Prioritas Markus (Keutamaan Markus) adalah hipotesis yang menyatakan bahwa Injil Markus adalah yang pertama ditulis dari ketiga Injil Sinoptik, dan bahwa kedua penulis injil lainnya, Matius dan Lukas, menggunakan Injil Markus sebagai sumber mereka. Teori prioritas Markus sekarang ini diterima oleh kebanyakan pakar Perjanjian Baru[1] yang juga berpendapat bahwa Matius dan Lukas menggunakan sebuah sumber ucapan-ucapan Yesus yang disebut Q, yang kini sudah hilang. Kesimpulan mereka pada umumnya didasarkan pada analisis bahasa dan hubungan isi antara berbagai kitab.

Menurut hipotesis prioritas Markus, Injil Markuslah yang pertama ditulis dan kemudian digunakan sebagai sumber untuk Injil Matius dan Lukas.

Beberapa pakar[2] yang mengikuti Augustinus mengatakan bahwa hipotesis prioritas Markus tidak konsisten dengan bukti internal dan dengan kesaksian para bapak gereja; pada masa merekalah konon Injil Matius ini ditulis pertama kali.

Segelintir pakar menerima prioritas Markus tetapi menolak Q; hipotesis Farrer, yang penganjur utamanya adalah Michael Goulder dan Mark Goodacre, adalah teori yang paling terkenal yang melakukan hal ini.

Sejarah

sunting

Topik ini berkaitan erat dengan topik Injil sinoptik, karenanya ada baiknya membaca artikel tersebut sebelum membaca teks berikut ini

Sebelum abad ke-18, kebanyakan orang, termasuk Bapa Gereja, Papias, sekitar 60-130), Irenaeus (sekitar 130-200), Origenes (sekitar 185-254), Eusebius (sekitar 260-340) Hieronimus (sekitar 340-420), dan Augustinus dari Hippo (sekitar 354-430), berkeyakinan bahwa Matius adalah injil pertama yang ditulis. Karena itulah, Matius menjadi injil pertama yang muncul dalam urutan kronologis keempat injil dalam Perjanjian Baru. Namun, Pandangan tradisional tentang asal usul injil ini mulai ditantang pada akhir 1700-an, ketika Gottlob Christian Storr (1786) mengajukan usul bahwa Markus adalah yang pertama yang ditulis.

Gagasan Storr tidak banyak diterima saat itu, karena kebanyakan pakar lebih memilih prioritas Matius, di bawah hipotesis Augustinian yang tradisional, atau hipotesis Griesbach, atau suatu teori fragmentaris. Dalam teori fragmentaris, diyakini bahwa cerita-cerita tentang Yesus dicatat pada sejumlah dokumen dan buku catatan yang lebih kecil dan digabungkan oleh para penulis injil ini untuk menciptakan injil-injil sinoptik.

Bekerja dalam teori fragmentaris, Karl Lachmann (1835) membandingkan injil-injil sinoptik dalam pasangan-pasangan dan mencatat bahwa sementara Matius sering kali sepakat dengan Markus dibandingkan dengan Lukas dalam urutan nasnya dan Lukas sering kali sepakat dengan Markus dibandingkan dengan Matius, Matius dan Lukas jarang sekali sepakat satu sama lain dalam menghadapi Markus. Lachman menyimpulkan dari sini bahwa Markus paling baik menyimpan urutan episode yang relatif tetap tentang pelayanan Yesus.

Pada 1838, dua teolog, Christian Gottlob Wilke dan Christian Hermann Weisse, yang masing-masing secara terpisah memperluas argumen Lachmann dan menyimpulkan bahwa Markus tidak hanya merepresentasikan sumber terbaik bagi Matius dan Lukas tetapi juga bahwa Markus adalah sumber bagi Matius dan Lukas. Gagasan-gagasan mereka tidak segera diterima, tetapi dukungan Heinrich Julius Holtzmann pada 1863 terhadap suatu bentuk prioritas Markus yang memenuhi syarat (qualified) banyak diterima luas dan masih menjadi hipotesis yang dominan sampai sekarang.

Namun, alur penalaran ini kini dianggap tidak meyakinkan.[1] Khususnya, kini diterima bahwa meskipun isi Markus terletak secara logis di antara Matius dan Lukas, fakta ini sendiri tidak mempunyak konsekuensi kronologis, meskipun digabung dengan fakta-fakta lainnya masih dapat mendukung prioritas Markus.

Argumen-argumen modern yang mendukung prioritas Markus

sunting

Para pakar masa kini mendukung prioritas Markus dengan beberapa cara. Sebagian mendukung langsung, yang lainnya berargumen menentang lawan-lawan utama prioritas Markus, hipotesis Griesbach dan hipotesis Augustinia, yang keduanya - antara lain - mengklaim bahwa Markus mempunyai akses kepada Injil Matius.

Isi yang tidak terdapat dalam Markus

sunting

Injil Markus adalah yang paling pendek dibandingkan yang lainnya, dan menghilangkan banyak dari apa yang terdapat dalam Matius dan Lukas. Ada pendapat bahwa Markus tampaknya tidak mungkin menghilangkan kejadian-kejadian penting dari Matius dan Lukas, bila ia mempunyai akses kepada injil-injil ini.[3][4]

Ini yang hanya terdapat dalam Markus

sunting

Hanya ada beberapa nas saja di dalam Markus yang tidak ditemukan baik dalam Matius maupun Lukas, yang membuat nas-nas itu semakin penting. Bila Markus yang menyunting Matius dan Lukas, sulit kita memahami mengapa ia akan menambahkan sedikit sekali bahan, bila ia toh harus menambahkan sesuatu. Pilihan dari tambahan-tambahan itu juga sangat aneh. Di pihak lain, bila Markuslah yang menulis pertama, sering kali Matius dan Lukaslah yang mestinya mempunyai motif yang kuat untuk membuat nas-nas ini.[5]

Sebuah contohnya adalah Markus 3:21; di situ dikisahkan bahwa keluarga Yesus sendiri mengira ia gila. Yang lainnya ialah Markus 14:51-52, sebuah kejadian aneh yang tidak mempunyai makna yang jelas; di situ dikisahkan seorang lelaki muda mendekati Yesus lalu lari dalam keadaan telanjang.

Yang juga penting adalah Markus 9:22-26; di sini dikisahkan bahwa Yesus harus mencoba dua kali menyembuhkan seseorang, karena yang pertama tidak sepenuhnya berhasil.

Perubahan

sunting

Mengenai ayat-ayat di mana Markus berbeda dengan Matius dan/atau Lukas, sering kali lebih mudah melihat mengapa Matius atau Lukaslah yang akan melakukan perubahan daripada sebaliknya. Misalnya, Matius 20:20 menghilangkan kritik dari para murid yang terdapat dalam Markus 10:35 dan ayat-ayat yang belakangan. Matius 8:25 dan Lukas 8:24 sama-sama menghilangkan sikap tidak hormat para murid kepada Yesus yang terdapat dalam Markus 4:38.[4]

Yesus menurut Markus sering kali tampak lebih manusiawi daripada Yesus versi Matius. Davies dan Allison[5] menyusun sejumlah nas di mana Markus, bukan Matius, menggambarkan Yesus yang emosional (mis. Markus 1:41, tidak mengetahui tentang sesuatu (mis. Markus 6:38), atau tidak mampu melakukan sesuatu (mis. Markus 6:35).

Ada pendapat bahwa lebih mudah menerima mengapa Matius akan menyunting Markus untuk membuat Yesus lebih ilahi dan lebih kuat, daripada mengapa Markus harus menunting Matius untuk memperlemah Yesus.

Bahasa primitif dan tidak lazim dalam Markus

sunting

Bahasa Yunani Markus lebih primitif daripada kedua penulis Injil lainnya. Seringkali Lukas atau Matius akan mengungkapkan sebuah kutipan perumpamaan Yesus dengan lebih indah daripada Markus. Selain itu, Markus sekali-sekali menggunakan sebuah kata atau frasa yang tidak lazim, sementara Matius menggunakan kata biasa. Ada yang berpendapat bahwa lebih masuk akal bisa Matiuslah yang merevisi Markus, ketimbang sebaliknya.[5]

Gambaran yang lebih hidup dalam Markus

sunting

Setiap kali Markus dan Matius sepakat, Markus sering kali mempunyai versi yang lebih hidup dan kata-kata yang lebih berpanjang-panjang. Ada yang berpendapat bahwa tampaknya tak mungkin Markus menyisipkan detail ke dalam banyak kutipan Matius sementara menghilangkan peristiwa-peristiwa besar seperti kelahiran Yesus. Sebaliknya, kata-kata yang berpanjang-panjang ini dijelaskan sebagai petunjuk bagi kedekatan Markus kepada kesaksian seorang saksi mata.[4]

Kelelahan

sunting

Untuk mendukung teorinya, Mark Goodacre mendaftarkan sejumlah kejadian yang memperlihatkan bahwa Matius atau Lukas mulai dengan mengubah Markus, tetapi kemudian "menjadi lelah" dan mulai menyalin Markus secara langsung, bahkan melakukannya dengan cara yang tidak konsisten dengan perubahan-perubahan yang sebelumnya telah mereka buat. Misalnya, Matius lebih persis daripada Markus dalam gelar-gelar yang diberikannya kepada para penguasa, dan mula-mula (Matius 14:1) memberikan Herodes Antipas gelar yang benar sebagai "tetrarkh", tetapi ia kemudian kembali menyebutnya "raja" pada ayat yang belakangan (Matius 14:9), tampaknya karena ia menyalin Markus 6:26 pada saat itu.[6]

Sebuah contoh lainnya yang diberikan oleh Goodacre adalah versi Lukas tentang pemberian makan kepada orang banyak. Lukas tampaknya mengubah setting ceritanya: sementara Markus menempatkannya di padang gurun, Lukas memulai ceritanya di Betsaida (Lukas 9:10. Namun, belakangan, Lukas sepakat dengan Markus, bahwa kejadian-kejadian ini memang berlangsung di padang gurun (Lukas 9:12. Goodacre berpendapat bahwa Lukas disini mengikuti Markus, tanpa menyadari bahwa itu akan bertentangan dengan perubahan yang ia buat sebelumnya.

Argumen-argumen yang menentang prioritas Markus

sunting

Bukti-bukti eksternal

sunting

Para penulis gereja perdana (seperti yang dirangkum oleh Augustinus) tampaknya menunjukkan bahwa Injil Matius adalah yang pertama kali ditulis.

Kesepakatan kecil

sunting

Kejadian-kejadian di mana Lukas dan Matius saling sepakat, tetapi berbeda dengan Markus, menunjukkan bahwa Lukas dan Matius tidaklah saling independen dari keduanya, dan dengan demikian menentang versi-versi tertentu dari prioritas Markus (khususnya hipotesis dua sumber.

Prosedur redaksi

sunting

Menurut William R. Farmer,[7] dalam banyak hal mudah melihat bagaimana Markus, bila ia mempunyai akses ke Lukas dan Matius, dapat menulis dengan tepat ayat-ayat yang ditulisnya. Misalnya Markus 1:32 menyebutkan baik bahwa malam telah tiba dan matahari tenggelam, sementara Matius 8:16 dan Lukas 4:40 masing-masing menyebutkan hanya satu saja dari keduanya.

Membangun di atas prioritas Markus

sunting

Bagi kebanyakan pakar yang menerima prioritas Markus, muncul masalah lebih lanjut untuk menjelaskan bahan "tradisi ganda" yang ditemukan baik dalam Matius maupun Lukas tetapi tidak di dalam Markus. Ada dua cara yang umum untuk menjelaskannya: dengan membanding kepada Q, sebuah sumber hipotetis yang tersedia bagi Matius dan Lukas; atau membuat postulasi bahwa salah satu dari Matius dan Lukas mengenal karya yang lainnya maupun Markus. Hipotesis Farrer adalah teori seperti itu.

Lihat pula

sunting

Rujukan

sunting
  1. ^ a b Christopher Tuckett: The current state of the Synoptic Problem, 2008 Oxford Conference In The Synoptic Problem
  2. ^ Termasuk B. C. Butler, John Wenham, dan W.R. Farmer
  3. ^ Mark Goodacre: The Case Against Q
  4. ^ a b c G. M. Styler: Synoptic Problem, dalam The Oxford Companion to the Bible
  5. ^ a b c W. D. Davies dan Dale C. Allison: A Critical and Exegetical Commentary on the Gospel According to Saint Matthew
  6. ^ Mark Goodacre: Fatigue in the Synoptics Diarsipkan 2009-02-04 di Wayback Machine., New Testament Studies 44 (1998)
  7. ^ "William R. Farmer: The Synoptic Problem, diringkas dalam". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-27. Diakses tanggal 2008-12-31.