Ritual Tolak Bala merupakan suatu kegiatan ritual atau suatu tindakan yang dilakukan orang baik secara perorangan maupun oleh sekelompok masyarakat dengan tujuan untuk membebaskan diri dari pengaruh jahat yang mereka percaya ada di sekitarnya, sebagai contoh bencana atau bahaya, penyakit, dan sebagainya. Sebagai bangsa yang kaya akan budaya, agama dan suku, sehingga Ritual Tolak Bala dilakukan sesuai dengan budaya dan keyakinan masing masing daerah.[1]

Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, Rabu Wekasan adalah salah satu hari di bulan Safar yang dianggap sakral, di mana arti wekasan sendiri adalah 'akhir'. Dengan demikian arti dari Rabu Wekasan, atau Rebo Wekasan, adalah hari Rabu terakhir di bulan Safar. Rabu Wekasan sendiri diyakini sebagai hari turunnya bencana. Dalam kitab Al-Jawahir Al-Khams bahwa Allah menurunkan 320.000 musibah setiap tahun pada Rabu terakhir bulan Safar.[2]

Dalam kaitanya dengan agama ritual tolak bala merupakan salah satu bentuk sinkretisme yang dalam ritual tersebut dapat ditemukan unsur-unsur Islam, Hindu dan Budha, serta animisme dan dinamisme. Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan tujuan dari pelaksanaan tolak bala, perpaduan Islam dalam ritual tolak bala, serta mengapa ritual ini masih tetap dipertahankan oleh masyarakat karena meyakini dengan melaksanakan ritual mereka akan terhindar dari bencana atau penyakit dan sebaginya. Namun, pelaku sendiri tidak akan diampuni Tuhan bila dia meyakini bahwa benda-benda itulah yang menolak dan menangkal bala, terlebih jika ia meninggal dunia dalam keadaan melaksanakannya..[3]

Referensi sunting

  1. ^ "Warisan Budaya Takbenda | Beranda". warisanbudaya.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2023-10-02. 
  2. ^ Hamapu, Alamudin. "Kenduri Tolak Bala, Doa Masyarakat Melayu Kepri agar Dijauhkan dari Bahaya". detiksumut. Diakses tanggal 2023-10-02. 
  3. ^ "ritual tolak bala dengan agamanya - Penelusuran Google". www.google.com. Diakses tanggal 2023-10-02.