Pertanian tadah hujan

Pertanian tadah hujan adalah usaha pertanian yang memanfaatkan hujan sepenuhnya sebagai sumber air. Usaha pertanian ini telah menyediakan bahan pangan di berbagai kawasan di negara miskin dan berkembang. Di Afrika sub Sahara, pertanian tadah hujan menyumbang sebanyak 95%, di Amerika Latin 90%, Timur Tengah dan Afrika 75%, Asia Timur 65%, dan Asia Selatan 60%.[1] Tingkat produktivitas pertanian tadah hujan secara umum rendah dikarenakan kondisi tanah yang terdegradasi, tingginya evaporasi, kekeringan, banjir, dan minimnya manajemen air. Namun usaha pertanian tadah hujan memiiki potensi untuk lebih produktif dengan mengelola air hujan dan kelembaban tanah lebih efektif.[2]

Sawah tadah hujan sunting

Sawah tadah hujan adalah sawah yang sistem pengairannya sangat mengandalkan curah hujan. Jenis sawah ini hanya menghasilkan di musim hujan. Di musim kering sawah ini dibiarkan tidak diolah karena air sulit didapat atau tidak ada sama sekali.[3]:70 Sawah tadah hujan umumnya hanya dipanen setahun sekali.[4]:102 Intensitas penggunaan tenaga kerja di sawah tadah hujan lebih tinggi karena petani harus menyulam (menanam kembali) lebih sering dibandingkan sawah beririgasi, akibat suplai air yang tidak stabil.[5]:165

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Managing water for rainfed agriculture International Water Management Institute, 2010, Issue 10.
  2. ^ Molden, D. (Ed). Water for food, Water for life: A Comprehensive Assessment of Water Management in Agriculture. Earthscan/IWMI, 2007.
  3. ^ Bambang Utoyo. Geografi: Membuka Cakrawala Dunia. Grafindo Media Pratama. ISBN 9789799255860. 
  4. ^ Ahmad Yani & Mamat Rahmat. Geografi: Menyingkap Fenomena Geosfer. Grafindo Media Pratama. ISBN 9789797584245. 
  5. ^ Scott Pearson. Aplikasi Policy Analysis pada Pertanian Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 9789794615126.