Muslim di Filipina

Muslim di Filipina berasal dari beberapa kelompok etnik yang berbeda dari segi bahasa dan lokasi geografisnya. Keberadaan Muslim di Filipina sebagai hasil penyebaran Islam dari wilayah Malaysia dan Indonesia oleh suku Melayu. Penduduk Muslim terbanyak di Filipina berada di Mindanao dengan populasi rata-rata sebesar 5%. Di Filipina, muslim termasuk kelompok minoritas. Muslim di Filipina umumnya menerapkan syariat Islam melalui hukum tidak tertulis. Kebijakan pemerintah Filipina untuk memindahkan penduduk beragama Kristen di wilayah Mindanao telah menyebabkan peperangan dengan kelompok-kelompok pembebasan muslim di Filipina selama paruh kedua abad ke-20.

Sejarah

sunting

Keberadaan penduduk Muslim di Filipina merupakan hasil penyebaran Islam oleh suku Melayu dari wilayah Malaysia dan Indonesia.[1] Pada abad ke-16, Brunei Darussalam menyebarkan Islam dari Kalimantan hingga ke Filipina.[2]

Identitas

sunting

Kondisi politik dan sosial di Filipina telah menjadi salah satu faktor pembentuk identitas Muslim di Filipina.[3] Muslim di Filipina memiliki dua identitas. Identitas pertama diberikan oleh pemerintah untuk mengidentifikasi keberadaan mereka sebagai bagian dari negara. Sementara identitas kedua diberikan oleh penguasa lokal untuk mengenali diri mereka sebagai sesama muslim dalam komunitas.[4]

Kelompok etnik

sunting

Kelompok etnik muslim di Filipina dibedakan berdasarkan bahasa yang digunakan dan pribumi. Berdasarkan perbedaan bahasa yang digunakan, terdapat 13 kelompok etnik muslim di Filipina, yaitu kelompok dengan bahasa Iranun, bahasa Maguindanao, bahasa Maranao, bahasa tausug, bahasa Molbog, bahasa Palawani, bahasa Sama, bahasa Yakan, bahasa Jama Mapun, bahasa Ka'agan, bahasa Kalibugan, bahasa Sangil. dan bahasa Badjao. Penduduk muslim yang merupakan pribumi tinggal di Pulau Mindanao dalam populasi yang banyak. Sementara di Luzon dan Bisayak, populasinya sangat sedikit. Di Pulau Mindanao, penduduk pribumi yang muslim utamanya berasal dari suku Teduray, suku Manobo, suku Blaan, suku Higaonon, suku Subanen, dan suku T'boli. Penduduk muslim di Pulau Mindanao, Kepulauan Sulu, Pulau Basilan, Palawan dan Tawi-tawi kemudian disebut sebagai Bangsamoro.[5]

Populasi

sunting

Islam merupakan salah satu agama minoritas di Filipina.[6] Sebagian besar pemeluknya berada di Filipina Selatan.[7] Populasi penduduk Muslim di Filipina Selatan awalnya adalah mayoritas. Namun setelah Filipina menjadi negara bangsa, populasinya menurun hingga menjadi minoritas.[8] Karena itu, populasi penduduk Muslim di Filipina menjadi termasuk dalam kategori kelompok minoritas. Pada tahun 1977, penduduk muslim di Filipina berjumlah 2.,348 juta orang dari 44,3 juta penduduk keseluruhan. Penduduk muslim di Filipina pada tahun tersebut hanya sebanyak 5,3%. Komunitas muslim ini berpusat di Mindanao dan Maguindanao.[9]

Pada tahun 2001, jumlah penduduk Muslim di Filipina sekitar 4 juta orang dari total 82,841 juta orang. Persentasenya hanya sebesar 5%.[10] Kemudina, jumlah penduduk muslim di Filipina dilaporkan sebanyak 4,5 juta orang pada tahun 2005. Dari total penduduk di Filipina, jumlah tersebut hanya 5%.[5]  Pada tahun 2009, sensus penduduk di Filipina memperkirakan jumlah penduduk muslim di Filipina sebesar 5,6% dari total 92,2 juta orang.[11]

Tradisi

sunting

Tradisi yang berkaitan dengan Islam di Filipina sama dengan tradisi Islam suku Melayu.[12] Di Filipina Selatan, tradisi Islam dari suku Melayu sangat dominan.[13] Penduduk Muslim di Filipina secara umum memberlakukan hukum tidak tertulis dalam persoalan syariat yang menyangkut persoalan keluarga. Hukum keluarga hanya ditetapkan berdasarkan mazhab fikih yang diyakini oleh penduduk muslim. Para ulama dan lembaga keagamaan lokal diberikan wewenang untuk memutuskan perkara keagamaan yang berkaitan dengan pernikahan, talak dan rujuk.[14]

Perlawanan terhadap  negara

sunting

Bangsamoro yang merupakan kaum Muslim di Filipina Selatan telah mengalami konflik berkepanjangan untuk memperoleh identitas mereka sendiri. Konflik ini telah berlangsung sangat lama sejak masa penjajahan Spanyol hingga ke masa penjajahan Amerika Serikat di Filipina. Konflik ini berlanjut pada masa pemerintahan Filipina.[15]

Setelah Filipina menjadi negara yang berdaulat pada tahun 1946, pemerintahnya menerapkan sistem demokrasi Amerika Serikat yang merupakan mantan penjajahnya. Komunitas muslim yang berada di Filipina Selatan kemudian disatukan dalam urusan wilayah administratif secara sistematis. Pemerintah Filipina kemudian mengadakan program integrasi nasional dan pembangunan nasional yang salah satunya menetapkan  perpindahan penduduk beragam Kristen ke wilayah bangsamoro yang meliputi Mindanao, Sulu dan Palawan.[16]    

Kebijakan pemerintah Filipina menimbulkan terbentuknya beberapa kelompok pembebasan di Filipina Selatan. Kelompok-kelompok ini mengatasnamakan perjuangan atas penduduk muslim di Filipina. Pada tahun 1960-an terbentuk Gerakan Kemerdekaan Muslim. Pada tahun 1969 terbentuk kelompok pembebasan bernama Tentara Bangsa Moro. Lalu pada dekade 1970-an terbentuk  Front Pembebasan Nasional Moro. Kemudian pada tahun 1982, terbentuk lagi kelompok pembebasan bernama  Front Pembebasan Islam Moro. Lalu pada tahun 1990, terbentuk lagi kelompok pembebasan bernama Kelompok Abu Sayyaf. Kondisi peperangan yang berlangsung secara terus-menerus membuat penduduk muslim di Mindanao mengalami keterpurukan ekonomi.[16]

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Amin, F., dan Ananda, R. A. (2018). "Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara: Tela'ah Teoritik Tentang Proses Islamisasi Nusantara" (PDF). Analisis: Jurnal Studi Keislaman. 18 (2): 70. ISSN 2088-9046. 
  2. ^ Huriani, Y., Zulaiha, E., dan Dilawati, R. (2022). Rahman, M. T., dan Haq, M. Z., ed. Buku Saku Moderasi Beragama untuk Perempuan Muslim (PDF). Bandung: Prodi S2 Studi Agama-Agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung. hlm. 45. ISBN 978-623-99805-7-3. 
  3. ^ Helmiati (2014). Sejarah Islam Asia Tenggara (PDF). Pekanbaru: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Islam Negeri Dultan Syarif Kasim Riau. hlm. 22. ISBN 978-602-1366-69-1. 
  4. ^ Hasram, Khaidir (2020). Birokratisasi Islam di Indochina: Meninjau Ulang Hubungan Negara dan Minoritas Muslim (PDF). Cirebon: Penerbit Nusa Literasi Inspirasi. hlm. 83–84. ISBN 978-623-7276-71-5. 
  5. ^ a b Susetyo, Heru (2009). The Journal of a Muslim Traveler. Jakarta: PT. Lingkar Pena Kreativa. hlm. 6. ISBN 978-602-8436-14-4. 
  6. ^ Abidin 2020, hlm. 104.
  7. ^ Abidin 2020, hlm. 7.
  8. ^ Helmiati (2022). Pergulatan Minoritas Muslim Thailand: Menelisik Peran Akademisi, Tokoh Agama & LSM dalam Upaya Mencari Solusi Konflik Berkepanjangan (PDF). Malang: CV. Literasi Nusantara Abadi. hlm. 16. ISBN 978-623-329-611-3. 
  9. ^ Hasaruddin (2019). "Perkembangan Sosial Islam di Filipina". Al Ma'arief: Jurnal Pendidikan Sosial dan Budaya. 1 (1): 33. 
  10. ^ Ibrahim, Malik. "Seputar Gerakan Islam di Filipina: Suatu Upaya Melihat Faktor Internal dan Eksternal" (PDF). Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. hlm. 267. 
  11. ^ Abidin 2020, hlm. 98.
  12. ^ Bakri 2020, hlm. 37.
  13. ^ Bakri 2020, hlm. 95.
  14. ^ Adawiyah, Robi’atul (2019). Reformasi Hukum Keluarga Islam dan Implikasinya Terhadap Hak-hak Perempuan dalam Hukum Perkawinan Indonesia dan Malaysia (PDF). Cirebon: Penerbit Nusa Litera Inspirasi. hlm. 33–34. ISBN 978-602-5668-88-3. 
  15. ^ Sahrasad, H., dan Chaidar, A. (2017). Achyanuddin, ed. Fundamentalisme, Terorisme dan Radikalisme: Perspektif atas Agama, Masyarakat dan Negara (PDF). Freedom Foundation & Centre for Strategic Studies - University of Indonesia. hlm. 248. ISBN 978-154-037-103-4. 
  16. ^ a b Syahraeni, A. (2010). "Islam di Filipina". Jurnal Adabiyah. X (2): 193. 

Daftar pustaka

sunting