Perintah Menembak (Jerman Timur)

Schießbefehl ("perintah menembak") adalah kata dalam Bahasa Jerman yang merujuk pada perintah tetap yang ditujukan kepada setiap penjaga perbatasan Jerman Timur untuk menggunakan cara apa saja, termasuk cara mematikan, untuk mencegah warga Jerman Timur untuk kabur ke Jerman Barat dengan melintasi perbatasan. Perintah ini dilaksanakan dari 1960 hingga April 1989, saat perintah ini dihentikan untuk "sementara".[1]

Tembok Berlin

Perintah ini bertentangan dengan pasal 13 ayat 2 Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia, yang menyatakan bahwa "Setiap orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya."[2]

Perintah menembak dari internal sunting

Sebelum perintah menembak diundangkan pada 1982, beberapa perintah internal yang maknanya serupa telah dikeluarkan beberapa tahun sebelumnya.

Dari petinggi negara sunting

Perintah No.39/1960 yang dikeluarkan Menteri Dalam Negeri pada 28 Juni 1960 menyatakan:[3]

...untuk penangkapan mata-mata, penyabotase, dan para kriminal lainnya, jika mereka melawan, maka tidak ada cara lain yang lebih efektif untuk mereka.

Pada pembekalan tanggal 20 September 1961, Erich Honecker memberi arahan di hadapan hadirin:[4]

Terhadap pengkhianat dan perangsek batas negara, perlu kiranya untuk diatasi dengan senjata api. Tindakan ini perlu diambil apabila mereka berada di zona terlarang sejauh 100 meter.

Sejak 6 Oktober 1961, perintah tegas dikeluarkan oleh Menteri Pertahanan Jerman Timur Heinz Hoffman:[5]

Jika Anda tidak menghormati tapal batas kami, maka rasakanlah timah panas kami.

Erich Honecker pernah berkata pada suatu kesempatan pada 3 Mei 1974 pada sesi Konsel Keamanan Nasional ke-45 dalam kapasitasnya sebagai ketua:[6]

Harus dipertegas bahwa dilarang untuk menerobos perbatasan [...] bahwa tempat luas untuk menembak harus tersedia di mana pun [...] ketika ada percobaan untuk melewati perbatasan (secara ilegal) maka terus muntahkanlah timah panasmu, hingga seseorang yang berhasil menggunakannya mendapatkan pujian.

Dari atasan di penjaga perbatasan sunting

Para atasan di penjaga perbatasan Jerman Timur selalu mengajari kepada bawahannya bahwa mereka harus "membenci" para "pelanggar perbatasan":

Tingkatkanlah rasa kebencianmu terhadap imperialisme dan kekuatan antisosialis lain. Perilaku pelanggar perbatasan adalah perilaku yang paling dibenci oleh pengikut setia sosialisme dan penjaga perbatasan harus menyadari akan hal tersebut.[7]

Konsekuensi dari perintah menembak sunting

Perintah menembak di perbatasan Jerman dalam sunting

Contoh kasus dapat diambil dari kasus penembakan Roland Hoff pada Agustus 1961:

... pada jam dua sore, seorang pekerja, sekitar 70m jaraknya, (mencoba melarikan diri dengan) melintas kanal, (lalu kami memberi) tembakan peringatan. Ia (masih) berenang ke arah Berlin Barat, sehingga kami langsung menembaknya dengan MPI dengan 18 tembakan sekali cetus. [...] Ia tertembak ketika berenang sejauh 15m dari bibir kanal. [...] Ia kemudian tenggelam dan (mayatnya) timbul dari permukaan.[8]

Reaksi warga Jerman Timur sunting

Sebenarnya, perintah menembak ini bukan tanpa perlawanan dari rakyat Jerman Timur. Contohnya pada sebuah surat pada Mei 1973 untuk Magistrat Berlin Raya yang ditulis oleh warga Berlin Timur:[9]

Dengan ini saya menyatakan keberatan atas penembakan terhadap pengungsi yang terjadi pada 27.4.1973 hendak ke Berlin Barat, sekitar Gedung Reichstag. Saya menilai penembakan ini mencederai hak serta martabat manusia. Saya menuntut kepada Anda untuk menghormati hak asasi manusia sebagaimana yang tercantum dalam Konvensi PBB untuk Hak Sipil dan Hak Politik 16.12.1966

Catatan kaki sunting

  1. ^ BStU, ZA, MfS-HA VI 1308, Blatt 27. Vgl. Klaus Schroeder, Der SED-Staat. Partei, Staat und Gesellschaft 1949–1990, München/Wien 1998, S. 295.
  2. ^ "OHCHR". www.ohchr.org. Diakses tanggal 2019-01-11. 
  3. ^ Zitiert nach Rudolf Riemer: Das zweigeteilte Deutschland 1961–1962. München 1995, S. 115 ff.
  4. ^ Zitiert nach W. Filmer/H. Schwan: Opfer der Mauer. Die geheimen Protokolle des Todes. München 1991, S. 379.
  5. ^ "Ein Mannheimer gilt als Vater des Schießbefehls an der DDR-Grenze". morgenweb, das Nachrichtenportal für die Metropolregion Rhein-Neckar. 2015-09-02. Diakses tanggal 2015-09-15. 
  6. ^ Matthias Judt (Hrsg.), DDR-Geschichte in Dokumenten, bpb, Bonn 1998, S. 468 f.
  7. ^ Befehl Nr. 20/81 des Kommandeurs des Grenzregimes 1 für das erste Ausbildungsjahr 1982/82 vom 16. November 1981, AdV. Zitiert nach Klaus Schroeder, Der SED-Staat. Partei, Staat und Gesellschaft 1949–1990, München/Wien 1998, S. 265.
  8. ^ Matthias Judt (Hrsg.): DDR-Geschichte in Dokumenten. Bundeszentrale für politische Bildung/bpb, Bonn 1998, S. 464.
  9. ^ Matthias Judt (Hrsg.): DDR-Geschichte in Dokumenten. Bonn 1998, S. 537.