Pulau Menui

pulau di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah

Pulau Menui atau Pulau Manui adalah sebuah pulau yang terletak di lepas pantai timur Pulau Sulawesi, Indonesia, di perairan Laut Banda. Pulau ini secara administratif terletak di Kecamatan Menui Kepulauan, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah. Ibu kota Kecamatan Menui Kepulauan yaitu Ulunambo terletak di pulau ini. Pulau Menui merupakan wilayah paling tenggara dari Provinsi Sulawesi Tengah, terletak sekitar 160 km dari ibu kota kabupaten di Marsaoleh dan setidaknya 53 km dari daratan utama Sulawesi Tenggara.[3][4]

Menui
Pulau Menui, 14 September 2019. Pulau di sebelah kiri atas adalah Pulau Padei Kecil
P. Menui di Sulawesi
P. Menui
P. Menui
Lokasi P. Menui di sekitar P. Sulawesi.
Geografi
LokasiLaut Banda
Koordinat3°35′40″S 123°06′44″E / 3.5944°S 123.1122°E / -3.5944; 123.1122Koordinat: 3°35′40″S 123°06′44″E / 3.5944°S 123.1122°E / -3.5944; 123.1122
KepulauanKepulauan Menui
Luas112,6 km2[1]
Titik tertinggi267 m[2]
Pemerintahan
NegaraIndonesia
ProvinsiSulawesi Tengah
KabupatenMorowali
KecamatanMenui Kepulauan
Desa/Kelurahan11, lihat Demografi dan pemerintahan
Kependudukan
Penduduk7.022 jiwa[1]
Kepadatan62 jiwa/km2
Info lainnya
Zona waktu
Peta

Geografi sunting

Pulau Menui terletak di perairan Laut Banda di sebelah timur Sulawesi. Pulau ini, serupa dengan pulau-pulau lain di Menui Kepulauan, terbentuk sebagai pulau batu gamping koral Periode Kuarter yang terangkat. Pulau ini juga merupakan pulau terbesar di Menui Kepulauan.[5] Wilayah pulau ini merupakan wilayah karst dan dicirikan oleh dua buah perbukitan sejajar dengan orientasi tenggara-barat laut yang membelah pulau menjadi dua sisi. Sisi utaranya relatif lebih landai dibandingkan sisi selatannya dan lebih banyak dihuni oleh manusia yang menggunakan wilayah tersebut sebagai lahan pertanian. Sementara itu, sisi selatan pulau tertutup oleh hutan. Titik tertinggi pulau berada di bagian tengah di sebelah barat Desa Morompaitonga pada ketinggia 267 m. Terdapat beberapa danau air asin di pulau ini yang kemungkinan terbentuk sebagai dolin, yang paling besar adalah Danau Tahiea (3°35′55″S 123°03′33″E / 3.5986°S 123.0593°E / -3.5986; 123.0593) di sebelah barat pulau. Teluk Laikangkuli terletak di sebelah selatan pulau yang kurang lebih juga sejajar dengan dua perbukitan tersebut. Di sebelah utara pulau ini terletak Pulau Padei Besar (Desa Padei Darat) dan Pulau Padei Kecil (Desa Padei Laut).[4][2][1] Pulau Menui dapat dicapai menggunakan kapal feri dari Kendari.[6]

Demografi dan pemerintahan sunting

Penduduk Pulau Menui pada tahun 2018 diperkirakan berjumlah 7.022 jiwa, lebih dari separuh jumlah penduduk di Kecamatan Menui Kepulauan sehingga pulau ini merupakan pulau berpenduduk terbanyak di kecamatan. Pulau Menui terbagi menjadi 10 desa yaitu Buranga, Kofalagadi, Morompaitonga, Ngapaea, Padalaa, Tafagapi, Terebino, Torukuno, Ulunipa, dan Wawongkolono, beserta 1 kelurahan yaitu Ulunambo. Desa/kelurahan terbesar adalah Kofalagadi sementara penduduk terbanyak ada di Kelurahan Ulunambo yang merupakan pusat pemerintahan Kecamatan Menui Kepulauan serta desa/kelurahan dengan penduduk terbanyak sekecamatan. Terdapat 14 sekolah dasar di pulau ini yang tersebar di tiap desa dan kelurahan kecuali Desa Tafagapi namun ada 4 di Ulunambo. 3 sekolah menengah pertama tersebar di Ulunambo, Torukuno, dan Terebino sedangkan sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan satu-satunya di Menui Kepulauan terletak di Ulunambo. Puskesmas kecamatan juga terletak di Ulunambo namun terdapat puskesmas pembantu di Padalaa dan Terebino.[1] Tanaman utama yang dibudidayakan oleh penduduk Menui adalah singkong, cengkeh, dan kelapa.[4] Penduduk di Pulau Menui menuturkan dialek Menui yang merupakan dialek dari bahasa Wawonii yang juga digunakan di Pulau Wawonii dengan dialek yang berbeda. Bahasa Wawonii merupakan salah satu bahasa yang masih berkerabat dengan bahasa Bungku di dalam rumpun bahasa Bungku.[7]

Ekosistem sunting

Perbukitan di Pulau Menui membagi pulau menjadi dua sisi yaitu sisi utara perbukitan yang lebih banyak digunakan sebagai lahan pertanian, lahan kosong tertutup semak belukar, dan permukiman serta sisi selatan yang masih tertutup hutan. Hutan di sisi selatan tersebut merupakan hutan tropis muson kering seluas sekitar 2.350 ha yang cenderung berbeda jika dibandingkan dengan hutan di daratan utama Sulawesi yang berupa hutan hujan musiman. Wilayah selatan ini juga cenderung lebih sulit diakses sehingga lahannya kebanyakan masih tidak digunakan oleh manusia. Luas lahan hutan di Pulau Menui dikhawatirkan akan berkurang akibat penebangan ataupun pembukaan lahan untuk pertanian, disertai dengan tidak adanya kawasan lindung di wilayah pulau.[4]

Pulau Menui berada di dalam wilayah keanekaragaman hayati Wallacea namun keanekaragaman spesies di pulau ini cenderung lebih kecil dibandingkan dengan pulau di lepas pantai tenggara Sulawesi lainnya seperti Pulau Buton dan Pulau Kabaena. Hal ini dapat dipengaruhi oleh letak Menui yang cenderung lebih terisolasi dari daratan Sulawesi. Penelitian tahun 2017 mencatat sekitar 48 spesies burung yang ditemukan di pulau ini, 5 di antaranya merupakan burung endemis Wallacea yaitu celepuk sulawesi, elang ular sulawesi, kapasan sulawesi, paok laus, dan cabai panggul kelabu. Peluang berkurangnya luas hutan dikhawatirkan mengurangi habitat burung-burung di pulau ini terutama burung betet kelapa paruh besar.[4] Elang ular sulawesi dan elang ikan kecil, dengan status konservasi IUCN mendekati terancam (NT), yang juga ditemukan di Menui merupakan satwa yang dilindungi.[8]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c d Kecamatan Menui Kepulauan Dalam Angka 2019 (Laporan). Morowali: Badan Pusat Statistik Kabupaten Morowali. 2019. 
  2. ^ a b Peta Rupabumi Indonesia Lembar 2312-13 Ulunambo, Skala 1 : 50.000, Cibinong: Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, 1992 
  3. ^ Kabupaten Morowali Dalam Angka 2019 (Laporan). Morowali: Badan Pusat Statistik Kabupaten Morowali. 2020. 
  4. ^ a b c d e Monkhouse, J. R.; et al. (2018). "The avifauna of Menui Island, south-east Sulawesi, Indonesia". Forktail. 34: 42–47. 
  5. ^ Rusmana, E.; Sukido; Sukarna, D.; Haryono, E.; Simandjuntak, T. O. (1993), Peta Geologi Lembar Lasusua-Kendari, Sulawesi, Skala 1 : 250.000, Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi 
  6. ^ Sarjono (2019-05-09). Jauhary, Andi, ed. "Antisipasi mudik Lebaran, Dishub Sultra siapkan armada cadangan". ANTARA News. Diakses tanggal 2021-12-10. 
  7. ^ Mead, D. E. (1999). The Bungku-Tolaki Languages of South-eastern Sulawesi, Indonesia. Canberra: Pacific Linguistics. hlm. 33, 36. doi:10.15144/PL-D91.cover. ISBN 0858834731. 
  8. ^ Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.92/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi

Pranala luar sunting