Petilasan Ki Ageng Mangir Wanabaya

Petilasan Ki Ageng Mangir Wanabaya adalah suatu kawasan bekas peninggalan yang dulunya pernah menjadi tanah perdikan. Tanah perdikan merupakan wilayah yang dikelola sendiri dan bebas dari pajak. Kawasan tersebut dianggap merdeka karena pada saat itu Ki Ageng enggan untuk memberikan wilayah ini kepada Kerajaan Mataram Islam. Terletak di sebuah perkampungan tua Desa Sendangsari, Mangir Tengah, Kabupaten Bantul.[1][2]

Petilasan Ki Ageng Mangir Wanabaya.

Tempat tersebut termasuk cagar budaya yang sebelumnya adalah tanah perdikan yang dipimpin oleh Ki Ageng Mangir. Letaknya berada di sebuah perkampungan tua Desa Sendangsari, Mangir Tengah, Kabupaten Bantul. Di dalam area, terdapat beberapa tugu dan bangunan, seperti candi yang terbuat dari batu-batuan serta watu gilang yang dipercaya sebagai singgasana bekas Ki Ageng Mangir. Areanya dikelilingi dengan pepohonan yang masih kental dengan suasana pedesaan dan asri.

Kisah Sosok Ki Ageng Mangir

sunting
 
Ki Ageng Mangir.

Ki Ageng Mangir yang berkuasa atas wilayah Mangir memiliki senjata bernama Tombak Baru Klinting yang sakti. Saat itu Panembahan Senopati menginginkan wilayah Mangir untuk menjadi bagian dari kekuasaan Kerajaan Mataram Islam. Namun, sebab kesaktian Mangir Wanabaya III, Panembahan Senopati tidak memiliki keberanian untuk melawan secara langsung agar wilayah Mangir berada di bawah kekuasaan kerajaannya.

Suatu hari seorang perintis Mataram Islam, yaitu Ki Juru Martani membantu Panembahan Senopati dengan membuat siasat. Siasat yang dilakukan yaitu dengan memerintah para punggawa untuk mengamen di wilayah Mangir bersama putri dari Panembahan Senopati bernama Raden Ajeng Pembayun.

Mangir Wanabaya III jatuh hati kepada sang putri, lalu mereka menikah. Setelah itu, sang putri Pembayun mengungkapkan rahasia bahwa sebenarnya dirinya merupakan anak dari sang Panembahan Senopati. Kemudian tersebar kabar berita dari Kerajaan Mataram bahwa siapapun yang menemukan Raden Ajeng Pembayun akan diberi hadiah. Lalu, Ki Ageng dan putri Pembayun sepakat untuk menghadap bersama kepada Panembahan Senopati.

Berangkatlah pasangan tersebut menuju Kerajaan Mataram Islam di bulan Syawal dengan sambutan dari Panembahan bahwa akan diadakan perayaan pernikahan dirinya dengan putrinya. Namun, saat sungkem di hadapan Panembahan Senopati, kepala Ki Ageng dipegang oleh Panembahan lalu dipukulkan ke batu gilang singgasananya. Setelah itu, Ki Ageng Mangir meninggal dunia kemudian dimakamkan dengan setengah bagian di dalam area Makam Raja-Raja Mataram Kotagede dan setengah bagian di area luar makam.

Destinasi Wisata

sunting

Petilasan Ki Ageng Mangir terletak di Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisata ini dapat ditempuh sekiranya 1 jam dari pusat kota Yogyakarta, sehubungan dengan lokasinya yang masih jauh dari hiruk pikuk perkotaan yang penat.[3]

Tempat wisata ini telah ada sejak tahun 1900-an, namun belum terawat dengan baik. Hingga pada suatu saat ketika seseorang bernama Mbah Bali turun tangan untuk mengelola lokasi wisata ini. Tempat wisata ini juga diminati pendatang karena suasana yang sangat nyaman untuk melepas rasa penat. Kesejukan pepohonan yang rindang membuat angin yang berhembus terasa segar. Selain untuk berwisata, beberapa pengunjung beragama Hindu datang untuk beribadah. Hampir semua Presiden Republik Indonesia pun pernah berkunjung setidaknya sekali dalam periode menjabatnya.

Rujukan

sunting
  1. ^ "Ki Ageng Mangir Site: Tempat Bersejarah Musuh dan Menantu Panembahan Senapati". kumparan. Diakses tanggal 2024-07-27. 
  2. ^ Khairani, Anandio Januar, Elisabeth Meisya, Jihan Nisrina. "Menyusuri Jejak Ki Ageng Mangir di Permukiman Kuno Era Majapahit". detikjogja. Diakses tanggal 2024-07-27. 
  3. ^ "Petilasan Ki Ageng Mangir". Sendangsari. Diakses tanggal 2024-07-27.