Mulga (Pseudechis australis) atau dalam bahasa Inggris disebut Mulga snake atau King brown, adalah spesies ular Elapidae mematikan yang tersebar luas di Australia. Terlepas dari penamaannya, istilah "mulga" juga digunakan sebagai sebutan untuk wilayah dataran luas yang ditumbuhi sebaran pepohonan jenis Akasia (Acacia aneura),[2] dan ular ini diketahui juga dijumpai di berbagai habitat lainnya. Pewarnaan tubuhnya yang kecokelatan membuat orang sering salah mengenalinya sebagai ular cokelat berbisa (Pseudonaja spp.).

Mulga
Pseudechis australis Edit nilai pada Wikidata

Edit nilai pada Wikidata
Status konservasi
Risiko rendah
IUCN42493195 Edit nilai pada Wikidata
Taksonomi
Galat Lua: callParserFunction: function "Template" was not found.
SpesiesPseudechis australis Edit nilai pada Wikidata
Gray, 1842
Tata nama
Sinonim takson
  • Naja australis GRAY 1842: 55
  • Pseudechis darwiniensis MACLEAY 1878: 220
  • Pseudechis cupreus BOULENGER 1896: 329 (part.)
  • Pseudechis darwiniensisBOULENGER 1896
  • Pseudechis denisonioides WERNER 1909: 258
  • Pseudechis australisFRY 1914: 197
  • Pseudechis australisDE ROOIJ 1917: 268
  • Pseudechis darwiniensisWERNER 1927: 249
  • Pseudechis platycephalus THOMSON 1933: 859
  • Denisonia brunnea MITCHELL 1951: 551
  • Pseudechis australisWELCH 1994: 103
  • Pailsus rossignolii HOSER 2000 (fide WÜSTER et al. 2001)
  • Pseudechis australisCOGGER 2000: 664
  • Cannia australis aplini HOSER 2001
  • Cannia australis burgessi HOSER 2001
  • Cannia australis newmani HOSER 2001
  • Pseudechis rossignoliiWÜSTER et al. 2004
  • Pseudechis australisMATTISON 2007: 261
  • Pseudechis australisWALLACH et al. 2014: 596 [1]
Distribusi

Edit nilai pada Wikidata
EndemikAustralia Edit nilai pada Wikidata

Taksonomi

sunting

Mulga pertama kali dideskripsikan oleh ahli zoologi Inggris John Edward Gray pada tahun 1842 dari spesimen yang diperoleh di Port Essington, Australia Utara. Gray melihat sedikit perbedaan dengan kobra Mesir (Naja haje) pada spesimen tunggal yang diawetkan — kecuali variasi pada sisik okular (lempeng mata) — dan mendeskripsikannya sebagai Naja australis.[3][4] Saat memperoleh spesimen kedua dari College of Surgeons, ilmuwan Albert Günther dari British Museum menemukan kedekatan spesimen ini dengan spesies Pseudechis porphyriacus, yang kemudian mendeskripsikannya sebagai Pseudechis australis dalam genus Pseudechis.[5]

Penamaan

sunting

Peneliti medis Australia Struan Sutherland menyatakan bahwa penamaan "king brown snake" rancu, karena bisanya tidak mampu dinetralkan dengan antibisa "brown snake" (ular coklat), yang dapat membahayakan korban gigitan ular; ia merekomendasikan untuk mengganti sebutan "Darwin brown snake" dengan sebutan "mulga snake" sebagai gantinya.[6] Lebih lanjut, sebutan "king brown snake" telah digunakan untuk jenis-jenis ular cokelat berukuran besar. Ahli ular Australia Glen Shea juga menyatakan bahwa penamaan "mulga snake" juga rancu mengingat ular ini tinggal di berbagai habitat selain mulga (dataran akasia).[7] Ular ini juga disebut Pilbara cobra.[8] Istilah "King brown" sendiri mengacu pada ukuran tubuh yang besar dari spesimen di Australia bagian utara dan barat laut, yang panjangnya bisa mencapai 3 meter; membuatnya menjadi ular berbisa terpanjang dan paling berbahaya di wilayah-wilayah tersebut.

Morfologi

sunting

Mulga adalah salah satu ular berbisa terbesar dan terpanjang di Australia, seringkali panjang tubuhnya melebihi panjang tubuh taipan pesisir (O. scutellatus). Ukuran panjangnya mencapai 2 sampai 2.5 meter dan bobotnya mencapai 3 sampai 6 kg,[9] ular jantan umumnya berukuran lebih besar dari ular betina.[10] Pernah diketahui spesimen terpanjang yang ukurannya mencapai 3.3 meter.[11] Mulga adalah ular bertubuh kuat dengan kepala yang sedikit lebih lebar dari tubuh, pipi yang menonjol, dan mata berukuran kecil dengan iris berwarna merah kecokelatan,[11] dan lidah berwarna gelap.[12] Sisik pada tubuh bagian atas, sisi badan, dan ekor berwarna dasar kuning pucat atau kehijauan dengan corak bervariasi berwarna sawo matang atau tembaga, atau corak cokelat keseluruhan dari pucat hingga kehitaman ke arah belakang. Pewarnaan ini membentuk motif berjaring pada badannya. Ekor ular ini kadang-kadang berwarna lebih gelap, sedangkan bagian atasnya berwarna sama dengan badan.[11] Bagian bawah tubuhnya berwarna krim, putih atau salmon dan terkadang memiliki corak berwarna oranye.[13]

Pewarnaan bada tubuh atas mulga berbeda dari satu tempat ke tempat lain di wilayah sebarannya; spesimen-spesimen yang terdapat di Australia utara berwarna cenderung sawo matang, sedangkan spesimen-spesimen yang tinggal di gurun di Australia Tengah memiliki corak putih yang mencolok di setiap sisiknya, memberikan tampilan berpola, dan spesimen-spesimen yang tersebar di bagian selatan cenderung lebih gelap, bahkan kehitaman.[11]

Susunan sisik pada tubuh mulga terdiri dari sisik dorsal (tubuh atas) sebanyak 17 baris di bagian tengah badan, sisik ventral (bagian bawah tubuh) sebanyak 185 sampai 225, sisik subkaudal sebanyak 50 sampai 75 (semua tidak terbagi, atau satu anterior tidak terbagi atau posterior terbagi, atau semuanya terbagi), dan sisik anal terbagi.[13]

Penyebaran dan habitat

sunting

Mulga tersebar luas di hampir seluruh daratan Australia, kecuali Victoria dan Tasmania.[14] Ular ini juga menyebar terbatas atau tidak terdapat di sebagian pesisir Queensland.[15]

Mulga menghuni berbagai macam habitat, di antaranya dataran pepohonan (woodlands), padang rumput, semak belukar, dan gurun berpasir atau berbatu yang hampir tidak ada vegetasinya.[11] Walaupun sebarannya meliputi tanah gersang dan semi-gersang, tetapi ular ini lebih menyukai area dengan kelembaban tinggi semisal dekat perairan.[10]

Perilaku

sunting

Mulga umumnya beraktivitas ketika petang hari,[14] dan lebih pasif ketika tengah hari dan antara tengah malam hingga fajar, bersembunyi di celah tanah, sarang hewan lain yang sudah lama, atau di bawah bebatuan atau batang kayu yang tumbang. Selama musim panas, ular ini beraktivitas dari setelah petang hingga menjelang malam.[11] Dalam wilayah sebarannya, ular ini aktif pada siang hari di musim dingin dan aktif pada malam hari di musim panas.[10]

Makanan

sunting

Mulga adalah salah satu jenis ular yang memangsa hampir segala jenis hewan kecil, meliputi jenis-jenis kadal (termasuk biawak kecil), tokek, Agamidae, ular jenis lain (termasuk jenis-jenis ular berbisa seperti Demansia, ular cokelat, ular-pohon cokelat, Brachyurophis semifasciatus, Parasuta gouldii, dan Elapognathus coronatus), jenis-jenis burung semisal Acanthiza sp., jenis-jenis mamalia kecil semisal hewan pengerat dan Dasyuridae, dan jenis-jenis katak.[10] Ular ini juga diketahui adalah kanibalisme. Spesimen yang ada di penangkaran diketahui memangsa jenisnya sendiri.[16]

Reproduksi

sunting

Mulga berkembangbiak dengan bertelur (ovipar), dan diketahui ada klaim bahwa ular ini melahirkan (vivipar).[10] Jumlah telur yang dihasilkan sebanyak 4 sampai 19 butir, rata-rata sekitar 10 butir,[17], di mana betina mengeluarkan telur dalam jumlah besar,[11] umumnya 39 sampai 45 hari setelah perkawinan.[18] Diperlukan sekitar 70 sampai 100 hari agar telur tersebut menetas.[11] Suhu selama inkubasi terukur antara 22 sampai 32 °C.[19] Setiap butir telur rata-rata berukuran panjang 40.1 mm dan lebar 22.9 mm dengan berat setiap telurnya mencapai 13.1 gram.[20] Anak ular yang baru menetas berukuran panjang sekitar 22.6 cm dan beratnya sekitar 9.4 gram.[21]

Galeri

sunting

Komposisi bisa utama mulga adalah kandungan myotoksin yang berbahaya bagi sistem otot dan sel-sel ginjal.[14]

Referensi dan kutipan

sunting
  1. ^ Pseudechis australis di Reptarium.cz Reptile Database
  2. ^ Nix, H. A. (Henry Allan); Austin, M. P. (Michael Phillip) (1973), Mulga : a bioclimatic analysis, Tropical Grassland Society of Australia], diakses tanggal 31 August 2019 
  3. ^ Australian Biological Resources Study (11 January 2017). "Species Pseudechis australis (Gray, 1842)". Australian Faunal Directory. Canberra, Australian Capital Territory: Department of the Environment, Water, Heritage and the Arts, Australian Government. Diakses tanggal 18 April 2019. 
  4. ^ Gray, John Edward (1842). "Description of some hitherto unrecorded species of Australian reptiles and batrachians". Zoological Miscellany. 3: 51–57 [55]. 
  5. ^ Günther, Albert Carl Ludwig Gotthilf (1863). "Third account of new species of snakes in the collection of the British Museum". The Annals and Magazine of Natural History; Zoology, Botany, and Geology. 12 (71): 348–365 [362]. doi:10.1080/00222936308681536. 
  6. ^ Sutherland & Tibballs 2001, hlm. 146.
  7. ^ Shea, Glenn M. (1999). "The distribution and identification of dangerously venomous Australian terrestrial snakes". Australian Veterinary Journal. 77 (12): 791–798. doi:10.1111/j.1751-0813.1999.tb12947.x. PMID 10685181. 
  8. ^ "Mulga Snake". Alice Springs Desert Park. Northern Territory Government. 20 March 2018. Diakses tanggal 18 April 2019. 
  9. ^ Kuch, Ulrich; Keogh, J. Scott; Weigel, John; Smith, Laurie A.; Mebs, Dietrich (2005). "Phylogeography of Australia's king brown snake (Pseudechis australis) reveals Pliocene divergence and Pleistocene dispersal of a top predator" (PDF). Naturwissenschaften. 92 (3): 121–127. Bibcode:2005NW.....92..121K. doi:10.1007/s00114-004-0602-0. PMID 15688185. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-11-14. Diakses tanggal 2012-12-19. 
  10. ^ a b c d e Shine, Richard (1987). "The Evolution of Viviparity: Ecological Correlates of Reproductive Mode within a Genus of Australian Snakes (Pseudechis: Elapidae)". Copeia. 1987 (3): 551–563. doi:10.2307/1445650. JSTOR 1445650. 
  11. ^ a b c d e f g h Beatson, Cecilie (25 November 2018). "Mulga Snake". Animal Species. Australian Museum. Diakses tanggal 26 August 2019. 
  12. ^ Greer 1997, hlm. 243.
  13. ^ a b Mirtschin, Rasmussen & Weinstein 2017, hlm. 114.
  14. ^ a b c Mirtschin, Rasmussen & Weinstein 2017, hlm. 115.
  15. ^ "Mulga Snake". Animals of Queensland. The State of Queensland (Queensland Museum). Diakses tanggal 26 August 2019. 
  16. ^ Browne-Cooper, R.; Bush, B.; Maryan, B.; Robinson, D. (2007). Reptiles and frogs in the bush : southwestern Australia. University of Western Australia Press. hlm. 259–260. ISBN 9781920694746. 
  17. ^ Greer 1997, hlm. 225.
  18. ^ Greer 1997, hlm. 218.
  19. ^ Greer 1997, hlm. 232.
  20. ^ Greer 1997, hlm. 231.
  21. ^ Greer 1997, hlm. 234.

Publikasi dan pranala luar

sunting
  • Greer, Allen E. (1997). The Biology and Evolution of Australian Snakes. Chipping Norton, New South Wales: Surrey Beatty & Sons. ISBN 978-0-949324-68-9. 
  • Mirtschin, Peter; Rasmussen, Arne; Weinstein, Scott (2017). Australia's Dangerous Snakes: Identification, Biology and Envenoming. Clayton South, Victoria: Csiro Publishing. ISBN 978-0-643-10674-1. 
  • Sutherland, Struan K.; Tibballs, James (2001) [1983]. Australian Animal Toxins (edisi ke-2nd). South Melbourne, Victoria: Oxford University Press. ISBN 0-19-550643-X.