Perbatasan Indonesia–Filipina
Perbatasan Indonesia dan Filipina terdiri dari perbatasan laut di Laut Sulawesi yang memisahkan kedua negara ini melalui kesepakatan yang ditandatangani kedua pihak pada 2014.[1] Batas kedua negara juga termasuk batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Indonesia dan Filipina, yang ditentukan melalui delapan titik koordinat geografis.[2] Batas kedua negara memiliki panjang 1.162,2 kilometer (627,5 mil laut; 722,2 mil) yang melintasi Laut Sulawesi dan Laut Filipina.[3]
Sejarah
suntingSengketa teritorial di Pulau Miangas
suntingKetika Spanyol menyerahkan Filipina ke Amerika Serikat melalui Perjanjian Paris 1898, perbatasan laut Filipina ditentukan dalam garis persegi yang menyebabkan adanya batas yang tidak jelas dan ambigu dengan negara yang berbatasan, seperti dengan Indonesia yang saat itu dijajah Belanda.[4] Sengketa teritorial muncul pada 1906 ketika Gubernur Amerika Serikat untuk Provinsi Moro saat itu, Leonard Wood, pergi ke Pulau Miangas dan menemukan bahwa pulau tersebut seharusnya termasuk dalam wilayah Filipina sesuai Perjanjian Paris 1898.[5] Tetapi ia juga menemukan bahwa di pulau tersebut telah terpancang bendera Belanda, yang artinya wilayah tersebut telah diklaim sebagai wilayah teritorial Hindia Belanda.[6]
Pada Maret 1906, masalah teritorial ini dilaporkan oleh pemerintah Amerika Serikat kepada Belanda. Pada Oktober 1906, Kementerian Luar Negeri Belanda menjawab laporan tersebut dan menjelaskan alasan mengapa pulau ini termasuk wilayah Hindia Belanda. Kasus hukum ini diajukan pada tanggal 23 Januari 1925 oleh Belanda dan Amerika Serikat kepada Mahkamah Arbitrase Antarabangsa, di bawah penengah tunggal Max Huber dari Swiss.[7] Masalah ini diputuskan pada tanggal 4 April 1928 oleh Huber bahwa pulau Miangas merupakan bagian dari wilayah Belanda secara keseluruhan.[8][9] Ketika Indonesia tidak lagi menjadi koloni Belanda dan berubah menjadi sebuah republik merdeka, Pulau Miangas menjadi bagian dari wilayah Indonesia. Meskipun begitu, batas laut yang mengelilingi pulau tersebut termasuk pula perbatasan antara Indonesia dan Filipina belum jelas karena alasan-alasan teknis.
Perundingan batas laut
suntingIndonesia dan Filipina adalah dua negara yang ikut menandatangani Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) pada 1982.[10] Alhasil, berdasarkan UNCLOS, Indonesia berusaha mengklaim wilayah teritori laut Filipina yang termaktub dalam Perjanjian Paris 1898. Indonesia berpendapat bahwa batas garis persegi dalam Perjanjian Paris tidak mengikuti aturan dalam UNCLOS. Filipina memahami sengketa tersebut tapi Filipina cenderung untuk mematuhi Perjanjian Paris karena tekanan internal.
Pada Juni 1994, negosiasi untuk menyelesaikan sengketa perbatasan dimulai antanegara selama Pertemuan Pejabat Tinggi dalam Penetapan Batas Laut di Manado, Indonesia.[11] Setelah pertemuan tersebut, negosiasi kedua negara tidak terjalin hingga 2003. Pada Desember 2003, Arif Havas Oegroseno dari Kementerian Luar Negeri Indonesia ditunjuk untuk melanjutkan pembicaraan negosiasi dengan Filipina. Ia melanjutkan negosiasi dengan Filipina sampai 2010 ketika penggantinya mengambil alih pekerjaannya untuk bernegosiasi mengenai perbatasan laut sengketa. Dalam serangkaian negosiasi dari tahun 1994 hingga 2014 yang ditangani oleh Kelompok Kerja Permanen dalam Urusan Maritim dan Kelautan (Joint Permanent Working Group on Maritime and Ocean Concerns/JPWG-MOC) dibantu oleh tiga subkelompok kerja dan bersama tim teknis.
Perjanjian
suntingSelama negosiasi berlangsung, Filipina mempertimbangkan kembali posisinya menurut Perjanjian Paris 1898 untuk menyesuaikan dengan UNCLOS 1982. Pada 8 Maret 2011, Menteri Luar Negeri Filipina Alberto del Rosario dan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa setuju untuk mempercepat pembicaraan bilateral dengan menandatangani Deklarasi Bersama yang dikeluarkan selama kunjungan kenegaraan Presiden Filipina Benigno Aquino III.[12]
Setelah delapan pertemuan JPWG-MOC, perjanjian penetapan batas maritim akhirnya diselesaikan pada tanggal 18 Mei 2014 di Jakarta, Indonesia.[13] Perjanjian ini ditandatangani Menlu Del Rosario dan Natalegawa pada tanggal 23 Mei 2014 di Istana Malacañang .[14][15] Perjanjian perbatasan laut itu diratifikasi oleh Indonesia pada tanggal 27 April 2017,[16] sementara persetujuan ini masih ditunda ratifikasinya oleh Senat Filipina hingga 30 Agustus 2017.[17]
Perbatasan
suntingTabel berikut menunjukkan titik koordinat geografis seperti yang dicantumkan dalam kesepakatan Filipina dan Indonesia tentang batas Zona Ekonomi Eksklusif yang ditandatangani pada 2014.
Titik | Bujur (Timur) | Lintang (Utara) |
---|---|---|
1 | 119° 55' 34" | 3° 06' 41" |
2 | 121° 21' 31" | 3° 26' 36" |
3 | 122° 56' 03" | 3° 48' 58" |
4 | 124° 51'.17" | 4° 57' 42" |
5 | 125° 28' 20" | 5° 02' 48" |
6 | 127° 11' 42" | 6° 25' 21" |
7 | 128° 32'.02" | 6° 24' 25" |
8 | 129° 31' 31" | 6° 24' 20" |
Referensi
sunting- ^ Burgonio, TJ A. (May 24, 2014). "PH, Indonesia sign model maritime pact". Philippine Daily Inquirer. Diakses tanggal November 29, 2017.
- ^ "Document: Agreement between the Government of the Republic of the Philippines and the Government of the Republic Indonesia concerning the delimitation of the Exclusive Economic Zone boundary | GOVPH". Official Gazette of the Republic of the Philippines (dalam bahasa Inggris). May 23, 2014. Diakses tanggal November 29, 2017.
- ^ Bacani, Louis (May 23, 2014). "LOOK: Philippines and Indonesia's new boundary line". The Philippine Star. Diakses tanggal November 29, 2017.
- ^ Velasco, Djorina (2010). "Navigating the Indonesian-Philippine Border: The Challenges of Life in the Borderzone". University of the Philippines, Diliman. Diakses tanggal November 29, 2017.[pranala nonaktif permanen]
- ^ Ulaen, Alex J.; Wulandari, Triana; Tangkilisan, Yuda B. (2012). Sejarah Wilayah Perbatasan: Miangas - Filipina 1928 - 2010 Dua Nama Satu Juragan. Jakarta: Gramata Publishing. ISBN 9786028986496.
- ^ Rothwell, Donald R.; Kaye, Stuart; Akhtarkhavari, Afshin; Davis, Ruth (2010). International Law: Cases and Materials With Australian Perspectives. Melbourne, Victoria: Cambridge University Press. ISBN 9780521609111.
- ^ Hong, Seoung-Yong; van Dyke, Jon M. (2009). Maritime Boundary Disputes, Settlement Processes, and the Law of the Sea. Publications on Ocean Development. 65. Martinus Nijhoff Publishers. ISBN 9789004173439.
- ^ Huber, Max (4 April 1928). "Island of Palmas (or Miangas) (The United States of America v. The Netherlands)". PCA Case Repository. The Hague: Permanent Court of Arbitration. Diakses tanggal 8 October 2016.
- ^ "Island of Palmas Case" (pdf). Reports of International Arbitral Awards. II: 829–871. 4 April 1928.
- ^ Oegroseno, Arif Havas (June 14, 2014). "How Indonesia and the Philippines Solved Their Maritime Dispute". The Diplomat (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal November 29, 2014.
- ^ "Q&A on the Philippine and Indonesian agreement on the Exclusive Economic Zone Boundary | GOVPH". Official Gazette of the Republic of the Philippines (dalam bahasa Inggris). May 23, 2014. Diakses tanggal November 29, 2017.[pranala nonaktif permanen]
- ^ "RI, Philippines set to sign boundary treaty". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). February 25, 2017. Diakses tanggal November 29, 2017.
- ^ "NAMRIA draws PH-Indonesia EEZ Boundary Map" (PDF). NAMRIA. May 28, 2014. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-12-01. Diakses tanggal November 29, 2017.
- ^ Esmaquel II, Paterno (May 23, 2014). "Philippines, Indonesia seal historic maritime deal". Rappler (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal November 29, 2017.
- ^ "Manila and Jakarta agree on border". BBC News (dalam bahasa Inggris). May 23, 2014. Diakses tanggal November 29, 2017.
- ^ "Indonesia-Philippines sea border pact ratified". The Straits Times (dalam bahasa Inggris). April 27, 2017. Diakses tanggal November 29, 2017.
- ^ "TREATIES/AGREEMENT SUBMITTED FOR CONCURRENCE BY THE SENATE - 17th Congress". Senate of the Philippines. August 30, 2017. Diakses tanggal November 29, 2017.