Pengolahan air limbah pertanian

Pengolahan air limbah pertanian adalah upaya pengelolaan dalam sektor pertanian untuk mengendalikan polusi dari limpasan permukaan yang mungkin terkontaminasi oleh bahan kimia yang terkandung pada pupuk, pestisida, pupuk kandang, residu tanaman atau air irigasi.[1][2][3][4]

Limbah industri pertanian dapat berupa limbah padat maupun cair. beberapa diantaranya menghasilkan gas. Limbah ini akan beragam sesuai produknya. Pada industri pangan hulu biasanya limbah lebih seragam sedangkan pada industri hilir lebih beragam.[5]

Petani dapat memasang kontrol erosi untuk mengurangi aliran limpasan dan mempertahankan tanah di lahan mereka.[6][7] Teknik umum meliputi pembajakan kontur, pelindung tanaman, rotasi tanaman, menanam tanaman tahunan dan memasang buffer riparian.[8][7] Petani juga dapat mengembangkan dan menerapkan rencana pengelolaan nutrisi untuk mengurangi aplikasi nutrisi yang berlebihan[8][7] dan mengurangi potensi pencemaran nutrien. Untuk meminimalkan dampak pestisida, petani dapat menggunakan teknik Pengendalian Hama Terpadu (IPM) (yang dapat mencakup kontrol hama biologis) untuk menjaga kendali terhadap hama, mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia, dan melindungi kualitas air.[9]

Daerah riparian penyangga dari vegetasi yang menutupi sungai di Story County, Iowa

Polusi sumber nonpoin

sunting

Polusi sumber non-point atau non-point source pollution (NPS) merupakan pencemaran yang disebabkan oleh berbagai sumber yang tersebar di berbagai tempat.[10][11] Polusi sumber non-point berbeda dengan polusi sumber titik yang hanyak berasal dari satu sumber tunggal.[12] Polusi sumber non-point biasanya berasal dari limpasan tanah, curah hujan, deposisi atmosfer, drainase, rembesan, atau modifikasi hidrologi (curah hujan dan pencairan salju).[10]

Limpasan pertanian merupakan sumber utama penyebab terjadinya polusi. Dalam beberapa kasus yang terjadi di daerah aliran sungai, limpasan pertanian merupakan satu-satunya sumber penyebab terjadinya polusi.[13][14]

Aliran sedimen

sunting
 
Kondisi tanah pertanian di Lowa yang mudah mengalami erosi

Erosi tanah merupakan sumber utama terjadinya polusi pertanian di Amerika Serikat. Sedimen yang berlebihan menyebabkan tingkat kekeruhan yang tinggi dalam air, sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman air, insang ikan yang tersumbat, dan larva hewan yang mati.[13] Akan tetapi, petani dapat mengontrol erosi dengan metode kontrol erosi untuk mengurangi aliran limpasan dan mempertahankan tanah agar tidak mengalami erosi.[15][16] Beberapa cara yang dapat dilakukan meliputi:

Aliran nutrisi

sunting
 
Penyebaran pupuk menggunakan alat manure spreader

Nitrogen dan fosfor merupakan polutan utama yang ditemukan dalam limpasan air.[23] Zat-zat kimia tersebut berada di lahan pertanian karena berasal dari penggunaan pupuk komersial, kotoran hewan, dan air limbah atau limbah cair industri. Zat-zat kimia tersebut juga dapat berada di limpasan air dari sisa tanaman , air irigasi , satwa liar, dan endapan atmosfer.[24][25] Untuk mengurangi dampak buruk dari zat-zat kimia yang berada di limpasan air, petani dapat mengembangkan dan menerapkan rencana pengelolaan nutrisi dengan cara:[26]

  • pemetaan dan dokumentasi lahan, tipe tanaman, tipe tanah, dan sumber air[27]
  • mengembangkan proyeksi hasil panen yang realistis
  • melakukan tes tanah dan menganalisis nutrisi pupuk kandang atau lumpur yang digunakan
  • mengidentifikasi sumber nutrisi penting lainnya (misalnya air irigasi)
  • mengevaluasi fitur-fitur signifikan yang ada di lapangan, seperti tanah yang mudah erosi, saluran air bawah permukaan, dan akuifer dangkal[28]
  • menggunakan pupuk, pupuk kandang, atau lumpur berdasarkan tujuan hasil yang realistis dan menggunakan teknik pertanian yang presisi.[22]

Pestisida

sunting
 
Aerial application pestisida pada lahan kedelai di Amerika Serikat

Pestisida banyak digunakan di sektor pertanian oleh para petani, dengan tujuan untuk mengendalikan atau membasmi hama yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dan hasil produksi panen.[29][30] Akan tetapi, penggunaan pestisida juga berisiko menimbulkan gangguan atau masalah pada kualitas air. Pestisida dapat muncul di air permukaan dikarenakan beberapa hal, seperti:

  • penggunaan langsung, misalnya dengan cara penyemprotan di udara atau menggunakan alat penebar taburan pada sumber air.[31][32]
  • limpasan air ketika hujan
  • terbang melalui udara yang berasal dari lahan sekitar.[22]
  • Beberapa pestisida juga dapat berada di air tanah.[22]

Petani dapat menggunakan teknik manajemen hama terpadu atau integrated pest control (IPC) untuk mengendalikan dan membasmi hama, mengurangi ketergantungan pada pestisida maupun bahan-bahan kimia, dan kualitas air dapat terjaga.[33][34] Selain itu, ada beberapa cara yang aman untuk membuang surplus pestisida selain melalui penahanan di tempat pembuangan akhir yang dikelola dengan baik atau dengan insinerasi .[35][36]

Polusi sumber Titik

sunting

Peternakan ternak dan unggas dengan skala besar, seperti peternakan pabrik, dapat menjadi faktor utama dari sumber polusi titik penghasil limbah air.[37][12] Di Amerika Serikat, fasilitas ini disebut sebagai operasi pemberian makan hewan terkonsentrasi atau dikenal dengan istilah confined animal feeding operations, yang saat ini regulasi tersebut sedang ditingkatkan oleh pemerintah.[38][39]

Limbah hewan

sunting
 
Pemberian makan hewan ternak di Amerika Serikat

Konstituen Air limbah hewan pada umumnya mengandung:[40][41]

  • Bahan organik yang kuat, yang biasanya jauh lebih kuat dibandingkan dengan kotoran manusia
  • Total padatan tersuspensi yang tinggi
  • Adanya bahan kimia seperti nitrat dan kadar fosfor yang tinggi
  • Antibiotik
  • Hormon sintetis
  • Adanya parasit dan telurnya dalam konsentrasi tinggi
  • Spora Cryptosporidium (protozoa) yang tahan terhadap proses pengolahan air minum
  • Spora Giardia
  • (debu tanaman) Bakteri patogen pada manusia, seperti Brucella dan Salmonella

Limbah hewan yang berasal dari sektor ternak dapat diproduksi sebagai pupuk setengah jadi atau sebagai lumpur atau bubur cair yang dikenal dengan istilah slurry. Produksi lumpur atau bubur cair tersebut biasanya terdapat di peternakan sapi perah.[42][43]

Perawatan

sunting

Kotoran padat yang ada di luar ruangan dapat menimbulkan pencemaran limbah yang berasal dari limpasan, namun jenis limbah tersebut biasanya relatif mudah untuk diolah dengan melakukan menutupnya. Sementara kotoran hewani membutuhkan penanganan khusus dan biasanya dibersihkan terlebih dahulu ketika di laguna sebelum nantinya akan dibuang dengan semprotan atau ke padang rumput.

Limbah babi

sunting
 
Peternakan babi

Sama halnya dengan limbah hewan pada umumnya, limbah babi juga diolah dan diproses dengan cara yang sama. Hanya saja apabila limbah babi tersebut banyak mengandung kadar tembaga yang tinggi yang dapat menjadi racun bagi lingkungan.[44] Fraksi cair dari limbah sering dipisahkan dan digunakan kembali dalam kandang babi untuk menghindari biaya yang mahal untuk membuang cairan yang mengandung tembaga.[45][46] Selain itu, cacing Ascaris lumbricoides dan telurnya juga biasanya terdapat dalam limbah kandang babi dan dapat menginfeksi manusia apabila pengolahan air limbah dilakukan dengan cara yang tidak efektif.[47][2]

Cairan silase

sunting

Rumput dan tanaman yang masih segar atau sudah layu dapat dibuat menjadi produk semi-fermentasi yang disebut sebagai silase. Silase dapat disimpan dan digunakan sebagai dijadikan sumber makanan untuk ternak dan domba ketika musim dingin.[48] Produksi silase sering melibatkan penggunaan kondisioner asam seperti asam sulfat atau asam format. Proses pembuatan silase biasanya menghasilkan cairan berbau kuning-cokelat yang sangat kaya akan gula sederhana, alkohol, asama lemak dan kondisioner silase.[49][50] Akan tetapi, cairan silase tersebut merupakan salah satu zat organik yang paling berpolusi.[51] Volume cairan silase yang dihasilkan umumnya sebanding dengan kadar air dari bahan dasarnya.

Langkah-langkah pengolahan air limbah

sunting

Pengolahan air limbah umumnya melibatkan tiga tahap, yang terdiri dari:

Pengolahan air limbah primer

sunting

Proses perawatan primer bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan yang dapat mengapung atau mudah mengendap. Pada proses ini dilakukan penyaringan, penghilangan pasir, dan juga sedimentasi pada air.[52][53]

Pengolahan air limbah sekunder

sunting

Pengolahan sekunder air limbah memanfaatkan oksidasi supaya air limbah lebih murni. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari tiga cara berikut:[54]

  • Biofiltrasi
  • Aerasi
  • Kolam Oksidasi

Pengolahan air limbah tersier

sunting

Pengolahan air limbah tersier merupakan langkah terakhir dalam sistem pengelolaan air limbah. Proses ini sebagian besar menghilangkan fosfat dan nitrat dari air. Karbon aktif dan pasir biasanya sering digunakan untuk membantu dalam proses ini.[54]

Dampak polutan air limbah

sunting

Air limbah yang tidak diolah dengan baik akan menyebabkan dampak buruk bagi lingkungan, hewan, dan juga manusia. Dampak buruk tersebut antara lain yaitu: [55]

  • Kandungan nutrisi yang berlebihan seperti fosfor dan nitrogen (termasuk amonia) yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Eutrifikasi dapat menghasilkan racun bagi organisme air, mengakibatkan pertumbuhan tanaman yang berlebihan, atau bahkan merusak habitat hewan.
  • Senyawa klorin dan kloramin anorganik dapat menjadi racun bagi invertebrata air, alga, dan ikan.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Reuse of Agricultural Wastewater – California Agricultural Water Stewardship Initiative" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-01. 
  2. ^ a b "Wastewater Treastment for Agricultural Areas | DAS". www.das-ee.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-27. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  3. ^ "Wastewater Treatment and Reuse in Agriculture | Land & Water | Food and Agriculture Organization of the United Nations | Land & Water | Food and Agriculture Organization of the United Nations". www.fao.org. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  4. ^ "Agricultural Wastewater Treatment - Horticulture Wastewater Treatment - Agricultural Sewage Treatment - Horticulture Sewage Treatment". WPL (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-24. Diakses tanggal 2020-08-01. 
  5. ^ Laksmi Jenie, Betty Sri (2014). Teknik Penanganan Limbah Industri Pangan. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. hlm. 3–4. ISBN 9789790115128 Periksa nilai: checksum |isbn= (bantuan). 
  6. ^ "Erosion". Washington, DC: US Natural Resources Conservation Service. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-14. Diakses tanggal 2020-11-19. 
  7. ^ a b c National Management Measures to Control Nonpoint Source Pollution from Agriculture (Laporan). EPA. July 2003. EPA 841-B-03-004. 
  8. ^ a b U.S. Natural Resources Conservation Service (NRCS). Washington, DC. "National Conservation Practice Standards." National Handbook of Conservation Practices. Diakses 2 Oktober 2015.
  9. ^ "Prinsip Pengelolaan Hama Terpadu". Pengendalian Hama dan Keamanan Pestisida untuk Konsumen. EPA. 27 Juni 2017. 
  10. ^ a b US EPA, OW (2015-09-15). "Basic Information about Nonpoint Source (NPS) Pollution". US EPA (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  11. ^ US Department of Commerce, National Oceanic and Atmospheric Administration. "Nonpoint Source Pollution, NOS Education Offering". oceanservice.noaa.gov (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  12. ^ a b Society, National Geographic (2019-07-23). "Point Source and Nonpoint Sources of Pollution". National Geographic Society (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  13. ^ a b US EPA, OA (2013-01-29). "About the Office of Water". US EPA (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  14. ^ "What is a watershed and why should I care?". web.archive.org. 2012-01-21. Archived from the original on 2012-01-21. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  15. ^ "What is Agricultural Runoff?". www.buschsystems.com. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  16. ^ Queensland;, c=AU; o=The State of. "Reducing sediment run-off | Preserve the Wonder". www.qld.gov.au (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  17. ^ "contour farming | Description, Uses, & Benefits". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  18. ^ Singh, Indu (2016-01-01). Mulching in vegetable crops. 
  19. ^ Zhang, Guosheng; Zhang, Xiaoxi; Hu, Xuebai (2013-05-01). "Runoff and soil erosion as affected by plastic mulch patterns in vegetable field at Dianchi lake's catchment, China". Agricultural Water Management. 122: 20–27. doi:10.1016/j.agwat.2013.02.004. 
  20. ^ "Crop Rotation Effects on Soil Fertility and Plant Nutrition". www.sare.org. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  21. ^ "Perennial Crops Being Developed to Produce Food with Less Environmental Impact". Eartheasy Guides & Articles (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  22. ^ a b c d US EPA, OW (2015-10-15). "National Management Measures to Control Nonpoint Source Pollution from Agriculture". US EPA (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  23. ^ "Nitrogen & Phosphorus". www.cbf.org. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  24. ^ US EPA, OW (2013-03-26). "Estimated Animal Agriculture Nitrogen and Phosphorus from Manure". US EPA (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  25. ^ Guignard, Maïté S.; Leitch, Andrew R.; Acquisti, Claudia; Eizaguirre, Christophe; Elser, James J.; Hessen, Dag O.; Jeyasingh, Punidan D.; Neiman, Maurine; Richardson, Alan E. (2017). "Impacts of Nitrogen and Phosphorus: From Genomes to Natural Ecosystems and Agriculture". Frontiers in Ecology and Evolution (dalam bahasa English). 5. doi:10.3389/fevo.2017.00070. ISSN 2296-701X. 
  26. ^ "Managing Phosphorus for Agriculture and the Environment (Pennsylvania Nutrient Management Program)". Pennsylvania Nutrient Management Program (Penn State Extension) (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-06-07. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  27. ^ "Land Cover Classification System (LCCS) | Land & Water | Food and Agriculture Organization of the United Nations | Land & Water | Food and Agriculture Organization of the United Nations". www.fao.org. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  28. ^ "Changes to the nutrient management standart and creation of the specification" (PDF). www.nrcs.usda.gov. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-09-18. Diakses tanggal 02-08-2020. 
  29. ^ US EPA, OCSPP (2013-10-30). "Basic Information about Pesticide Ingredients". US EPA (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  30. ^ "Pesticides in Our Food System". FoodPrint (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  31. ^ "How to Use a Broadcast Spreader". Garden Guides (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  32. ^ Staff, Doityourself. "[Number] Types of Fertilizer Spreaders | DoItYourself.com". www.doityourself.com. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  33. ^ "Plant Production and Protection Division: Integrated Pest Management". www.fao.org. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  34. ^ US EPA, OCSPP (2015-08-20). "Pesticides". US EPA (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  35. ^ "Boss Hog" (PDF). wetlands-preserve.org. Diakses tanggal 02-08-2020. 
  36. ^ "Waste Pesticide Management" (PDF). web.archive.org. Archived from the original on 2017-02-02. Diakses tanggal 02-08-2020. 
  37. ^ "Point Source vs. Nonpoint Source Pollution". Water Education Foundation (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  38. ^ US EPA, OW (2015-08-24). "Animal Feeding Operations (AFOs)". US EPA (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  39. ^ "Point-source pollutant | water pollution". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-02. 
  40. ^ "Agricultural Waste - USA Tank". web.archive.org. 2013-12-10. Archived from the original on 2013-12-10. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  41. ^ "5. HANDLING OF BY-PRODUCTS AND TREATMENT OF WASTE". www.fao.org. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  42. ^ "Animal Waste | Encyclopedia.com". www.encyclopedia.com. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  43. ^ "Agriculture: Your Environment, Your Health | National Library of Medicine". Tox Town (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-13. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  44. ^ "FAO's Animal Production and Health Division: Pigs and Environment". www.fao.org. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  45. ^ "A way to solve pig waste issue | The Star". www.thestar.com.my. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  46. ^ Xiong, Xiong (Sean); Yanxia, Li; Wei, Li; Lin, Chunye; Wei, Han; Ming, Yang (2010-09-01). "Copper content in animal manures and potential risk of soil copper pollution with animal manure use in agriculture". Resources, Conservation and Recycling. 54: 985–990. doi:10.1016/j.resconrec.2010.02.005. 
  47. ^ Miller, Leigh Ann; Colby, Kate; Manning, Susan E.; Hoenig, Donald; McEvoy, Elizabeth; Montgomery, Susan P.; Mathison, Blaine; Almeida, Marcos de; Bishop, Henry. "Ascariasis in Humans and Pigs on Small-Scale Farms, Maine, USA, 2010–2013 - Volume 21, Number 2—February 2015 - Emerging Infectious Diseases journal - CDC" (dalam bahasa Inggris). doi:10.3201/eid2102.140048. 
  48. ^ "Silage Liquor" (PDF). www.theriverstrust.org. Diakses tanggal 02-08-2020. 
  49. ^ "Silage production - Milkproduction.com". www.milkproduction.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-19. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  50. ^ "Important Steps During the Silage Fermentation Process | Animal & Food Sciences". afs.ca.uky.edu. Diakses tanggal 2020-08-02. 
  51. ^ "Silage Pollution and How to Avoid it - The problem of silage effluent pollution". adlib.everysite.co.uk. Diakses tanggal 2020-08-02. [pranala nonaktif permanen]
  52. ^ "Wastewater treatment - Oxidation pond". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-14. 
  53. ^ "What are the Three Stages of Wastewater Treatment?". Arvia Technology (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-14. 
  54. ^ a b "Primary, Secondary, and Tertiary Wastewater Treatment: How Do They Work?". Innovative Solutions for Wastewater Treatment | Organica Water Inc. (dalam bahasa Inggris). 2017-06-27. Diakses tanggal 2020-08-14. 
  55. ^ "Wastewater Treatment Water Use". www.usgs.gov. Diakses tanggal 2020-08-14.