Busana tradisional Dani

busana tradisional khas etnis Dani
(Dialihkan dari Pakaian Adat Suku Dani)

Busana tradisional Dani dapat ditemui di daerah jajaran pegunungan Jayawijaya, tepatnya di Lembah Baliem, pegunungan tengah Provinsi Papua Pegunungan.[1]

Pakaian adat suku Dani dengan dua buah taring babi menandakan ia seorang prajurit perang
Perempuan suku Dani yang belum menikah menggunakan sali

Bahan yang digunakan adalah bahan alami. Bagian penutup dibuat dari bahan dasar daun sagu dan dirajut dengan rapi, sedangkan untuk penutup kepala, secara khusus menggunakan burung kasuari.[2] Pada umumnya, pakaian adat Papua memang tidak menggunakan atasan. Sebagai penggantinya, pada umumnya terdapat lukisan pada tubuh dengan motif daun atau akar pohon. Warna umum yang sering digunakan adalah putih dan merah. Warna merah berasal dari pasta tanah liat, sedangkan warna putih berasal dari kulit kerang yang dihaluskan.[3]

Letak geografis

sunting

Suku Dani secara dominan berada di kawasan Lembah Baliem, Papua Pegunungan. Suhu udara yang cukup dingin bukan menjadi masalah bagi mereka yang menggunakan pakaian adat sehari-hari tanpa busana bagian atas. Mereka menghangatkan tubuh di dalam honai depan perapian menjadi salah satu solusi, dan struktur rumah Honai yang terbuat dari jerami dan kayu menjadi efek hangat di saat cuaca dingin. Selain itu, mereka biasa menghangatkan tubuh dengan mengoleskan minyak atau lemak babi pada kulit.[1]

Pakaian adat laki-laki

sunting
 
Didimus Mabel, dari Kampung Obia, Distrik Kurulu, dengan busana Dani dan aksesoris.

Holim atau horem (koteka) adalah pakaian atau penutup badan kemaluan bagi pria. Bentuk koteka ialah selongsong mengerucut pada bagian depan. Diikatkan pada pinggang hingga mengarah keatas. Koteka dibuat dari buah labu air yang sudah tua kemudian dikeringkan. Agar mudah dikeringkan buah labu tua di tanam di dalam pasir kemudian di bakar, sehingga lebih mudah mengeluarkan isi bagian dalam buah labu yaitu berupa biji dan daging labu. Labu air yang tua lebih dipilih untuk digunakan sebagai bahan koteka karena sifatnya cenderung lebih keras, menjadi lebih mudah hingga tidak cepat membusuk serta tahan lama juga dibandingkan dengan labu air yang muda. Proses pengeringan koteka biasanya diangin-anginkan di atas perapian. Ukuran dan bentuk koteka disesuaikan berdasarkan keperluan dan aktivitas bukan berdasarkan kedudukan adat. Bentuk yang lebih kecil dan pendek biasanya digunakan untuk bekerja sehari-hari hidup bercocok tanam ubi, beternak dan berburu hewan liar untuk mencari makan. Koteka yang berukuran panjang dan biasanya diberi gambar hiasan dan bulu-bulu digunakan saat upacara adat [4]

Pakaian adat perempuan

sunting
 
Wanita suku Dani dengan busana perang Dani dan aksesoris.

Ada dua jenis pakaian adat perempuan suku dani, yaitu yokal dan sali. Yokal dipakai oleh kaum wanita (yang sudah menikah), dibuat dari kulit pohon. Warna yokal biasanya menyolok berupa cokelat tanah dan kemerahan, bentuknya seperti anyaman dililitkan melingkar memanjang dan dililit melingkar pinggang, hingga menutup bagian pinggul wanita hingga bagian paha.

Sedangkan sali dipakai oleh gadis atau perempuan Papua yang belum menikah. Warna Sali hanya terdiri dari satu warna saja yakni warna cokelat. Sali mirip seperti rok wanita tapi terbuat dari bahan kulit kayu atau daun sagu kering. Bagian dalam lebih panjang dari bagian luar. Cara memakainya adalah dengan melilitkan ke pinggang dan diikat dengan simpul.

Namun saat ini rok rumbai tidak hanya digunakan oleh para wanita saja, para laki-laki di Papua pada kondisi acara tertentu juga kerap menggunakan rok ber-rumbai ini. Hiasan kepala untuk wanita Suku Dani ada tambahan berupa bulu-bulu kasuari, atau dari bahan ijuk dan daun-daun sagu yang sudah dikeringkan.[2]

Aksesoris

sunting
  • Perhiasan di kepala, bulu-bulu hewan menyerupai mahkota. Terbuat dari bulu burung kasuari yang berwarna putih atau kuning. Selain bulu burung kasuari, bentuknya sangat unik dan menarik, terkadang juga menggunakan ilalang sebagai pengganti bulu
  • Noken atau tas anyaman unik khas papua. Anyaman menyerupai jaring, terbuat dari bahan alam yang banyak di jumpai di Papua. Biasanya terbuat dari anyaman kulit kayu dan akar pohon di hutan. Banyak fungsi Noken dan ukurannya juga berbeda-beda. Yatoo adalah jenis noken ukuran besar biasa digunakan untuk mengangkut kayu bakar, berbagai hasil panen kebun, biasanya ubi, kacang, kentang dan aneka sayuran, termasuk juga untuk mengangkut barang-barang belanjaan atau untuk membawa barang dagangan ke pasar. Apabila barang dagangan sudah habis noken bisa juga menggendong anak. Gapagoo yaitu Noken yang ukurannya lebih kecil dari Yatoo, dan Mitutee adalah noken yang ukurannya jauh lebih kecil dari Gapagoo, biasanya hanya digunakan untuk membawa barang-barang berukuran kecil seperti sirih pinang, atau rokok. Cara menggunakan noken adalah dengan mengaitkannya di kepala, dan membiarkan bagian paling lebar menjuntai dibelakang punggung.
  • Gigi atau taring hewan babi atau anjing. Bagian taring babi biasanya digunakan di hidung pria suku Dani yang menandakan dia adalah seorang prajurit perang. Apabila taring menghadap kebawah berarti prajurit sedang marah dan ingin berperang.[5]

Referensi

sunting