Prodikos adalah seorang filsuf yang digolongkan sebagai kaum sofis.[1] Ia hidup sezaman dengan Sokrates.[1] Ia terkenal karena pengajaran filsafatnya dalam bidang etika dan linguistik.[1] Pengajaran etikanya yang terkenal disampaikan melalui sebuah mitos tentang Herkules.[2][3]

Riwayat Hidup

sunting
 
Gambar pulau Keos

Prodikos berasal dari pulau Keos yang terletak di laut Aegea.[2][4] Ia hidup di sekitar abad ke-5 SM, dan mulai dikenal pada tahun 430 SM.[5] Diketahui bahwa ia berusia lebih muda dari Protagoras.[3] Ia pernah mendapatkan murid yang dikirim oleh Sokrates, sehingga dapat disimpulkan bahwa ia berhubungan baik dengan Sokrates.[1]

Prodikos adalah seorang pengajar dalam bidang etika serta mengenai persoalan-persoalan publik lain.[5] Ia juga menjalankan tugas sebagai duta dari Athena.[2][5] Prodikos juga dikenal memberikan pengajaran tentang retorika dan juga teknik orasi kepada banyak pemuda kaya sehingga ia mendapat bayaran yang tinggi.[5] Karena pandangan filsafatnya yang menolak agama Yunani, Prodikos harus berurusan dengan pemerintah setempat di Athena.[1][2]

Pemikiran

sunting

Pesimisme

sunting

Prodikos menganut pandangan hidup yang pesimistis.[1] Kematian dipandangnya sebagai jalan untuk melepaskan diri dari kesusahan hidup manusia.[1][2] Ketakutan terhadap kematian itu bertentangan dengan akal sehat manusia.[2]

Menurut Prodikos, agama merupakan temuan manusia.[1][4] Pada awalnya manusia memuja tenaga-tenaga alam sebagai dewa, misalnya matahari, bulan, sungai, danau, pohon, dan sebagainya.[1][2][5][5] Contohnya adalah pemujaan kepada sungai Nil di Mesir.[1] Pada tahap berikutnya, orang-orang yang menemukan keahlian tertentu dipuja sebagai dewa.[1] Keahlian-keahlian tersebut misalnya pertanian, perkebunan anggur, dan pengolahan besi.[1] Contoh dari tahap ini adalah para dewa Yunani seperti Demeter, Dionysos, dan Hephaistos, yang semuanya dikaitkan dengan keahlian-keahlian tertentu.[1] Doa-doa yang dipanjatkan manusia dipandangnya sebagai berlebihan.[1]

Linguistik

sunting

Prodikos terkenal dalam pemikiran linguistiknya.[2] Ia amat menekankan ketepatan pengertian kata-kata, bahkan terhadap kata-kata yang bersinonim.[6] Misalnya saja, ia berargumentasi bahwa kata "kesenangan" (pleasure) dan "kenikmatan" (enjoyment") memiliki perbedaan makna, kendati keduanya bersinonim.[6]

Prodikos menulis sebuah mitos mengenai pilihan yang dilakukan Herkules.[3] Di dalam mitos tersebut Prodikos memperingatkan para pemuda terhadap kehidupan yang hanya menginginkan kesenangan belaka, seperti pesta pora, mabuk-mabukan, seks, dan lain-lain.[3][4] Para pemuda dianjurkan untuk mengikuti Herkules yang berjuang keras di tengah kesulitan-kesulitan hidupnya.[3][4] Bagi Prodikos, nilai-nilai lebih berharga dari kesenangan sebab memberikan kepuasan atas kehidupan di dalam waktu yang lebih panjang.[7] Sebagai contoh, Prodikos menyebut reputasi yang baik dan persahabatan sebagai hasil dari memperjuangkan nilai-nilai.[7]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
  2. ^ a b c d e f g h (Inggris)Frederick Copleston. 1993. A History of Philosophy. New York: Doubleday. P. 91-92.
  3. ^ a b c d e (Inggris)Edward Zeller. 1957. Outlines of the History of Greek Philosophy. New York: Meridian Books. P. 101-102.
  4. ^ a b c d (Inggris)Richard Winton. 2005. "Herodotus, Thucydides and the sophists". In The Cambridge History of Greek and Roman Political Thought. Cristopher Rowe, ed. p. 89-121.
  5. ^ a b c d e f (Inggris)Albert A. Avey. 1954. Handbook in the History of Philosophy. New York: Barnes & Noble. P.19.
  6. ^ a b (Inggris)Paul Woodruff. "Rhetoric and Relativism: Protagoras and Gorgias".In The Cambridge Companion to Early Philosophy, ed. A.A. Long. p. 290-310. London: Cambridge University Press.
  7. ^ a b (Inggris)Ted Honderich (ed.). 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford, New York: Oxford University Press. P. 338.