Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah perubahan (amendemen) ketiga terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan ketiga disahkan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat ke-7 pada tanggal 9 November 2001, yang merupakan rangkaian dari Sidang Umum (Tahunan) Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2001 yang berlangsung pada tanggal 1–9 November 2001.

Dalam perubahan ketiga ini, MPR mengubah dan/atau menambahkan beberapa pasal dan bab, yaitu Pasal 1 Ayat (2) dan (3); Pasal 3 Ayat (1), (3),[a] dan (4);[a] Pasal 6 Ayat (1), dan (2); Pasal 6A Ayat (1), (2), (3), dan (5); Pasal 7A; Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7); Pasal 7C; Pasal 8 Ayat (1) dan (2); Pasal 11 Ayat (2) dan (3); Pasal 17 Ayat (4); Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 22D Ayat (1), (2), (3), dan (4); Bab VIIB, Pasal 22E Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6); Pasal 23 Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23A; Pasal 23C; Bab VIIIA, Pasal 23E Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23F Ayat (1) dan (2); Pasal 23G Ayat (1) dan (2); Pasal 24 Ayat (1) dan (2); Pasal 24A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Pasal 24B Ayat (1), (2), (3), dan (4); serta Pasal 24C Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6).

Ikhtisar sunting

Beberapa perubahan tersebut berdasarkan pasal-pasal, yaitu:

  • Pada Pasal 1, frasa dalam Ayat (2) yang berbunyi "dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat" diganti menjadi "dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar", sementara Ayat (3) ditambahkan dan menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
  • Pasal 3 dirombak secara besar-besaran dan jumlah ayat bertambah dari satu menjadi 4 ayat, yaitu Ayat (1), (3),[a] dan (4).[a] Pada Ayat (1), wewenang MPR untuk menetapkan GBHN dihapuskan. Ayat (3) dan (4) ditambahkan dan secara berurutan menyebutkan wewenang MPR untuk melantik dan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatan menurut UUD.
  • Pasal 6 dirombak total. Ayat (1) yang menyatakan "Presiden ialah orang Indonesia asli" diubah dan dijabarkan menjadi "Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden". Ayat (2) dihapuskan dan diatur terpisah dalam pasal baru (Pasal 6A), kemudian ayat tersebut diberi klausa baru yang mengatur ketentuan lain syarat menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
  • Pasal 6A ditambahkan dan mencakup empat ayat, terdiri dari Ayat (1), (2), (3), dan (5). Isi pasal menyebutkan garis-garis besar tata cara pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden.
  • Pasal 7A ditambahkan dan hanya mencakup satu ayat. Isi pasal menyebutkan tentang pemberhentian atau pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
  • Pasal 7B ditambahkan dan mencakup tujuh ayat, terdiri dari Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7). Isi pasal menyebutkan garis besar tata cara pemberhentian atau pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
  • Pasal 7C ditambahkan dan hanya mencakup satu ayat. Isi pasal berbunyi "Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat".
  • Pada Pasal 8, jumlah ayat bertambah dari satu menjadi 2 ayat. Tata bahasa dan kata-kata pada Ayat (1) ditata ulang, sementara Ayat (2) ditambahkan dan menyebutkan tata cara bila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden (ketika Presiden masih ada).
  • Pada Pasal 11, dua ayat baru ditambahkan sehingga jumlah ayat bertambah dari satu menjadi 3 ayat. Ayat (2) menyebutkan perjanjian internasional macam apa yang dibuat oleh Presiden yang membutuhkan persetujuan DPR, sedangkan Ayat (3) mengatur ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional.
  • Pada Pasal 17, Ayat (4) ditambahkan dan menyebutkan ketentuan lain mengenai pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara.
  • Dua pasal mengenai DPD yang keduanya terdiri dari 4 ayat, yaitu Pasal 22C dan Pasal 22D, ditambahkan ke dalam UUD. Pasal-pasal tersebut secara berurutan menyebutkan anggota, susunan, dan sidang dari lembaga legislatif baru DPD; serta wewenang, tugas, dan ketentuan pemberhentian anggota DPD.
  • Pasal 22E ditambahkan dan mencakup enam ayat, yaitu Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6). Isi pasal menyebutkan ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan pemilu di Indonesia.
  • Pasal 23 dirombak secara besar-besaran. Ayat (1) dimekarkan menjadi 3 ayat, yaitu Ayat (1), (2), dan (3), serta mengatur tentang anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Sebelum itu, Ayat (2) diatur terpisah pasal baru (Pasal 23A), Ayat (3) dimunculkan dalam pasal terpisah (Pasal 23B) pada perubahan keempat UUD 1945, Ayat (4) diatur terpisah dalam Pasal 23C, serta Ayat (5) diatur dan dikembangkan terpisah dalam tiga pasal (Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal 23G).
  • Pasal 23A ditambahkan dan hanya mencakup satu ayat. Isi pasal menyebutkan pajak dan pungutan lain.
  • Pasal 23C ditambahkan dan hanya mencakup satu ayat. Isi pasal menyebutkan ketentuan lain dalam hal-hal keuangan negara.
  • Tiga pasal mengenai BPK ditambahkan ke dalam UUD, yaitu Pasal 23E hingga Pasal 23G. Pasal 23E terdiri dari 3 ayat, sedangkan kedua pasal lainnya terdiri dari 2 ayat. Pasal-pasal tersebut secara berurutan menyebutkan tugas, susunan, dan kedudukan BPK.
  • Pasal 24 dirombak secara besar-besaran. Ayat (1) yang menyebutkan susunan kekuasaan kehakiman dipindahkan dan diubah susunan katanya menurut perubahan besar-besaran tersebut ke Ayat (2), lalu Ayat (1) yang kosong diberikan klausa baru yang menyebutkan pengertian kekuasaan kehakiman. Sebelum itu, Ayat (2) yang lama dihapuskan.
  • Tiga pasal mengenai lembaga kehakiman ditambahkan ke dalam UUD, yaitu Pasal 24A hingga Pasal 24C. Pasal 24A terdiri dari 5 ayat dan mengatur tentang MA, Pasal 24B terdiri dari 4 ayat dan mengatur tentang KY, serta Pasal 24C terdiri dari 6 ayat dan mengatur tentang MK.

Sedangkan perubahan berdasarkan bab adalah sebagai berikut.

  • Bab VIIA ditambahkan dan bernama "Dewan Perwakilan Daerah".
  • Bab VIIB ditambahkan dan bernama "Pemilihan Umum".
  • Bab VIIIA ditambahkan dan bernama "Badan Pemeriksa Keuangan".

Pasal 1 sunting

diubah menjadi

Pasal 3 sunting

diubah menjadi

Pasal 6 sunting

diubah menjadi

Pasal 6A sunting

Pasal 7A sunting

Pasal 7B sunting

Pasal 7C sunting

Pasal 8 sunting

diubah menjadi

Pasal 11 sunting

diubah menjadi

Pasal 17 sunting

diubah menjadi

BAB VIIA: Dewan Perwakilan Daerah sunting

Pasal 22C sunting

Pasal 22D sunting

BAB VIIB: Pemilihan Umum sunting

Pasal 22E sunting

Pasal 23 sunting

diubah menjadi

Pasal 23A sunting

Pasal 23C sunting

BAB VIIIA: Badan Pemeriksa Keuangan sunting

Pasal 23E sunting

Pasal 23F sunting

Pasal 23G sunting

Pasal 24 sunting

diubah menjadi

Pasal 24A sunting

Pasal 24B sunting

Pasal 24C sunting

Catatan sunting

  1. ^ a b c d Ini merupakan kesalahan penomoran yang diperbaiki pada perubahan keempat.

Pranala luar sunting