Ortopnea adalah sesak napas yang timbul saat posisi berbaring yang membaik ketika posisi duduk atau berdiri.[1] Istilah ortopnea berasal dari bahasa Yunani yaitu kata "ortho" yang berarti lurus atau vertikal dan kata "pnea" yang berarti bernapas.[2]

Ortopnea
Informasi umum
Pelafalan
SpesialisasiKardiologi

Gejala yang dialami adalah mengi dan batuk saat berbaring, lebih mudah lelah, bengkak di kedua kaki, nafsu makan menurun, dan mual. Pada penderita dengan ortopnea juga didapatkan peningkatan denyut jantung atau takikardia.

Penyebab ortopnea adalah gagal jantung kongestif, edema paru, bronkitis, asma, penyakit paru obstruktif kronis, pneumonia berat, efusi pleura, asites, paralisis diafragma, apnea tidur, mengorok, pembesaran kelenjar tiroid, obesitas, emfisema, kondisi cemas, dan serangan panik.

Sesak napas pada posisi berbaring disebabkan karena ketidakmampuan ventrikel kiri memompa darah saat redistribusi cairan tubuh sehingga tekanan kapiler dan vena paru akan meningkat dan menimbulkan edema paru, terjadi peningkatan resistensi saluran napas, dispnea, dan penurunan komplians dan kapasitas vital paru.

Ortopnea bukanlah kondisi penyakit melainkan gejalanya. Pemeriksaan yang dilakukan adalah untuk mencari tahu penyebab dari ortopnea. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi radiograf dada, elektrokardiogram, ekokardiogram, tes fungsi paru, analisa gas darah, dan pemeriksaan darah.

Terapi untuk ortopnea adalah terapi oksigen, memposisikan penderita setengah duduk (kepala lebih tinggi daripada badan), dan penanganan sesuai dengan penyakit penyebabnya.

Definisi sunting

Ortopnea adalah sesak napas yang timbul saat posisi berbaring yang membaik ketika posisi duduk atau berdiri.[1][3] Ada tiga variasi ortopnea yaitu:

Gejala dan tanda sunting

Gejala utama ortopnea adalah sesak saat posisi berbaring yang akan membaik jika penderita tidur setengah duduk atau menumpuk beberapa bantal untuk mengganjal kepala.[2] Gejala dan tanda lainnya adalah mengi dan batuk pada saat berbaring,[5] lebih mudah lelah,[5] bengkak di kedua kaki,[5] nafsu makan menurun yang seringnya disebabkan karena tingkat keparahan penyakit penyebab,[6] peningkatan denyut jantung,[6] dan mual[6]

Penyebab sunting

Ortopnea cenderung dialami oleh orang yang memiliki masalah pada jantung, paru-paru, organ lain atau yang disebabkan karena kondisi psikologis. Penyakit jantung yang dapat menyebabkan ortopnea adalah gagal jantung kongestif.[4] Ortopnea akibat penyakit paru dapat ditemukan pada edema paru,[2][4] bronkitis,[4][7] asma,[1][7] penyakit paru obstruktif kronis,[4][8] infeksi pneumonia yang serius,[2][4] penumpukan cairan di sekitar paru atau efusi pleura,[2][4] penumpukan cairan di sekitar rongga abdomen atau asites,[2][4] dan emfisema.[6]

Penyakit di luar jantung dan paru-paru yang dapat menyebabkan ortopnea adalah paralisis pada diafragma (gangguan otot pernapasan)[2][4]apnea tidur,[7][9] mengorok,[10] penyempitan rongga napas akibat pembengkakan kelenjar tiroid,[1][7] dan obesitas[9][4]

Ansietas dan gangguan panik adalah kondisi psikologis yang dapat berkaitan dengan ortopnea.[10]

Mekanisme sunting

Pada posisi horizontal, distribusi darah di tungkai bawah akan mengalami redistribusi ke paru-paru. Pada individu normal, hal ini hanya akan memberikan sedikit efek. Namun, pada orang tertentu yang tidak mampu memompa cairan keluar dari ventrikel kiri, akan terjadi pengurangan yang signifikan dalam kapasitas vital dan komplians paru.[9][10] Kegagalan ventrikel kiri dengan mekanisme kurva Frank-Starling, membuatnya tidak mampu memompa darah tanpa berdilasi. Akibatnya tekanan kapiler dan vena paru akan mengalami peningkatan sehingga timbullah edema paru interstisiel, peningkatan resistensi jalan napas, dan dispnea.[11]

Selain itu, pada beberapa penyakit sudah terdapat kelebihan beban cairan misalnya pada kondisi gagal jantung kongestif.[9][10]

Pada penderita penyakit paru obstruktif kronis, ortopnea terjadi bersamaan dengan peningkatan aktivasi amplitudo diafragma yang terjadi secara mendadak dalam keadaan kapasitas inspirasi yang rendah.[8]

Diagnosis sunting

Ortopnea bukanlah merupakan penyakit, tetapi adalah gejala. Oleh karena itu, ortopnea terkait dengan kelainan atau kondisi yang lain sehingga diagnosis untuk penyakit yang mendasarinya penting untuk dilakukan.[6][7]

  • Radiografi dada atau CT scan dada dilakukan untuk mengetahui permasalahan di jantung, rongga dada, dan paru-paru.[6]
  • Elektrokardiogram digunakan untuk melihat fungsi jantung.[6]
  • Ekokardiogram akan memberikan gambaran jantung lebih baik daripada elektrokardiogram.[6][7]
  • Tes fungsi paru termasuk di dalamnya pemeriksaan menggunakan spirometri untuk mengetahui fungsi paru.[6][7]
  • Analisa gas darah untuk mengetahui apakah seseorang dengan ortopnea memiliki kadar oksigen yang cukup di dalam darahnya.[6]
  • Pemeriksaan darah.[6]

Penatalaksanaan sunting

Terapi utama untuk ortopnea adalah terapi oksigen.[10][12] Untuk mengurangi sesak yang dirasakan penderita, pasien diminta untuk tidur dengan posisi setengah duduk atau menggunakan beberapa bantal untuk menopang kepala.[6] Jumlah bantal yang digunakan juga menunjukkan derajat ortopnea yang diderita. Semakin banyak bantal yang dipakai, semakin berat ortopneanya.[2]

Untuk individu yang menderita ortopnea akibat obesitas, disarankan untuk mengurangi berat badan.[6]

Jika ortopnea disebabkan oleh gagal jantung, penatalaksanaan dengan pemberian inhibitor ACE (kaptopril, enalapril, dan lisinopril),[9] penyekat beta, dan diuretik (furosemida) dapat membantu mengurangi keluhan.[10][12]

Ortopnea yang disebabkan oleh penyakit paru akan mengalami perbaikan dengan pemberian steroid inhalasi (budesonid, flutikason) dan bronkodilator (albuteril, ipratropium, salmeterol, dan tiotropium).[9][12]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d Al Fajar, Kemal (27 April 2021). Savitri, Tania, ed. "Sesak Napas Saat Berbaring Bikin Panik, Bisa Jadi Ini Penyebabnya". Hello Sehat. Diakses tanggal 27 Februari 2022. 
  2. ^ a b c d e f g h Watson, Stephanie (12 Desember 2017). "Orthopnea: Causes, Treatment, and Symptoms". Healthline. Diakses tanggal 27 Februari 2022. 
  3. ^ Al-Shura, Anika Niambi 2019, hlm. 44.
  4. ^ a b c d e f g h i j k l Al-Shura, Anika Niambi 2019, hlm. 45.
  5. ^ a b c Frysh, Paul (23 Januari 2020). "Orthopnea: What Is It?". WebMD. Diakses tanggal 27 Februari 2022. 
  6. ^ a b c d e f g h i j k l m Kandola, Aaron (19 Oktober 2018). Whitworth, Gerhard, ed. "What is orthopnea: Symptoms, causes, and treatment". www.medicalnewstoday.com. Diakses tanggal 27 Februari 2022. 
  7. ^ a b c d e f g Fogoros, Richard N. (26 November 2021). Ali, Yasmine S., ed. "Why It Is Important to Know the Signs". Verywell Health. Diakses tanggal 27 Februari 2022. 
  8. ^ a b Elbehairy, Amany Fathy; Faisal, Azmy; Mcisaac, Hannah; Ciavaglia, Casey E.; Neder, J. Alberto; O’Donnell, Denis E. (28 September 2019). "Mechanisms of orthopnea in patients with advanced COPD". European Respiratory Journal (dalam bahasa Inggris). 54 (suppl 63). doi:10.1183/13993003.congress-2019.PA879. ISSN 0903-1936. 
  9. ^ a b c d e f Mukerji, Vaskar (1990). Walker, H. Kenneth; Hall, W. Dallas; Hurst, J. Willis, ed. Dyspnea, Orthopnea, and Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (edisi ke-3rd). Boston: Butterworths. ISBN 978-0-409-90077-4. PMID 21250057. 
  10. ^ a b c d e f Suni, Eric (28 April 2021). Wright, Heather, ed. "Orthopnea: Definition, Causes, and Treatment │ Sleep Foundation". Sleep Foundation. Diakses tanggal 27 Februari 2022. 
  11. ^ Dumitru, Ioana; Baker, Mathue M. (2 Maret 2021). Windle, Mary L.; Ali, Yasmine S., ed. "How is orthopnea characterized in patients with heart failure?". www.medscape.com. Diakses tanggal 2022-02-27. 
  12. ^ a b c Al-Shura, Anika Niambi 2019, hlm. 49.

Daftar pustaka sunting