Pulau Kalaotoa

pulau di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan

Pulau Kalaotoa adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah timur Laut Flores dan sebelah barat Laut Banda, Indonesia. Pulau ini secara administratif termasuk ke dalam daerah empat desa di Kecamatan Pasilambena, Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pulau Kalaotoa terletak sekitar 190 km ke arah tenggara dari ibu kota kabupaten di Benteng.[1]

Kalaotoa
P. Kalaotoa di Sulawesi
P. Kalaotoa
P. Kalaotoa
Lokasi Pulau Kalaotoa di sekitar Pulau Sulawesi.
Geografi
LokasiLaut Banda, Laut Flores
Koordinat7°22′21″S 121°47′40″E / 7.3725°S 121.7944°E / -7.3725; 121.7944Koordinat: 7°22′21″S 121°47′40″E / 7.3725°S 121.7944°E / -7.3725; 121.7944
KepulauanKepulauan Selayar
Luas85 km2[1]
Titik tertinggi518 m[2]
Pemerintahan
NegaraIndonesia
ProvinsiSulawesi Selatan
KabupatenKepulauan Selayar
KecamatanPasilambena
DesaGaraupa, Garaupa Raya, Kalaotoa, Lembang Matene
Kependudukan
Penduduk4.070 jiwa (2018)[1]
Kepadatan48 jiwa/km2
Info lainnya
Zona waktu
Kode pos92863
Peta

Sejarah sunting

Wilayah Kepulauan Selayar telah tercatat pada abad ke-13 dalam Negarakertagama dan perdagangan di wilayah ini telah berlangsung sejak sebelum masa itu.[3] Pulau Kalaotoa disebut sebagai salah satu tempat persinggahan Sipajonga dan para pengikutnya dalam perjalanan mereka dari Semenanjung Melayu menuju Buton pada tahun 1236. Sipajonga adalah salah satu dari empat Mia Patamiana yang dikisahkan mendirikan Kerajaan Buton.[4] Perairan di sekitar Pulau Kalaotoa diperkirakan menjadi tempat karamnya kapal Ocean milik armada Perusahaan Hindia Timur Britania (EIC) tahun 1797 pada Insiden Selat Bali. Para awak yang selamat berkemah di pulau namun sekitar dua minggu kemudian diserang oleh penduduk setempat dan tiga hari kemudian, mereka meninggalkan Kalaotoa.[5][6]

Bajak laut di Asia Tenggara pada abad ke-19 bisa memiliki suplai kebutuhan mereka sendiri yang tempatnya dirahasiakan. Belanda yang kala itu memburu para bajak laut melakukan ekspedisi pada tahun 1845 ke Pulau Kalaotoa dan menemukan timbunan padi, jagung, dan lada yang disembunyikan oleh bajak laut di dalam lubang-lubang di dalam hutan. Ditemukan pula dua buah perahu yang hampir jadi yang ditutupi dahan pohon kering serta tanda silang dari bambu yang ditancapkan di pohon dan diarahkan ke timur laut sebagai tanda sandi arah mereka melarikan diri.[7] Pada tahun 1919, Pulau Kalaotoa termasuk ke dalam daerah Onderafdeling Selayar dari Afdeling Bantaeng, Kegubernuran Sulawesi.[8]

Geografi sunting

Pulau Kalaotoa merupakan salah satu pulau di Kepulauan Selayar. Titik perbatasan antara Laut Flores dan Laut Banda menurut Organisasi Hidrografi Internasional pada koordinat 7°24′S 121°52′E / 7.400°S 121.867°E / -7.400; 121.867 terletak di sebelah tenggara pulau ini.[9] Pulau ini terletak di antara Pulau Karumpalompo di sebelah utara dan Pulau Madu di selatan.[10] Pulau Kalaotoa terletak di sebelah timur laut dari Cekungan Flores, sebuah cekungan busur belakang dari hasil penunjaman Lempeng Indo-Australia terhadap Lempeng Eurasia.[11] Batuan yang dapat ditemukan di wilayah pulau di antranya adalah batu gamping padat yang terbreksikan dan pasiran dari Formasi Selayar dengan usia Miosen Tengah hingga Pliosen, batu pasir dengan kalsium karbonat dan tufa serta sisipan napal dan konglomerat dari Formasi Kalao dengan usia Miosen Tengah, dan batuan ultramafik seperti basalt, gabro, dan piroksenit yang lebih tua yaitu dari Periode Kapur.[12] Batuan ultramafik tersebut diperkirakan merupakan batuan ofiolit yang memiliki kaitan dengan batuan ofiolit dari Periode Kapur di daratan utama Sulawesi Selatan. Hal ini, beserta kemiripan geologi di Tanajampea juga dengan daratan utama Sulawesi Selatan, dapat menjadi petunjuk bahwa Kepulauan Selayar dahulunya merupakan bagian dari daratan utama Sulawesi Selatan yang kemudian bergerak ke arah selatan akibat pergerakan suatu sesar transform mengiri pada Kala Miosen Awal.[13] Penelitian tahun 2014 menemukan adanya sesar naik dari Zona Anjakan Busur Belakang Flores di bawah perairan Laut Flores di selatan Pulau Kalaotoa.[11]

Demografi dan pemerintahan sunting

Pulau Kalaotoa merupakan pulau terbesar sekaligus pulau dengan penduduk terbanyak di Kecamatan Pasilambena. Pulau Kalaotoa terbagi menjadi empat desa di Kecamatan Pasilambena yaitu Desa Garaupa, Desa Garaupa Raya, Desa Kalaotoa, dan Desa Lembang Matene. Desa Kalaotoa merupakan ibukota kecamatan serta desa dengan penduduk terbanyak di Pulau Kalaotoa namun bukan desa dengan penduduk terbanyak di kecamatan (yaitu Desa Karumpa). Terdapat 6 sekolah dasar, 3 sekolah menengah pertama, dan satu sekolah menengah kejuruan di pulau ini. Setiap desa memiliki posyandu namun hanya terdapat satu puskesmas yaitu di Desa Kalaotoa.[1]

Ekosistem sunting

Pulau Kalaotoa dihuni oleh beberapa burung subspesies endemis seperti perkici pelangi (T. haematodus stresemanni), kepudang sungu (C. tenuirostris kalaotuae), dan kipasan dada hitam (R. rufifrons mimosae). Beberapa subspesies endemis lainnya dapat ditemukan di pulau ini dan pulau lain di Kepulauan Selayar di antaranya seperti remetuk panggul merah (G. dorsatis senex) yang ditemukan pula di Pulau Madu serta uncal (M. magna longa) dengan Tanajampea. Kakatua kecil jambul kuning juga dapat ditemukan di pulau ini yang sering kali ditangkap untuk dijual meskipun status konservasinya yang tergolong terancam kritis (CR).[14] Ular sawa dan babi hutan juga ditemukan di pulau ini.[15]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c d Kecamatan Pasilambena Dalam Angka 2019 (Laporan). Benteng: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Selayar. 2019. 
  2. ^ Paulus, J., ed. (1917). Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië Eerste Deel A-G. Den Haag, Leiden: Martinus Nijhoff, Brill. hlm. 346. 
  3. ^ Ahmadin (2010). "Orang Melayu dalam Sejarah Selayar". Dalam Mekkelo, I. D.; Hamid, A. R. Mengurai Keserumpunan: Dunia Melayu dalam Konteks Hubungan Bangsa Serumpun Indonesia Malaysia. Yogyakarta: Penerbit Ombak. hlm. 301–312. 
  4. ^ Darmawan, M. Y., ed. (2009). Naskah Buton, Naskah Dunia. Bau-Bau: Respect.  dalam Rauf, R. (2013). Islamisasi Kesultanan Buton (Tesis Skripsi). Makassar: Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin. p. 14. 
  5. ^ Biden, C. (1830). Naval Discipline: Subordination Contrasted with Insubordination. J.M. Richardson. hlm. 117–145. 
  6. ^ Ridwan, N. N. H. (2010). Potensi Sumberdaya Arkeologi Laut di Perairan Kawasan Timur Indonesia. Prosiding Simposium Nasional Pembangunan Sektor Kelautan Dan Perikanan Kawasan Timur Indonesia 2010. hlm. 68–79. 
  7. ^ Lombard, D. (1979). "Regard nouveau sur les "pirates malais" (1ère moitié du XIXème siècle)". Archipel. 18: 231–250. doi:10.3406/arch.1979.1513. 
  8. ^ Stibbe, D. G.; Wintgens, W. C. B.; Uhlenbeck, E. M., ed. (1919). Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië Derde Deel N-Soema. Den Haag, Leiden: Martinus Nijhoff, Brill. hlm. 679. 
  9. ^ "Limits of Oceans and Seas, 3rd edition" (PDF). International Hydrographic Organization. 1953. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-12-07. 
  10. ^ Sailing Directions (enroute) for Borneo, Jawa, Sulawesi and Nusa Tenggara. Defense Mapping Agency, Hydrographic/Topographic Center. 1979. hlm. 238. 
  11. ^ a b Rahardiawan, R.; Purwanto, C. (2014). "Struktur Geologi Laut Flores, Nusa Tenggara Timur". Jurnal Geologi Kelautan. 12 (3). doi:10.32693/jgk.12.3.2014.256. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-02-23. Diakses tanggal 2020-06-11. 
  12. ^ Koswara, A.; Panggabean, H.; Baharuddin; Sukarna, D. (1994), Peta Geologi Lembar Bonerate, Sulawesi Selatan, Skala 1 : 250.000, Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi 
  13. ^ Satyana, A. W. Accretion and Dispersion of Southeast Sundaland: The Growing and Slivering of A Continent. Proceedings of Joint Convention Jakarta 2003, The 32nd IAGI and the 28th HAGI Annual Convention and Exhibition. 
  14. ^ Dutson, G. (1995). "The Birds of Salayar and the Flores Sea Islands". KUKILA. 7 (2): 129–141. 
  15. ^ Hanifa, B. F.; Nugraha, A. P.; Nanda, I. F.; Daryono, B. S. (2016-06-14). "Phylogenetic analysis of Malayopython reticulatus (Schneider, 1801) from Southern Sulawesi based on morphological and molecular character". AIP Conference Proceedings. 1744 (1): 020008. doi:10.1063/1.4953482. 

Pranala luar sunting