Pembangunan pedesaan

Pembangunan pedesaan adalah pembangunan berbasis pedesaan dengan mengedepankan kearifan lokal kawasan pedesaan yang mencakup struktur demografi masyarakat, karakteristik sosial budaya, karakterisktik fisik/geografis, pola kegiatan usaha pertanian, pola keterkaitan ekonomi desa-kota, sektor kelembagaan desa, dan karakteristik kawasan pemukiman.[1][2]

Anggota kelompok tani masyarakat bekerja di ladang mereka masyarakat dekat kota Masi Manimba, Provinsi Bandundu, DRC.

Fenomena kesenjangan perkembangan antar wilayah di suatu negara, meliputi wilayah-wilayah yang sudah maju dan wilayah-wilayah yang sedang berkembang memicu kesenjangan sosial antar wilayah.[1][3] Salah satu faktor terjadi kesenjangan antara desa dan kota karena pembangunan ekonomi sebelumnya cenderung bias kota (urban bias).[1] Sebagai dampak pemberlakuan model pembangunan yang bias perkotaan, sektor pertanian yang identik dengan ekonomi perdesaan mengalami kemerosotan.[1][4] Dibandingkan dengan pertumbuhan sektor industri dan jasa, yang identik dengan ekonomi perkotaan, sektor pertanian menjadi semakin tertinggal.[1][4] Untuk mengatasi hal tersebut, setiap negara mencoba melakukan tindakan intervensi untuk mengurangi tingkat kesenjangan antar wilayah dengan melakukan pembangunan pedesaan.[1]

Faktor-faktor kemiskinan yang terjadi di masyarakat pedesaan cenderung lebih bersifat struktural dibandingkan bersifat kultural.[1][2] Dalam kasus ini, masyarakat pedesaan diidentikkan dengan perilaku dan sikap yang dianggap kolot dan tradisional dihadapkan dengan sikap dan perilaku orang kota yang maju dan modern.[1] Terjadinya keterbelakangan sosial masyarakat desa dalam pembangunan dinisbatkan karena sulitnya masyarakat desa menerima budaya modernisasi, sulit untuk menerima teknologi baru, malas, dan tidak mempunyai motivasi yang kuat, merasa cukup puas dengan pemenuhan kebutuhan pokok yang paling dasar, dan budaya berbagi kemiskinan bersama.[1][2]

Pembangunan yang berbasis pedesaan diberlakukan untuk memperkuat fondasi perekonimian negara, mempercepat pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan perkembangan antar wilayah, sebagai solusi bagi perubahan sosial, desa sebagai basis perubahan.[1] Dalam realisasinya, pembangunan pedesaan memungkinkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi digerakkan ke pedesaan sehingga desa menjadi tempat yang menarik sebagai tempat tinggal dan mencari penghidupan.[1] Infrastruktur desa, seperti irigasi, sarana dan prasarana transportasi, listrik, telepon, sarana pendidikan, kesehatan dan sarana- sarana lain yang dibutuhkan, harus bisa disediakan sehingga memungkinkan desa maju dan berkembang.[1][2]

Skala prioritas pembangunan pedesaan yang berbasis pada pengembangan pedesaan (rural based development), meliputi:[1]

Selanjutnya, model intervensi terhadap proses pembangunan pedesaan bertumpu pada pandangan yang menganggap bahwa pengkotaan pedesaan (rural urbanization) yang berdasarkan pengembangan perkotaan dan pedesaan sebagai kesatuan ekonomi dan kawasan serta pengembangan kegiatan pertanian secara modern melalui mekanisasi dan industrialisasi pertanian dan penerapan standar pelayanan minimum yang sama antara desa dan kota.[1][5] Dalam intervensi pembanguan pedesaan digunakan analisis terhadap anatomi desa sehingga tidak kontraproduktif dalam merealisasikan pembangunan pedesaan.[1][3] Anatomi tersebut mencakup struktur demografi masyarakat, karakteristik sosial- budaya, karakterisktik fisik/geografis, pola kegiatan usaha pertanian, pola keterkaitan ekonomi desa-kota, sektor kelembagaan desa, dan karakteristik kawasan pemukiman sehingga dalam pembangunan pedesaan berlandaskan pada kearifan lokal.[1][2]

Lihat juga

sunting

Rujukan

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p A. Helmy Faishal Zaini. "Pembangunan Pedesaan". Diakses tanggal 14 Mei 2014. [pranala nonaktif permanen]
  2. ^ a b c d e Daldjoeni, N dan A. Suyitno (2004). Pedesaan, Lingkungan dan Pembangunan. Bandung: PT. Alumni. 
  3. ^ a b Hulme, David & M. Turner (1990). Sociology of Development: Theories, Policies and Practices. Hertfordshire: Harvester Whearsheaf. 
  4. ^ a b Adisasmita, Rahardjo (2006). Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu. 
  5. ^ Korten, David C. (1984). Pembangunan yang Memihak Rakyat. Jakarta: Lembaga Studi Pembangunan.