Persediaan atau inventori (bahasa Inggris: inventory) menurut kajian industri dan manufaktur mengacu pada stok dari suatu item atau sumber daya yang digunakan dalam suatu organsasi perusahaan. Persediaan dalam manufaktur umumnya berupa item atau barang yang berkontribusi atau akan menjadi bagian dari keluaran produk perusahaan. Persediaan diklasifikasikan berdasarkan jenisnya terbagi menjadi bahan baku, bahan setengah jadi atau barang dalam proses, komponen, dan bahan jadi atau produk jadi.

Persediaan dimaksudkan untuk dapat memenuhi variasi dari permintaan produk, yang mana permintaan produk tidak dapat diketahui secara tepat. Selain itu persediaan juga memungkinkan perusahaan dapat melakukan fleksibilitas dalam penjadwalan produksi, dimana disediakannya stok dari inventori guna menghilangkan tekanan terhadap sistem operasi produksi.[1]

Fungsi persediaan sunting

Sebagai upaya antisipasi stok, persediaan dapat memenuhi antisipasi permintaan pelanggan. Persediaan berfungsi untuk memperlancar keperluan operasi produksi dimana dengan adanya persediaan dapat membangun kepercayaan dalam menghadapi terjadinya pola musiman. Persediaan juga dapat melindungi kekurangan stok yang dihadapi oleh perusahaan yang diakibatkan terlambatnya kedatangan barang dan adanya peningkatan permintaan, serta sebagai antisipasi apabila terjadi inflasi dan meningkatnya perubahan harga suatu barang.[2]

Jenis dan biaya persediaan sunting

Secara garis besar jenis-jenis persediaan dapat dibagi menjadi beberapa ketegori, diantaranya adalah; persediaan bahan baku atau persediaan bahan mentah (raw material) yang merupakan bahan atau barang yang akan diproses lebih lanjut menjadi barang jadi; persediaan bahan setengah jadi atau barang dalam proses (work in process), merupakan persediaan yang telah mengalami perubahan tetapi masih perlu diproses lebih lanjut untuk menjadi barang jadi;[3] dan persediaan barang jadi (finished good) merupakan persediaan barang-barang yang telah selesai diproses dalam pabrik dan siap untuk dipasarkan.[4] Selain tiga jenis persediaan umum tersebut, jenis persediaan lainnya ialah persediaan bahan pembantu atau bahan penolong (supplies inventory) yang merupakan persediaan barang-barang yang berfungsi sebagai penunjang dalam proses operasi atau produksi,[3] tetapi bukan bagian dari komponen barang jadi;[4] serta persediaan barang dagangan (merchandise inventory) yang merupakan persediaan yang akan dijual kembali sebagai barang dagangan.[3]

Menurut Herdjanto (2009), jenis persediaan diklasifikasikan menjadi empat, yaitu;[5]

  • Fluctuation stock, merupakan persediaan yang dimaksudkan untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan yang tidak diperkirakan sebelumnya serta untuk mengatasi apabila terjadi kesalahan atau penyimpangan dalam perkiraan penjualan, waktu produksi, dan pengiriman barang.
  • Anticipation stock, adalah persediaan guna menghadapi permintaan yang dapat diramalkan, seperti pada musim permintaan tnggi, tetapi kapasitas produksi saat itu tidak mampu memenuhi permintaan. persediaan ini juga berguna untuk menjaga kemungkinan kesulitan memperoleh bahan baku sehingga tidak mengakibatkan terhentnya produksi.
  • Lot-size inventory, adalah persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar daripada kebutuhan pada saat itu. persediaan dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dari harga barang (berupa diskon) karena telah membeli dalam jumlah besar, atau unutk menraih penghematan dari biaya pengangkutan per unit yang lebih rendah.
  • Pipeline inventory, adalah persediaan yang dalam proses pengiriman dari tempat asal ke tempat tujuan.

Keputusan yang diambil organisasi atau perusahaan dalam menentukan persediaan akan melibatkan beberapa pembiayaan yang terjadi. Jenis-jenis biaya yang berdampak pada keputusan besar sedikitnya persediaan adalah:

  • Biaya penanganan, meliputi biaya penyimpanan, biaya handling, biaya asuransi, biaya kerusakan, biaya penyusutan, dan biaya hilangnya pemanfaatan dari investasi yang tertanam dalam persediaan (opportunity cost of capital). Apabila biaya penanganan terlalu tinggi, maka akan mendorong tingkat persediaan menjadi rendah sehingga stok harus diisi kembali.
  • Biaya penyiapan atau perubahan produksi, yaitu biaya yang timbul dalam penyiapan kebutuhan produk dan akan selalu berbeda. Perbedaan terebut tergantung pada bahan, penyiapan peralatan tertentu, penyiapan arsip, serta waktu dan bahan yang dibutuhkan atas perpindahan dari stok material sebelumnya.
  • Biaya pemesanan, berhubungan dengan kegiatan pembelian dan pemesanan barang. Biaya pemesanan juga terkait dengan biaya pemeliharaan sistem yang dibutuhkan untuk dapat mengikuti jalannya pesanan.
  • Biaya yang timbul akibat kekurangan persediaan. Biaya ini terjadi akibat stok dari suatu item kosong dan pesanan untuk item tersebut harus menunggu sampai tiba kembali. Hal ini akan menimbulkan pertukaran (trade-off) antara biaya untuk memenuhi permintaan dengan biaya yang timbul akibat kekurangan stok yang terkadang tidak seimbang.[6]

Pengendalian persediaan sunting

Manajemen memiliki dua fungsi dalam persediaan. Fungsi yang pertama adalah untuk membangun suatu sistem supaya jalannya alur item dalam persediaan dapat terjaga. Fungsi kedua adalah untuk membuat keputusan mengenai berapa banyak jumlah yang dipesan dan kapan diadakannya pesanan. Keputusan-keputusan tersebut dapat berjalan dengan baik apabila manajmen persediaan melakukan beberapa hal didalamnya, yaitu membuat suatu sistem untuk menjaga jalannya alur persediaan yang ada di tangan dan yang ada dalam pesanan, menyusun peramalan yang dapat dipercaya atas permntaan yang mencakup adanya indikasi kemungkinan kesalahan peramalan, melakukan estimasi atas biaya penanganan persediaan, dan melakukan pengklasifikasian item-item persediaan.[7]

Dua faktor utama yang perlu diperhatikan dalam manajemen persediaan, yaitu bagaiamana item persediaan diklasifikasikan dengan menggunakan metode analsis ABC, dan kedua adalah bagaimana pencatatan persediaan dapat akurat dan terpelihara. Analisis ABC merupakan metode analisis nilai persediaan yang membagi persediaan atas tiga klasifikasi atas dasar jumlah volume atau nilai rupiah yang tertanam.[8]

Analisis ABC sunting

Klasifikasi pada analisis ABC diperkenalkan oleh HF Dickie pada tahun 1950-an. Klasifikasi ABC merupakan aplikasi persediaan yang menggunakan prinsip pareto. Idenya adalah untuk memfokuskan pengendalian persediaan kepada item (jenis) persediaan yang bernilai tinggi (critical) ketimbang yang bernilai rendah (trivial). Dengan mengetahui pembagian klasifikasi tersebut, dapat diketahui item persediaan tertentu yang harus mendapat perhatian lebih serius dibanding item yang lain.[9]

Pengukuran yang dilakukan dalam analisis ABC adalah nilai permintaan tahunan dari setiap item persediaan dikalikan dengan biaya perunitnya. Item-item dari kelas A adalah item yang nilai rupiah per tahunnya memiliki nilai-nilai yang tinggi. Item-item dalam kelas A merupakan 15% dari total item seluruh persediaan yang memiliki nilai rupiah mencapai 70 hingga 80% dari total nilai rupiah terhadap seluruh nilai penggunaan. Sementara kelas B mencakup 30% dari jumlah item persediaan yang besar nilai rupiahnya mencapai 15 hingga 25% dari seluruh total nilai persediaan. Sedangkan kelas C hanya mencapai 5% dari total nilai rupiah seluruh item persediaan pertahun dengan item persediaan mencapai 55% dari total item persediaan.[8]

Referensi sunting

  1. ^ Assauri 2016, hlm. 226.
  2. ^ Assauri 2016, hlm. 227.
  3. ^ a b c Siagian 2007, hlm. 164.
  4. ^ a b Vikaliana 2020, hlm. 4.
  5. ^ Hardjanto 2009, hlm. 226.
  6. ^ Assauri 2019, hlm. 229.
  7. ^ Assauri 2016, hlm. 235.
  8. ^ a b Assauri 2016, hlm. 236.
  9. ^ Herdjanto 2009, hlm. 227.

Daftar pustaka sunting

  • Assauri, Sofjan (2016). Manajemen Operasi Produksi: Pencapaian Sasaran Organisasi Berkesinambungan Edisi 3. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. ISBN 9786024250034.