahkan tempat yang sudah lama terbengkalai. Karakteristik fisik seperti skala, kebisingan dan cahaya, serta kemampuan seseorang untuk bergerak dan menegosiasikan ruang adalah faktor dalam bagaimana orang bereaksi dan berperilaku di suatu ruangan.[2] Kecemasan dan perasaan pemisahan sosial adalah beberapa konsekuensi psikologis negatif yang mungkin dialami oleh mereka yang menghabiskan waktu lama dalam 'keadaan' liminal. Berikut adalah contoh dari ruang liminal fisik:

  1. Bandara
  2. Stasiun
  3. Lorong Rumah sakit
  4. Ruang kantor di malam hari
  5. Ruang kelas yang kosong
  6. Rumah kosong

Ruang Liminal Non-Fisik

sunting

Pada umumnya manusia seringkali mengalami transisi di hidupnya, seperti perubahan besar dalam hidup dan ketidakpastian. Hal ini didukung dengan istilah Liminalitas yang berarti ambang atau batas antara situasi yang telah terjadi dan yang akan terjadi. Dalam pandangan psikologi sendiri, manusia sering mengalami ketakutan dan kegelisahan di masa ini, efek seperti inilah yang disebabkabn oleh ruang liminal. Berikut beberapa contoh dari ruang liminal non-fisik:

Pubertas

sunting

Masa ini terjadi ketika anak-anak mulai memasuki usia remaja. Tentu hal ini menyebabkan rasa gelisah dan kebingungan, karena transisi dari masa kepolosan anak-anak ke masa kesadaran untuk berprilaku layaknya orang dewasa muda. Hal yang belum pasti terjadi akan mereka alami, seperti keinginan untuk mandiri, eksplorasi seksual, dan tanggung jawab orang dewasa. Di sisi lain, remaja awal pada usia ini juga membutuhkan rasa kemanan dan kepastian untuk mengembangkan diri mereka. Maka hal ini bisa disebut ruang liminal.

Pascakuliah

sunting

Bagi kebanyakan individu, jalur pendidikan dari masa kanak-kanak sampai masa kuliah memiliki pola yang dapat di prediksi pada umumnya. Tetapi, ketika masa kuliah berakhir, orang-orang memasuki dunia nyata, rasa kebebasan itu bisa menjadi ketakutan tersendiri. Inilah yang bisa disebut ruang liminal dimana padanan akademis berubah drastis menjadi karir yang ingin dibangun masih jauh dari ekspektasi tersendiri.

Upaya atau proses kreatif

sunting

Proses kreaitif para seniman atau pekerja seni lainnya merupakan salah satu contoh dari ruang liminal yang menantang. Periode ini mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyusun kerangka novel sebelum dituliskan, usaha musisi menyiapkan lagu-lagu untuk albumnya yang mendatang, dan mengerjakan seni visual yang terasa tidak pernah rampung. Ada rasa ketidakpastian dalam seni, perassan ketika sebuah karya seni mungkin tidak pernah selesai, atau tidak akan terungkap. Menjadi seniman tidaklah mudah, terlebih rasa iminalitas yang tidak tetap menambahkan sensasi tantangan tersendiri.

Patah hati atau perceraian

sunting

Ketika hubungan romansa berakhir, rasanya sulit dan meresahkan. Perpisahan atau perceraian dapat menyebabkan perubahan yang besar dalam segi sosial, emosional, psikologis, dan hal lainnya yang banyak berubah. Setelah masa perpisahan, mungkin saja seseorang terjebak dalam ruang liminal selama bertahun-tahun sebelum ia bisa bangkit dan menjalankan hidupnya kembali.

Berpindah Rumah

sunting

Sama halnya dengan perpisahan, perpindahan secara fisik juga bisa menciptakan konsep liminalitas di dalam pikiran. Rumah adalah bagian dari suatu identitas, terlepas dari lokasi rumah tersebut berada, dan bagaimana bentuknya.

Kehamilan atau kelahiran

sunting

Kehadiran anak dapat berperan dalam periode liminal, Kehamilan sendiri mewakili suatu transisi, ketidakstabilan dan perubahan dalam segi fisik, serta emosional si ibu yang akan berpengaruh selamanya. Melahirkan anak seperti melangkah menuju babak kehidupan yang baru. Lalu ketika seorang anak tersebut bertumbuh dewasa dan mulai meninggalkan rumah, hal ini dapat menciptakan liminal lain bagi orang tua yang biasa disebut sindrom sarang kosong

Ke-enam hal tersebut merupakan ruang liminal non-fisik yang umum dialami oleh manusia. Istilah liminalitas tidak selamanya membuat manusia merasa tidak nyaman dan kebingungan, tetapi bisa saja menjadi awalan baru yang lebih baik dan besar daripada fase sebelumnya.[3]

Ruang Liminal juga bisa menjadi tempat singgah/sumber inspirasi

sunting

Di sisi lain, ketika sudah terlalu sering mendiami tempat yang diyakini sebagai ruang liminal, rasa seperti berada dirumah dan nyaman akan muncul dengan sendirinya. Tempat tinggal dengan demikian membentuk bagian penting dari pengalaman sehari-hari dari ruang hidup dan merupakan dasar untuk konstruksi identitas. Sebagai contoh, ruang-ruang yang dirasakan mungkin merupakan 'ruang', karena fokus utamanya adalah pada fungsi, jarak, dan pergerakan, namun jika ruang yang ditinggali dialami secara subjektif dan dibuat bermakna melalui jeda, asosiasi dengan identitas, dan dengan stabilitas dan keterikatan. Mungkin ruang tersebut berkembang menjadi tempat tinggal. Seperti halnya para pekerja di kantor merasa lebih nyaman ketika berada di ruang liminal, seperti di sudut ruangan, pantri, atau tangga darurat untuk beristirahat sejenak. Karena mereka membutuhkan energi yang lebih banyak jika berada di ruangan yang ramai, seperti ruang rapat atau lobi kantor.[1] Lalu dari sisi psikologis, manusia bisa menemukan ide atau cara mereka sendiri untuk bertahan hidup ketika berada di fase transisi. Ruang liminal sendiri mendorong manusia untuk berubah, berjalan menuju ke fase kehidupan lainnya. Sehingga tidak selamanya ruang liminal memiliki dampak negatif, tetapi bisa menjadi sumber kehangatan dan inspirasi bagi manusia itu sendiri.[3]

Referensi

sunting
  1. ^ a b "Download Limit Exceeded". citeseerx.ist.psu.edu. Diakses tanggal 2021-10-20. 
  2. ^ Tarini, Matthew (2015). "Liminal Space: Representations Of Modern Urbanity". scholarship@western. 
  3. ^ a b "Liminal Space: Definition, Meaning, Explanation and Examples". Science ABC (dalam bahasa Inggris). 2020-04-05. Diakses tanggal 2021-10-20.