Rempah-rempah dan Budaya Bahari

Rempah dan budaya bahari memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain. Kedua hal ini begitu sangat terkenal sampai di mancanegara kala itu. Semboyan nenek moyangku seorang pelaut diambil dari sebuah lagu karangan atau ciptaan Ibu Soed di mana dalam lagi tersebut terkandung nilai maupun pesan moral untuk mengekspresikan bahwa bangsa kita sangat tidak asing dalam mengarungi samudera berbekal dari teknologiyang telah ada di masa lampau.[1] Artian lainnya adalah bangsa Indonesia adalah bangsa yang menguasai pengetahuan hingga teknologi kemaritiman. Selama berabad-abad lamanya kepulauan nusantara menjadi wilayah penghasil rempah-rempah bagi dunia dan menjadi komoditas penting yang begitu berpengaruh pada segala aspek kehidupan. Nusantara memainkan peranan penting dalam memproduksi hasil alam di mana pada masa itu rempah-rempah adalah tumbuhan eksotik dan harganya sangat mahal di pasaran dunia. Jauh sebelum kedatangan bangsa barat ke Nusantara jalur ini telah terbentuk sedemikan rupa sehingga eksplorasi pelayaran atau perniagaan rempah-rempah menjadi sebab akibat terbentuknya jalur tersebut.[2] Rempah-rempah negeri maritim merupakan sebuah cerminan di mana alur ceritanya bangsa Indonesia begitu banyak menghadapi tantangan yang multidimensi. Sejarah panjang perjalanan bangsa begitu banyak tesis yang menyinggung tentang kebesaran kerajaan-kerajaan yang berhasil menguasai seluruh aliran yang dimulai dari hulu ke hilir. Pernyataan ini menegaskan bahwa sebuah kombinasi antara agraria dan maritim.[3]

Dalam menumbuh kembangkan ingatan masa lampau mengenai budaya bahari tentu saja harus terus digalakkan karena budaya bahari berkaitan dengan jati diri bangsa sebagai bangsa yang besar dan memiliki kekayaan di bidang maritim kemudian melestarikan kearifan lokal serta identitas bangsa.[4] Negara Indonesia yang dahulunya dikenal Nusantara sebagai negara kepulauan yang terbesar dengan luas lautannya mencapai 5,8 juta km persegi memiliki kekayaan sumber daya laut yang melimpah.[5] Dari kekayaan ini tidaklah asing jika Indonesia dikatakan negara kepulauan yang terbesar di dunia. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar dan tangguh dalam sejarah kemaritiman maka harus pula memaksimalkan budaya bahari demi peningkatan perekonomian bangsa. Pengelolaan ekonomi, termasuk ekonomi kemaritiman yang berintegrasi akan membuat Indonesia lebih kuat dan tangguh di masa mendatang.[6]

Sejarah kemaritiman di Nusantara terjadi sejak awal bermigrasinya bangsa Austronesia hingga mencapai kegemilangan Majapahit, Sriwijaya dan munculnya kerajaan-kerajaan bercorak Islam. Budaya bahari seakan menjadi sebuah semangat di mana leluhur Nusantara telah berlayar ke penjuru dunia dengan menggunakan petunjuk arah melalui bintang-bintang.[7] Menurut para ahli kerajaan awal nusantara yang menjadi kerajaan bahari pertama adalah Kerajaan Sriwijaya dengan menganalisis sumber berita cina. Sriwijaya makin berkembang sesuai dengan bukti artefak kerajaan Sriwijaya yang berhasil ditemukan. Dalam bidang politik bahwa kerajaan ini merupakan salah satu kerajaan bahari tertua dan terbesar.[8] Perkembangan jalur perdagangan di Nusantara ditentukan oleh sebuah kepentingan dalam bidang ekonomi di mana selama masa Hindu-Buddha jalur perdagangan ini kian ramai dan tumbuh begitu pesat akibat dari jalur yang terhubung antara selat Malaka, laut Jawa hingga ke kepulauan Maluku. Dari hal ini secara tidak langsung mernimbulkan interaksi antar budaya bangsa dan penduduk pendatang karena jaringan ekonomi dunia. Sehingga membuat jalur perdagangan kian ramai di Nusantara bagian timur hingga ke Banda Naira.[9]

Referensi sunting

  1. ^ Kasnowihardjo, Gunadi (2 Agustus 2017). "Nenek Moyangku Orang Pelaut: "Menengok Kejayaan Kemaritiman Indonesia masa lampau". www.kebudayaan.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 9 Februari 2022. 
  2. ^ Atqa, Mohamad (29 Mei 2021). "Mencari Kembali Peradaban laut dan Jalur Budaya Rempah Nusantara". www.nationalgeographic.grid.id. Diakses tanggal 9 Februari 2022. 
  3. ^ Ngurah, Anak Agung (2019). "PUSAKA REMPAH DI NEGERI MARITIM". www.ejournal.universitasmahendradatta.ac.id. Diakses tanggal 9 Februari 2022. 
  4. ^ Gandhawangi, Sekar (11 November 2021). "Budaya Bahari Untuk Mengenal Jati diri Bangsa". www.kompas.id. Diakses tanggal 9 Februari 2022. 
  5. ^ Ardhiwidjaja, Roby (1 Mei 2016). "Pelestarian Warisan Budaya Bahari : Daya Tarik Kapal Tradisional Sebagai Kapal Wisata". www.jurnalarkeologi.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 9 Februari 2022. 
  6. ^ "Sambut Hari Nusantara 2020 : Penguatan Budaya Bahari Tingkatkan Ekonomi Bangsa". liputan 6. 12 Desember 2020. Diakses tanggal 9 Februari 2020. 
  7. ^ Marzuqi, Abdillah M (11 Februari 2018). "Maritim Sejak Dulu". www.mediaindonesia.com. Diakses tanggal 9 Februari 2022. 
  8. ^ Rachmad, Yopi (2019). "Budaya Bahari Masyarakat Sriwijaya Pada Masa Pra-Modern" (PDF). Journal of Education and Historical Studies. 1: 24. 
  9. ^ Gischa, Serafica (12/1/2020). "Terbentuknya Jaringan Nusantara Melalui Jalur Perdagangan". www.kompas.com. Diakses tanggal 9 Februari 2022.