Pendaftaran tanah menurut Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, dengan meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan mengenai penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk juga dalam pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.[1]

Pendaftaran tanah secara sistematik

sunting

Sesuai dengan Pasal 1 angka 10 PP Np. 24 Tahun 1997, pendaftaran tanah secara sistematik yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dengan dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah suatu desa atau kelurahan.

Pendaftaran tanah secara sporadik

sunting

Sesuai dengan Pasal 1 angka 11 PP No. 24 Tahun 1997, pendaftaran tanah secara sporadik yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau pada bagian wilayah suatu desa atau kelurahan secara individual atau massal.[1]

Tujuan

sunting

Tujuan adanya pendaftaran tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dimana sebelumnya sudah terdapat dalam Pasal 19 UUPA yaitu pendaftaran tanah diselenggarakan untuk menjamin kepastian hukum di bidang pertahanan, dimana pendaftaran tanah bertujuan untuk:

  1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah
  2. Untuk menyediakan informasi hal ini informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan juga satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.[2]

Kepastian hukum

sunting

Kepastian hukum dalam pendaftaran tanah meliputi dua hal, di antaranya:

  1. Kepastian hukum mengenai objek (data fisik).
  2. Kepastian hukum mengenai subjek (data yuridis).[2]

Referensi

sunting
  1. ^ a b Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. 
  2. ^ a b Dewi, Iga Gangga Santi (2018). Kebijakan Pertanahan Di Indonesia. Semarang: UNDIP PRESS.