Ramadanil Pitopang
 | |
| Biografi | |
|---|---|
| Kelahiran | 13 September 1964 (59 tahun) Koto Nan IV |
| Data pribadi | |
| Kelompok etnik | Orang Minangkabau |
| Agama | Islam |
| Pendidikan | Institut Pertanian Bogor (2002–2006) Institut Teknologi Bandung (1992–1994) Universitas Andalas (1983–1989) |
| Kegiatan | |
| Pekerjaan | ahli botani, akademisi |
| Karya kreatif | |
| Singkatan nama ahli botani | Pitopang |
 | |
Prof. Dr. Ramadanil Pitopang, M.Si (lahir 13 September 1964) adalah seorang ahli botani, pengajar, dan peneliti Indonesia. Ia merupakan guru besar Universitas Tadulako (Untad), Palu, Sulawesi Tengah. Ia mengajar di universitas tersebut sejak 1990 dan mendirikan lembaga riset Herbarium Celebense (CEB) pada 1999.[1][2][3]
Sebagai peneliti, fokusnya mencakup keanekaragaman hayati tumbuhan, konservasi, dan etnobotani.[4][5] Nepenthes pitopangii, kantong semar endemik di Sulawesi yang ditemukan pada 2006, dinamai berdasarkan namanya.[6][7]
Kehidupan awal dan keluarga sunting
Ramadanil Pitopang lahir pada 13 September 1964 di Labuah Basilang, Nagari Koto Nan Ampek, Payakumbuh, Sumatera Barat. Ia merupakan anak dari H. Maoemir Guci (ayah), seorang pensiunan perwira Polri, dan Rosni Pitopang (ibu). Sang ayah berasal dari Parak Jigarang, Padang. Adapun sang ibu kelahiran Payakumbuh, tetapi leluhurnya dari pihak ibu berasal dari Nagari Sungai Tarab, Tanah Datar.[1][2][8]
Ramadanil merupakan anak ketujuh dari 12 orang bersaudara, terdiri enam laki-laki dan enam perempuan. Sebagian besar mereka kelak bekerja di pemerintahan, baik sebagai pegawai negeri maupun kepolisian. Ramadanil bersaudara melewati masa kecil hingga dewasa di Payakumbuh. Ia menamatkan pendidikan di SD Negeri 3 Sicincin (1976), SMP PGRI Payakumbuh (1980), dan SMA Negeri 1 Payakumbuh (tamat 1983).[1]
Pada 1983, ia mengambil kuliah di Jurusan Biologi Universitas Andalas, Padang dan meraih gelar sarjana pada 1989. Setelah itu, ia melanjutkan S-2 bidang biologi lingkungan di Institut Teknologi Bandung (1992–1994) dan S-3 bidang taksonomi tumbuhan di Institut Pertanian Bogor (2002–2006). Pada masa studi doktralnya, ia menjalani sandwich program di Universitas Georg August Göttingen, Jerman.[1]
Pada 1989, ia menikah dengan Sufrida Eliani, asal Padang, anak dari Muhammad Yusuf, seorang pengusaha. Pasangan ini dikaruniai tiga orang anak dan dua orang cucu.[9]
Kiprah sunting
Ramadanil Pitopang mengawali kariernya dengan bekerja di sektor swasta di Kota Medan pada 1989. Setahun berselang, ia diangkat sebagai dosen Untad lewat program beasiswa Tunjangan Ikatan Dinas (TID). Ia awalnya ditempatkan di Fakultas Pertanian, dan mulai mengajar ke Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) sejak 2007. Pada Agustus 2009, ia dikukuhkan sebagai sebagai guru besar bidang taksonomi tumbuhan di Jurusan Biologi FMIPA Untad.[1]
Selama berkarier sebagai dosen, ia pernah dipercaya memegang sejumlah jabatan. Di antaranya: Ketua Jurusan Biologi (2011–2015), Wakil Dekan Bidang Akademik FMIPA (2015–2019), dan Plt. Dekan FMIPA (Juli–Agustus 2019). Ia juga menjadi anggota senat di tingkat fakultas (sejak 2007) dan tingkat universitas (sejak 2009). Selain itu, ia juga dipercaya sebagai Ketua Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (P3T) Sulawesi Tengah (2012–2021).[1]
Selain memegang jabatan struktural dan fungsional, Ramadanil Pitopang juga merupakan pendiri Herbarium Celebense (CEB) di Untad yang menyandang akreditasi internasional. Lembaga riset tersebut ia rintis sejak 1999, setelah pulang mengikuti “Short Course of Herbarium Management” yang diselenggarakan oleh Herbarium Bogoriense milik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). CEB memiliki ribuan koleksi keanekaragaman hayati tumbuhan dan menjadi satu-satunya herbarium di Sulawesi.[2][10][11]
Di bidang sosial dan kemasyarakatan, ia tercatat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Ikatan Keluarga Minangkabau (IKM) Sulawesi Tengah (sejak 2019).[12]
Penelitian sunting
Sebagai peneliti, Ramadanil Pitopang aktif melakukan ekspedisi botani di hutan-hutan Wallacea, terutama di taman-taman nasional Sulawesi. Kontribusinya termasuk menemukan dan ikut mendeskripsikan 11 tumbuhan jenis baru, di antaranya Nepenthes pitopangii, Nepenthes undulatifolia, Begonia medicinalis, Calamus tadulakoensis, Calamus spinosus, Calamus viridis, dan Calamus bruneus.[6][7]
Ia juga terlibat dalam kerja sama penelitian dengan berbagai lembaga internasional seperti STORMA Project (2000–2009) dan menjadi koordinator ilmiah untuk The Conservancy Nature (TNC) Sulawesi (2008–2009). Di luar itu, ia aktif mengikuti berbagai seminar ilmiah baik nasional maupun internasional. Karya tulisnya mencakup puluhan jurnal ilmiah, makalah, buku, book chapter, dan laporan teknis.[2][8]
Penghargaan sunting
Pada 2016, ia tercatat sebagai ilmuwan Indonesia pada peringkat ke-53 yang hasil pemikiran dan karya ilmiahnya banyak disitasi oleh ilmuwan lain baik dari dalam maupun luar negeri.[10] Pada 2021, ia mendapat penghargaan sebagai "Dosen dengan Indeks Scopus, Google Scholar, serta Sitasi Terbanyak" dari Dekan FMIPA Untad.[13]
Referensi sunting
- ^ a b c d e f Profil di situs resmi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Tadulako.
- ^ a b c d Pitopang, Ramadanil, dkk (2011). Profil Herbarium Celebense dan Deskripsi 100 Jenis Pohon Khas Sulawesi.
- ^ Ramadhanil, Ramadhanil; Gradstein, S. Robert (2004). "Review Herbarium Celebense (CEB) and its role in supporting research on plant diversity of Sulawesi". Biodiversitas Journal of Biological Diversity (dalam bahasa Inggris). 5 (1). doi:10.13057/biodiv/d050107. ISSN 2085-4722.
- ^ Profil di Scopus.
- ^ Profil di Google Scholar.
- ^ a b Lee, C.C., S. McPherson, G. Bourke & M. Mansur 2009. Nepenthes pitopangii (Nepenthaceae), a new species from central Sulawesi, Indonesia. The Gardens' Bulletin Singapore 61(1): 95–100.
- ^ a b McPherson, S.R. & A. Robinson 2012. Field Guide to the Pitcher Plants of Sulawesi. Redfern Natural History Productions, Poole.
- ^ a b Pitopang, Ramadanil (2009). 100 Jenis Pohon Khas Sulawesi. Herbarium Celebense Universitas Tadulako.
- ^ https://repository.its.ac.id/71969/1/3213207003-Master-Thesis.pdf
- ^ a b 75 September 2016. "Meningkat dan Membanggakan, Dosen Untad Peringkat 57 di di Jurnal Ilmiah Internasional dalam Index Scopus". Media Tadulako Diakses pada 28 April 2022.
- ^ 13 November 2017. "Danau Tambing Dinilai Cocok Jadi Pendidikan Konservasi". ANTARA. Diakses pada 28 April 2022.
- ^ SultengTerkini (26 November 2018). "Jadi Korban Bencana Sulteng, Warga Minangkabau Dapat Santunan Rp 1 Juta". SultengTerkini. Diakses tanggal 28 April 2022.
- ^ Profil[pranala nonaktif permanen] di Science and Technology Index (Sinta) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI.